Puasa: Meneladani Sifat Allah dan Rasul-Nya

  • Bagikan

KALAU mau melihat hakikat manusia yang sejati; yaitu yang meneladani sifat-sifat Allah dan mengamalkan secara utuh sisi kemanusiaan Nabi Muhammad SAW, maka cermati mereka di bulan Ramadan ini.

Oleh: Husain Alfulmasi

Ramadan menurut bahasa berarti yang membakar dan meluluhkan. Membakar seluruh dosa yang telah lalu serta membendung kekuatan jahat yang akan menggerogoti manusia. Fungsi puasa yang mampu membakar dosa yang lalu itu hanya dapat terwujud bila puasa dilaksanakan karena Allah semata-mata.

Demikian pula puasa mampu membendung kekuatan jahat cukup hanya dengan mengendalikan syahwat konsumtif (tidak makan-minum) dan syahwat biologis (tidak bercumbu dan bercinta dengan pasangan resmi di siang Ramadhan) serta mengendalikan syahwat psikologis (tidak mudah marah, emosi, dan menahan diri dari iri, takabbur dan kikir).

Bila ketiga syahwat itu dapat dikendalikan maka orang yang berpuasa akan naik tingkat meneladani sifat-sifat Tuhan; yaitu Penyayang dan Pengasih. Dari puasa yang sedang dilaksanakan akan terasa baginya betapa beratnya menahan lapar, haus dan dari segala yang bisa merusak puasa.

Terbayanglah betapa lebih beratnya bagi saudara-saudaranya yang berada di garis kemiskinan yang baginya sama saja keadaannya bulan Ramadhan atau bukan bulan Ramadhan mereka tetap susah makan dan hidup melarat. Tak terasa berkat puasa mampu menguak sifat pengasih dan penyayangnya hingga ia dengan ikhlas menyantuni dan mendermakan sebagian hartanya untuk pakir dan miskin.

Puasa sungguh ujian berat untuk tetap sabar. Sabar merupakan sifat Tuhan yang berat dilakoni manusia secara umum, namun bagi yang berpuasa hal itu mudah saja. Suguhan nikmat beraneka ragam lagi halal dan tayyib tak disentuh sedikitpun karena belum waktunya.

Itu artinya, jangankan yang halal mampu dia tinggalkan apalagi yang syubhat (yang tidak jelas halal-haramnya) dan terlebih yang memang sangat jelas haramnya. Puasa mengajarkan juga untuk selalu menebar Salam yang juga salah satu sifat Tuhan namun jamak manusia lupakan.

Puasa membimbing untuk berbicara dan bersikap yang tak menimbulkan kegaduhan. Bukan hanya syahwat perut yang dipuasakan, tetapi juga syahwat merundung orang, menzalimi dengan lisan dan memprovokasi anarkis. Puasanya senantiasa diusahakan agar dapat menciptakan salam kedamaian dalam masyarakat.

Tak hanya itu, puasa menuntun untuk mengamalkan sifat-sifat kemanusiaan yang agung Rasulullah SAW yaitu sidqu (jujur), amanah (bertanggungjawab), tablig (menyampaikan apa adanya) dan fathanah (cerdas dan cermat). Puasa membimbing kejujuran dan menegakkan kejujuran.

Tak ada satupun yang tahu kalau saja dia ingin membatalkan puasa, tapi enggan dilakukan karena dia jujur pada diri sendiri. Tak mungkin juga dia berdusta sebab sejak sahur hingga magrib buka puasa jujur dan amanah dia pegang teguh. Sungguh puasa luar biasa menuntun pelakunya meneladani sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya. (***)

  • Bagikan