Resolusi

  • Bagikan

Oleh: M Danial

TAHUN 2024 tinggal menghitung hari dari hari ini untuk menjejaknya. Sudah menjadi tradisi pergantian tahun diisi dengan berbagai cara dan kegiatan sebagai ekspresi kegembiraan atau sukacita mencapai kembali pergantian tahun.

Pergantian tahun identik dengan harapan akan kehidupan yang lebih baik ke depan. Tahun baru merupakan momentum membuat resolusi sebagai penyemangat untuk menjadi lebih baik pada tahun berikutnya. Idelanya juga menjadi momentum untuk refleksi disertai penguatan komitmen untuk melakukan perbaikan yang dimulai dari diri sendiri.   

Tidak salah membuat resolusi berderet panjang. Karena semua orang memiliki hak serta keinginan memperbaiki diri sendiri. Sayangnya resolusi Tahun Baru tidak selalu disertai kesungguhan untuk mewujudkannya. Kebanyakan hanya sekedar formalitas untuk mengikuti tren pergatian tahun. Setidaknya menghindari anggapan diragukan komitmennya.

Resolusi Tahun Baru bukanlah hal baru. Sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu pada masyarakat Babilonia kuno, namun belum terlihat menjadi tren seperti sekarang. Tapi kebanyakan juga sebatas formalitas.

Melansir situs History (19/12/23), bangsa Babilonia kuno pertama membuat resolusi Tahun Baru pada 4000 tahun lalu. Mereka pula yang pertama mengadakan perayaan tahun baru berupa festival keagamaan. Tapi pada masa itu tahun baru bukan bulan Januari seperti sekarang, melainkan pada pertengahan bulan Maret. 

Festival keagamaan masyarakat Babilonia kuno disebut “Akitu”. Pada festival itu mereka menyatakan janji kepada Dewa dan menegaskan kesetiaan terhadap raja yang berkuasa. Mereka berjanji untuk membayar hutang dan mengembalikan benda atau barang yang dipinjam. Janji-janji itulah yang kemudian dianggap sebagai cikal bakal resolusi Tahun Baru. 

Praktik serupa terjadi di Roma Kuno. Kaisar Julius Caesar pertama kali menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun baru sekira tahun 46 sebelum masehi. Bulan Januari memiliki arti khusus bagi orang Romawi. Bulan Januari dinamakan Dewa Janus yang dipercaya bisa melihat ke belakang atau tahun sebelumnya maupun ke masa depan. 

Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan mempersembahkan korban kepada dewa. Mereka juga membuat janji untuk selalu berperilaku baik. Janji itu merupakan resolusi Tahun Baru yang berisi rencana dan harapan agar meraih kehidupan yang lebih baik dari dibanding tahun sebelumnya. 

Terkait perayaan pergantian tahun dan resolusi Tahun Baru, cendekiawan muslim Prof HM Quraish Shihab mengatakan bahwa harus disadari bahwa Islam membenarkan perjalann matahari dalam menentukan ibadah seperti salat. Dikatakan, melakukan refleksi diri dengan memanfaatkan kehadiran tahun baru dianjurkan oleh agama. 

“Kita dianjurkan untuk merefleksikan diri karena kehidupan kita di dunia seringkali mel;enteng dari ayang dikehendaki agama, sehingga perlu refleksi,” katanya, dilansir situs nu.or.id (13/1/23).

Terkait resolusi Tahun Baru, pengarang Tafis Al Misbah menejelaskan bahwa Alquran menyebutkan ayat tentang muhasabah.
Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah dilakukan hari ini, kemarin, dan besok.

Pergantian tahun 2023 ke 2024 di tengah suhu politik yang makin hangat, sangat tepat jika resolusi Tahun Baru disertai keteguhan komitmen berpolitik yang mencerdaskan. Bukan sekedar mengikuti sahwat berkuasa, menafikan kondisi rakyat yang sesungguhnya cukup lelah menjadi dimanfaatkan para elit politik yang selalu mengatasnamakan rakyat. Yang rajin menebar berderet harapan dan bertumpuk janji. Tapi lupa kesulitan dan beban hidup rakyat yang didera kemiskinan. (*)

  • Bagikan