Rawan Gesekan

  • Bagikan

Oleh: M Danial 

TAHUN politik. Istilah yang akrab di ruang publik hampir tiga tahun terakhir. Ramai sebelum tahapan Pemilu 2024 diluncurkan secara resmi pertengahan Juni 2022.  Sedangkan tahapan Pilkada serentak 2024 diluncurkan pada akhir Maret lalu. Akan berlangsung 27 November yang akan datang.

Pilkada 2024 akan menjadi sejarah baru kepemiluan di Indonesia. Betapa tidak. Perhelatan politik tersebut akan berlangsung serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Sebuah peristiwa politik yang belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. 

Tantangan penyelenggaraan Pilkada tidaklah ringan. Tak boleh diremehkan karena beranggapan pemilu legislatif telah terlaksana dengan lancar dan aman. Tak boleh jumawa dan serta-merta mengklaim Pileg – Pilpres berlangsung tertib. Sengketa hasil Pilpres dan Pemilu yang dilaporkan ke MK karena penyelenggaraan yang tidak tertib. 

Penyelenggara adhoc Pilkada 2024 kini dalam proses perekrutan. PPK dan PPS Pemilu 2024 sudah berakhir masa kerjanya. Sebagaimana Pemilu lalu, perekrutan penyelenggara adhoc Pilkada 2024 dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Hal yang sama oleh Bawaslu kabupaten/kota. Membentuk Panwas Pilkada kecamatan dan Pengawas kelurahan/desa. 

KPU dan Bawaslu dalam perekrutan penyelenggara adhoc Pilkada harus menjadikan integritas sebagai faktor pertama dan utama. Bukan sekadar kriteria yang bersifat formalitas sahaja. 

Penyelenggara berintegritas merupakan penentu Pilkada yang berintegritas. Penyelenggara berintegritas adalah yang memiliki kepekaan terhadap hukum dan terhadap etika. Sedangkan pemilu atau Pilkada berintegritas merupakan salah satu tolok ukur utama demokrasi suatu negara atau daerah. 

Ketua DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) periode 2017-2022 Prof Muhamamd, sebuah kesempatan mengatakan penyelenggara pemilu atau Pilkada tidak hanya harus memiliki kepekaan terhadap hukum (sense of regulator). Tapi juga kepekaan terhadap etika (sense of ethics). 

“Berbicara tentang etika artinya bicara standar nilai yang sangat tinggi. Jauh di atas hukum yang memiliki kejelasan apakah pidana atau perdata,” jelas Muhammad. 

Guru Besar Ilmu Politik Unhas, Makassar itu mengatakan, setiap individu penyelenggara pemilu atau Pilkada harus memahami dengan benar peraturan pemilu. Selain itu, yang sangat penting juga pemahaman mengenai etika. Secara hukum bisa saja benar, tapi tidak patut secara etika. 

Menurutnya, mengukur etika tidaklah sulit. Apakah sikap atau tindakan suatu keputusan membuat bimbang, maka sikap atau keputusan tersebut sebaiknya dihindari karena berpotensi melanggar kode etik. 

Setiap individu penyelenggara pemilu termasuk adhoc, harus memiliki kematangan membangun dan menjaga etika. Yang diawali dari orang-perorang atau internal penyelenggara. Jika etika sudah terbangun di internal, maka etika di tingkat lembaga akan mudah pula terbangun. 

Etika personal adalah pondasi untuk membangun etika organisasi. Etika harus pula terus terjaga kualitasnya. Tidak hanya sekadar lisan atau diucapkan, tapi juga dalam bentuk sikap atau perbuatan. Harus diingat bahwa penyelenggara Pilkada memiliki tugas mulia. Yaitu menghasilkan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) yang memiliki legitimasi dari rakyat melalui proses pilkada sesuai ketentuan perundang-undangan.

Penyelenggara adhoc adalah petugas terdepan penyelenggaraan Pilkada. Mereka berhadapan langsung dengan masyarakat. Dan menjadi sasaran paling pertama jika terjadi gesekan di tingkat bawah lantaran ketidakpuasan masyarakat atau pendukung pasangan calon. 

Ketidakpuasan muncul karena proses yang tidak berkualitas. Yang akan berdampak pada terjadinya ketidakpercayaan masyarakat atau public trust. Penyelenggaraan pilkada yang bermasalah akan menyebabkan pula terjadinya dinamika politik yang cukup tinggi.

Itulah betapa pentingnya penyelenggara berintegritas. Sebagai kunci untuk penyelenggaraan pilkada yang berintegritas. Demokrasi yang diawali dari pemilu atau Pilkada, diharap menghasilkan pemimpin yang berintegritas. Sedangkan Pilkada berintegritas dimulai dari penyelenggara yang berintegritas. 

Dengan integritas, penyelenggara akan memiliki ketahanan terhadap pengaruh, godaan, atau intervensi sekalipun. Termasuk menghadapi gesekan yang kerap mudah terjadi di tingkat bawah lantaran polarisasi pendukung Paslon Pilkada. 

Tak berlebihan menyebut penyelenggara adhoc amat rawan gesekan. Karena itulah rekruitmennya harus tegak lurus pada ketentuan regulasi. Harus terhindar dari pesanan atau titipan pejabat, elit politik atau organisasi tertentu untuk kepentingan tertentu pula. Mengatasnamakan untuk kemaslahatan orang banyak, nyatanya untuk kepentingan kelompok. (*)

  • Bagikan