Sejak di Magelang Irjen Ferdy Sambo Diduga Rencanakan Pembunuhan, Komnas HAM Desak Polri Serius Usut Perusakan CCTV

  • Bagikan
Irjen Ferdy Sambo usai memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2022. --Foto: Dery Ridwansah/Jawa Pos--

JAKARTA, RADARSULBAR – Rencana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat diduga muncul sejak dari Magelang. Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, pergi ke Magelang pada 2 Juli untuk mengantar anaknya masuk SMA Taruna Nusantara. Di kota itu pula drama berdarah ini berawal.

Kamaruddin Simanjuntak, anggota tim pengacara keluarga Yosua, mendapat kabar bahwa Sambo dan istrinya bertengkar hebat saat di Magelang. Sebab, Putri mendapat kabar bahwa Sambo berselingkuh.

”Yang memberi tahu Putri tentang perselingkuhan Sambo itu adalah Yosua. Karena itu, Yosua diancam,” katanya. Pertengkaran itu membuat Sambo memilih pulang lebih awal ke Jakarta. ”Bisa jadi saat itulah muncul rencana pembantaian,” ujarnya. Dia juga menyebut ada pihak lain yang iri kepada Yosua. ”Skuad lama itu iri karena Brigadir Yosua lebih disayang,” katanya.

Kamaruddin juga mengaku menerima laporan bahwa Yosua sempat dibawa ke kantor Paminal Mabes Polri sebelum dibunuh. Di sana dia diduga disiksa. Handphone-nya juga diambil. ”Karena itu, saya minta rekaman CCTV di Mabes Polri dibuka,” tuturnya.

Muhammad Boerhanuddin, kuasa hukum Bharada E, mengatakan bahwa kliennya mengaku melihat Putri menangis di Magelang. ”Mungkin memang di Magelang itu sudah ada masalah. Tapi, Bharada E tidak tahu masalahnya apa,” katanya.

Dia juga menyatakan, Bharada E tidak melihat ada pelecehan seksual di rumah dinas Kadivpropam di Jakarta. ”Di sana juga tidak ada penganiayaan,” ujarnya. Dia kembali menegaskan bahwa Bharada E menembak Yosua karena menjalankan perintah. ”Sebagai bawahan, dia tidak kuasa menolak perintah atasan,” ucapnya. Dia juga mengatakan bahwa Bharada E telah menceritakan secara detail semua yang diketahui kepada tim kuasa hukum. ”Tapi, saat ini belum bisa saya sebutkan karena bukan untuk konsumsi publik,” tegasnya.

Sumber Jawa Pos (grup Radar Sulbar) memiliki versi lain. Dia menyebutkan, berdasar pengakuan salah seorang saksi, diketahui bahwa saat berada di Magelang, Putri Candrawathi dan Brigadir Yosua terlihat masuk ke kamar. Melihat hal itu, Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga sekaligus sopir keluarga Sambo) melapor ke Sambo. Setelah Putri kembali ke Jakarta, Sambo mendapat pengakuan dari istrinya bahwa Yosua melakukan pelecehan seksual.

Petugas yang mengetahui kasus itu menyatakan, kejadian tersebut sangat multitafsir. ”Itulah yang membuat Sambo bersikeras terjadi pelecehan seksual,” ungkapnya. Jika dugaan itu benar, akan sangat ironis. Sebab, sesuai dengan keterangan Komnas HAM, Irjen Sambo dan istrinya pergi ke Magelang tidak hanya untuk mengantar anaknya yang masuk SMA Taruna Nusantara. Tapi juga merayakan ulang tahun pernikahan. ”Sebelum perjalanan dari Magelang itu mereka ada anniversary pernikahan. Intinya, saat itu baik-baik keadaannya,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik Jumat (5/8).

Informasi itu diperkuat dengan penjelasan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi di Mako Brimob kemarin malam. Menurut dia, dalam pemeriksaan, Sambo mendapat pengakuan dari istrinya bahwa Yosua telah melecehkan harkat dan martabat keluarganya saat berada di Magelang. ”Itu pengakuan FS yang kemudian membuatnya marah. Lalu memanggil Bharada E dan Bripka RR untuk merencanakan pembunuhan,” ujarnya.

Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan, untuk menjaga perasaan semua pihak, motif pembunuhan itu hanya menjadi konsumsi penyidik. ”Nanti mudah-mudahan terbuka di pengadilan,” terangnya kemarin. Untuk kasus penembakannya, saat ini jumlah tersangka telah lengkap. Namun, kasus turunannya berupa perusakan barang bukti masih menunggu Inspektorat Khusus. ”Dalami peran mereka apa saja,” paparnya.

Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo pun mendukung pernyataan Kabareskrim tersebut. Menurut dia, bukankah Kabareskrim sudah menyampaikan bahwa harus menjaga perasaan kedua pihak. Menko polhukam juga menyebutkan bahwa motif itu sensitif, hanya bisa dikonsumsi orang dewasa. ”Kalau di persidangan, silakan. Kalau dikonsumsi publik, nanti bisa timbul image berbeda-beda,” urainya.

