Kampanye di Perguruan Tinggi Tanpa Atribut Parpol, Sugianto: Caleg dan Parpol Tak Bisa Dipisahkan

  • Bagikan
Ketua Komisi I DPRD Mamuju, Sugianto

MAMUJU, RADAR SULBAR – Mahkamah Konstitusi (MK) kini memperbolehkan tempat pendidikan seperti universitas hingga sekolah menjadi lokasi kampanye bagi peserta pemilu 2024.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Mamuju, Sugianto menilai bagus tersebut. Hanya saja ia tak setuju jika atribut partai harus dilepas ketika berkampanye di dalam perguruan tinggi.

“Bagus itu, tapi saya dengar tidak boleh menggunakan atribut partai. Sementara kalau saya, harusnya kita menggunakan atribut partai yang mengusung kita,” kata Sugianto, Kamis 14 September.

Alasannya, kata dia, setiap calon legislatif merupakan usungan partai politik. Hal ini tentu berbeda dengan calon DPD yang memang independen. Terlebih bahwa setiap calon legislatif saat berkampanye harus total menyeluruh.

“Maksudnya di samping saya akan menyampaikan gagasan prribadi, saya tentu tidak bisa tidak mengurai apa platfon partai saya. Karena bagi saya apapun yang ada dalam diri saya, tentu akan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari apa yang menjadi azas maupun falsafah partai di mana saya berlabuh,” ungkapnya.

Ia pun juga mengaku, belum bisa membandingkan bagusan mana berkampanye di dalam perguruan tinggi atau di tengah-tengah masyarakat.

“Karena ini hal baru maka mungkin kita masih terbatas untuk memberi penilaian atau perbandingan. Sebab yang pasti kalau seorang calon yang rajin turun berbaur menyapa masyarakat dari pintu ke pintu pasti ada bedanya, dibanding kalau hanya di ruang yang terbatas apalagi kalau sistim klasikal saja,” tandasnya.

Selain itu, politisi Golkar itu juga menuturkan, berkampanye di perguruan tinggi tentu berbeda juga dengan berkampanye di sekolah tingkatan SMA. Sebab, menurut dia, perlu dibuatkan aturan atau pedoman sebaik mungkin.

Ia khawatir kebijakan ini akan disalahgunakan oleh pengendali birokrasi di daerah yang ada kedekatan husus dengan calon tertentu dan dari partai tertentu.

“Antara kampus dan SMA sebenarnua sam-sama .elekat status institusi pendidikan, namun ada bedanya. Kalau kampus ada namanya Tridarma perguruan tinggi dan dipimpin oleh rektor yang dipilih melalui rapat senat luar biasa. Sedangkan kalau satuan kependidikan, katakanlah SLTP-SLTA itu dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang tidak dipilih melalui rapat dewan guru, tapi diangkat oleh pejabat di atasnya,” pungkasnya. (ajs)

  • Bagikan