Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata

  • Bagikan

SALAH SATU wujud cita-cita kebijakan otonomi daerah adalah menciptakan kemandirian daerah.

Oleh: Syahrinullah (Dosen FE-UT)

Kemandirian daerah merupakan manifestasi tujuan otonomi daerah yang dijabarkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2014.

Pada UU itu, secara eksplisit menjelaskan tujuan otonomi daerah diantaranya memberikan delegasi kewenangan kepada pemerintah daerah (Pemda) melaksanakan kebijakan pemerintahan dalam rangka memenuhi kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan dan daya saing daerahnya dengan memanfaatkan keunggulan dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah.

Tolok ukur kemandirian daerah seringkali diidentifikasi melalui kondisi ruang kapasitas fiskalnya, khususnya dari komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Apalagi, hampir mayoritas kondisi keuangan daerah sangat bergantung terhadap alokasi dana transfer pusat ke daerah yang jumlahnya sangat terbatas.

Oleh karena itu, beragam cara diinisiasi setiap Pemda untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Tidak terkecuali Pemkab Majene, Sulbar. Berbagai opsi strategi dan arah kebijakan telah dilakukan, seperti memanfaatkan potensi geografis, keindahan dan kekayaan alam serta historiografis sebagai fokus pengembangan kepariwisataan daerah yang diharapkan dapat menjadi pilar utama meningkatkan pendapatan daerah.

Terkhusus di Majene, eksisting potensi geografis dan historiografis yang dimiliki tidak usah diragukan lagi. Berbagai objek wisata alam dan historis dalam bentuk wisata budaya kearifan lokal sangat potensial mendongkrak perekonomian daerah.

Pengembangan pariwisata Majene setidaknya terfokus pada dua sektor, yakni wisata alam dan wisata budaya. Wisata alam yang menjadikan objek alam sebagai basis pengembangan pariwisata, serta kebudayaan sebagai sebagai objek destinasi pariwisata yang ditunjang jejak historis yang sangat panjang. Dimulai dari zaman kerajaan, feodalisme, kolonialisme (onder afdeling Mandar) hingga sampai saat ini diyakini dapat menunjang daya tarik bagi wisatawan berkunjung ke Majene.

Berbagai kebijakan strategis dan teknis sejatinya telah dioperasionalkan Pemkab Majene. Secara dokumentatif, tertuang dalam RPJMD Majene tahun 2021-2026, dimana pada salah satu visinya adalah menjadikan kabupaten yang mandiri, dimanifestasikan sebagai terwujudnya kemandirian ekonomi berbasis potensi sumber daya alam yang berbasis kearifan lokal untuk menciptakan stabilitas pertumbuhan ekonomi, dengan salah satu instumennya adalah melalui pengembangan pariwisata daerah.

Implementasi dari kebijakan normatif tersebut telah dilaksanakan. Tidak sedikit alokasi anggaran yang sudah didistribusikan untuk menunjang pengembangan pariwisata baik itu wisata objek kekayaan alam maupun kekayaan budaya.

Secara konsep normatif pada dasarnya sudah mendeskripsikan keseriusan Pemda dalam meningkatkan produktifitas ekonomi daerah, namun secara operasional tekhnis belum mampu terjabarkan komprehensif.

Perlu ada terobosan khusus untuk mengoptimalkan kebijakan tersebut. Setiap destinasi wisata harus memiliki sisi unik masing-masing. Semakin khas dan menarik tempat wisata, diyakini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung.

Kalau destinasi biasa saja, dimana pun bisa ditemui, maka harus dicari keunikan yang bisa menguatkan karakter. Sehingga dapat meningkatkan daya saing serta daya tarik itu sendiri.

Sesungguhnya, secara peluang Majene merupakan lokus pengembangan pendidikan di wilayah Sulbar. Perkembangan pendidikan di Majene berkembang sangat pesat. Infrastruktur dan suprastruktur pendidikan secara akseleratif terkonstruksi dengan baik.

Selain itu, laju perkembangan penduduk (SDM) juga makin bertambah dengan banyaknya mahasiswa yang melanjutkan studi di Majene. Ini harusnya menjadi modal dan peluang yang sangat esensial meningkatkan produktifitas ekonomi daerah berbasis pariwisata pendidikan.

Dari aspek peluang pengembangan pariwisata di ‘Kota Pendidikan’ dapat berjalan sinergis dan produktif jika dimanfaatkan dengan baik. Jika kita bisa mengacu Kota Yogyakarta yang mampu mengintegrasikan kebijakan sebagai wilayah pusat pengembangan pendidikan dan pengembangan destinasi wisata.

Memang terkesan kurang ideal kalau membandingkan secara langsung, tapi setidaknya kita harus melakukan terobosan langkah dengan menjadikannya sebagai contoh penerapan implementasi kebijakan.

Tantangan yang pertama adalah menciptakan kepedulian dan partisipasi masyarakat sebagai subjek pengembangan pariwisata. Tak dapat dipungkiri, kultur masyarakat Majene masih sangat kental dengan nilai-nilai kearifan lokal seharusnya menjadi modal penting menarik minat wisatawan berkunjung.

Dengan penguatan kapasitas yang lebih baik, seharusnya dapat memanfaatkan momentum yang secara langsung dapat meningkatkan perekonomian rumah tangganya sendiri. Kemudian, yang kedua adalah penguatan kebijakan pemerintah melalui pembentukan kelompok sadar wisata dan kampung wisata yang mengejewantahkan konsep padat karya yang dapat menggerakkan ekonomi lokal.

Ketiga, melestarikan situs cagar budaya melalui peningkatan aksesibilitas terhadap situs budaya. Sehingga memudahkan wisatawan untuk berkunjung, baik global maupun lokal. (***)

  • Bagikan