Jawa Pos meminta komentar sejumlah pakar hukum pidana terkait dengan kedudukan motif dalam sebuah tindak pidana. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, motif pidana bisa menggambarkan apakah aksi kriminal itu dilakukan secara sengaja dan direncanakan atau sebaliknya tanpa kesengajaan dan spontanitas.

Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir menuturkan, motif itulah yang menggerakkan semua energi untuk melakukan tindak pidana. Baik munculnya niat jahat yang langsung dilakukan maupun justru niat jahat yang memiliki jarak atau berencana. ”Kalau motif tidak ditemukan dalam sebuah pidana, sulit untuk dikatakan sebagai tindakan sengaja dan berencana,” urainya.

Dia juga menuturkan bahwa motif terjadinya pelecehan seksual tersebut apakah cukup untuk membuat seorang jenderal bintang dua menyelesaikan masalah dengan penyalahgunaan wewenang semacam itu. ”Apakah mungkin secara logika umum,” ungkapnya.

Pada bagian lain, Irjen Dedi Prasetyo menambahkan, tim khusus memeriksa Sambo sebagai tersangka di Mako Brimob. Pemeriksaan terhadap Sambo itu bersamaan dengan rencana pemeriksaan dari Komnas HAM. ”Karena bersamaan hari pemeriksaannya, tim khusus dulu. Karena sifat pemeriksaan timsus ini pro justitia. Jadi, belum bisa diperiksa Komnas HAM,” paparnya.

Menurut dia, pihaknya telah berkoordinasi dengan Komnas HAM terkait dengan pemeriksaan yang waktunya bersamaan tersebut.

Selain pemeriksaan terhadap Sambo, timsus memeriksa tersangka lainnya, yakni asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma’ruf. ”Pemeriksaan terhadap tersangka KM ini dilakukan di Bareskrim,” jelas jenderal bintang dua tersebut. Kasus itu, lanjut dia, segera dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Harapannya, secepatnya bisa digelar di persidangan.

Perusakan Barang Bukti

Proses pemeriksaan terhadap 31 personel polisi yang diduga merusak barang bukti tidak boleh berhenti hanya pada pelanggaran kode etik. Sebab, upaya perusakan barang bukti atau obstruction of justice itu termasuk perbuatan pidana. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diharapkan menggunakan momen tersebut untuk mereformasi internal kepolisian.

Salah satu perusakan barang bukti itu terjadi pada closed circuit television (CCTV). Komnas HAM bahkan sempat terkecoh dengan 20 video CCTV yang didapatkan itu. Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik mengatakan bahwa CCTV menunjukkan Sambo datang dari Magelang. Ternyata, video tersebut dipastikan bukan Sambo dari Magelang, melainkan datang dari kantornya. “Yang beredar itu kepulangan Sambo dari kantor. Bukan dari luar kota,” ungkapnya.

Sambo sudah tiba di Jakarta pada Kamis (7/7) dengan menggunakan pesawat terbang dari Bandara Jogjakarta. ’’Sambo memakai pesawat pukul 07.00 hari Kamis. Ibu Putri memakai mobil Jumat-nya (8/7),’’ terangnya.

Sumber Jawa Pos menyebut bahwa kompilasi dari 20 video CCTV itu merupakan asupan dari Polda Metro Jaya. Yang intinya ingin membuat Sambo seakan tidak berada di tempat kejadian perkara. Karena video kompilasi itu pula, sejumlah pejabat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya turut diperiksa Inspektorat Khusus (Irsus).

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan, perusakan TKP dalam kasus penembakan Brigadir Yosua itu dalam konteks profesi polisi memang pelanggaran kode etik. Namun, dalam konteks hukum, sudah sangat jelas merupakan pidana atau pelanggaran hukum. “Karena ada kepentingan umum yang dilanggar. Salah satunya, keluarga Brigadir Yosua,” jelasnya.

Perusakan barang bukti diatur dalam Pasal 233 KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. “Yang merusak barang bukti pidana menghalang-halangi penyidikan dalam kasus pembunuhan,” tegasnya.

Dia mengatakan, untuk mencegah perusakan barang bukti atau menghalang-halangi penyidikan dilakukan oleh oknum kepolisian terulang kembali, hukum harus ditegakkan. Bahkan, harus diperberat karena pelaku perusakan itu justru polisi yang seharusnya membuat terang kasus pidana. Serta, polisinya polisi, yang seharusnya menindak oknum polisi yang melanggar.

Dalam persidangan nanti, perusakan barbuk tersebut akan menjadi salah satu pertimbangan hakim. Untuk memberikan pemberatan hukuman atau tidak. “Upaya menyembunyikan kejahatan,” ujarnya. (jpg)

  • Bagikan