Rekap Sirekap

  • Bagikan

Oleh: M Danial 

SEPANJANG pekan kemarin pascahari pencoblosan Pemilu 14 Februari 2024. Berlangsung rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kecamatan oleh PPK atau Panitia Pemilihan Kecamatan. Lazim disebut rekap. Yaitu proses pencatatan hasil penghitungan perolehan suara dari semua TPS (Tempat Pemungutan Suara) di wilayah PPS (Panitia Pemungutan Suara) dalam wilayah kecamatan. 

Rekap setiap kecamatan durasinya paling sedikit dua hari. Tergantung jumlah TPS dan dinamika forum. Berlangsung dari pagi sampai tengah malam. Lanjut esoknya sampai malam lagi. Lanjut lagi esoknya sampai malam seperti sebelumnya. Selama beberapa hari sampai selesai. 

Peserta rapat rekap kecamatan adalah PPK, Saksi peserta pemilu dan Panwascam. Interupsi Saksi yang mengajukan keberatan atau koreksi Panwaslu kerap menjadi ajang perdebatan. Bahkan debat kusir.

Rekap selesai setelah semua masalah kelar. Seluruh anggota PPK dan Saksi yang hadir menandatangani berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Kerap ada anggota PPK atau Saksi yang keberatan dan tidak bersedia menandatangani berita acara. Itu tidak menghalangi penetapan hasil rekap. 

Bagi penyelenggara pemilu, pergi pagi pulang pagi tak perlu diherankan. Terlebih pada tahapan puncak pemilu. Itu konsekuensi pekerjaan. Yang telah dituangkan dalam pernyataan pendaftaran menjadi penyelenggara pemilu. Bekerja sepenuh waktu. Keteguhan bekerja sepenuh waktu adalah juga bentuk konsistensi menjaga integritas.  

Pelaksanaan rekap berbeda-beda dinamikanya. Secara umum sangat dipengaruhi kemampuan mengelola forum rapat rekap. Rekap adalah forum untuk memastikan angka-angka dari TPS yang tercantum dalam Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) sudah benar. Yang selanjutnya direkap secara berjenjang sampai tingkat nasional. 

Sejatinya Sirekap bukan makhluk baru dalam penyelenggaraan pemilu. Merupakan  perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi yang canggih. Yang diperkenalkan sebagai pengganti Situng (Sistem Informasi Penghitungan) pada Pilkada 2020 lalu. 

Sirekap diklaim aaaaaaaaasebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara. Selain itu sebagai alat bantu rekapitulasi hasil penghitungan suara secara real count atau nyata. 

“Sirekap ini adalah alat bantu untuk memudahkan kita semua segera mendapatkan informasi tentang perolehan suara di TPS,” klaim Ketua KPU Hasyim Asy’ari dalam konferensi pers pada Senin (12/2). Katanya, Sirekap untuk mempercepat publikasi. Kedua untuk mempermudah siapa pun bisa mengakses informasi perolehan suara karena jangkauan Sirekap sesuai jumlah TPS.

Sayangnya Sirekap menjadi penghambat kelancaran pelaksanaan rekap di banyak kecamatan. Bahkan memicu dugaan praktik kecurangan pemilu. Tidak heran mengemuka desakan menghentikan penggunaan Sirekap dalam proses rekap. 

Sirekap terdiri dua jenis. Pertama, versi  mobile yang digunakan oleh KPPS untuk menghitung perolehan suara di TPS. Sirekap versi mobile digunakan sebagai sumber data utama yang terdapat dalam formulir C-Hasil. 

Sirekap jenis kedua versi web, yang digunakan oleh PPK atau KPU kabupaten/kota sampai provinsi. Sirekap versi web untuk menghimpun dan menjumlahkan data dari seluruh sumber utama. 

Dinamika pelaksanaan rekap di kecamatan sangat dipengaruhi pula kemampuan PPK dalam mengelola forum dan kapasitas mereka yang bervariasi terkait teknis pemilu. Forum rekap menjadi ujian nyata profesionalisme PPK
sebagai penyelenggara teknis pemilu. Terutama mengatasi masalah perbedaan hasil penghitungan suara di TPS pada form C Hasil dan salinan di tangan para saksi dan pengawas. 

Apalagi dalam pelaksanaan rekap PPK berhadapan dengan saksi peserta pemilu yang kebanyakan terbatas pemahamannya tugas dan fungsinya sebagai saksi. Yang menghadiri rekap lebih penting untuk mendapatkan berita acara hasil rekap. 

Panwaslu idealnya memahami tugas dan fungsinya untuk keteraturan pelaksanaan rekap. Nyatanya masih perlu bimbingan teknis yang memadai agar tidak dianggap sebagai pelengkap prosedur belaka. Yang tidak bisa diharap banyak bisa memberi pertimbangan berdasarkan peraturan perundang – undangan atas kebuntuan karena perbedaan pendapat dalam forum rekap.

Menjadi ironis ketika yang diharap menjadi penengah dan memberi solusi terhadap kebuntuan masalah. Alih-alih memberi jalan keluar, malah menjadi bagian dari masalah karena pemahaman tugas dan fungsinya yang terbatas pula. Belum lagi kemandirian dan integritasnya yang menjadi pertanyaan publik pula.

Pemilu bukan hanya persoalan menang kalah. Bukan pula sekedar hitung-hitungan statistik. Suara rakyat adalah wujud aspirasi pemilik kedaulatan yang harus dijaga. Pilihan pemilih dalam surat suara wajib dijaga kemurniannya hingga hasil rekapitulasi terakhir ditetapkan.

Tidak boleh ada pikiran menghalalkan segala cara demi kemenangan. Apalagi melakukan pengalihan suara yang menguntungkan satu calon dengan merugikan calon yang lain.

Praktik yang melukai rasa keadilan pemilih yang datang ke bilik suara menggunakan hak pilihnya harus dijaga. Rekapituasi Sirekap harus dipastikan untuk menjaga kemurnian suara rakyat. (*)

  • Bagikan