Cegah TPPU dan TPPT Melalui Transparansi Pelaporan Pemilik Manfaat

  • Bagikan
Kepala Kemenkumham Sulbar Faisol Ali foto bersama narasumber dan peserta sosialisasi.

MAMUJU, RADARSULBAR — Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulbar melaksanakan sosialisasi kebijakan pemilik manfaat dengan tema penerapan transparansi pelaporan pemilik manfaat sebagai penegakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), Kamis, 23 Juni 2022.

Kepala Kemenkumham Sulbar Faisol Ali mengatakan, hasil penelitian Financial Action Task Force (FATF) terhadap pengaturan dan penerapan transparansi informasi pemilik manfaat, menyatakan bahwa rendahnya informasi pemilik manfaat yang cepat, mudah dan akurat  di Indonesia telah dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan identitas pelaku usaha dan menyamarkan hasil dari tindak pidananya. 

Mereka menggunakan korporasi tersebut untuk menggunakan harta kekayaan dari korporasi yang diduga sebagai hasil dari tindak pidana.

“TPPU dan TPPT merupakan tindak pidana yang dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan. Kedua tindak pidana ini juga bisa membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ujar Faisol saat menyampaikan sambutan. 

Dalam menghadapi tindak pidana tersebut, lanjut Faisol, salah satu rekomendasi organisasi FATF sebagai standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT, perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum. 

Berdasarkan rekomendasi tersebut, maka diterbitkan Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2018 tentang penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.

“Korporasi dianggap dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme,” paparnya. 

Beberapa hal inilah yang merupakan latar belakang pentingnya penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi. Selanjutnya dalam hal kewajiban melaporkan pemilik manfaat, notaris sangat berperan penting dalam memberikan jasa suatu korporasi. Peran notaris sangatlah penting dalam implementasi beneficial ownership.

“Notaris merupakan pihak pertama yang harus benar-benar mengenali pengguna jasanya. Notaris harus melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dari pengguna jasanya kepada pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan,” tambahnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari situs Kemenkumham RI per tanggal 14 November 2021, jumlah korporasi di Sulbar berjumlah 4446 korporasi. 

sayangnya jumlah pemilik manfaat yang sudah melapor baru sejumlah 939 korporasi. Artinya masih ada pemilik manfaat dari 3507 korporasi yang belum melapor dengan presentase sebesar 21,12 persen.

“Hal ini saya harapkan dapat menjadi perhatian kita bersama. Butuh tanggung jawab dan komitmen dari semua pihak yang memiliki peran, sehingga persentase jumlah pemilik manfaat yang melapor bisa meningkat,” ujarnya. 

Faisol berharap, masyarakat pengguna jasa notaris dapat memperoleh kepastian hukum tetapi tentu saja tidak mengabaikkan prinsip kehati-hatian.

“Saya berharap melalui kegiatan ini, semua pihak bisa berkomitmen serta menjaga integritasnya untuk menerapkan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi sehingga apa yang kita cita-citakan yaitu pemberantasan TPPU dan TPPT dapat terwujud dengan baik. Dengan itu kita dapat memberikan sumbangsi untuk menjadikan Indonesia yang lebih maju,” tutupnya. (ian)

  • Bagikan