Sekomandi Dipamerkan di Dubai, Menenun Sejarah Peradaban Maha Karya Kalumpang

  • Bagikan

Raut bahagia terpancar dari wajah pegiat tenun Sekomandi, Bungalia, tatkala ditanya soal hasil tenunnya yang berhasil menembus event internasional. Yakni Dubai Expo 2020, di Uni Emirat Arab.

Oleh:
Adhe Junaedi Sholat
(Jurnalis Radar Sulbar)

Bisa dibilang hampir setiap hari, Bunga, sapaan akrabnya, melakukan aktivitas menenun Sekomandi di rumahnya di Desa Bambu Kecamatan Mamuju. Ia dibantu oleh rekannya, sesama warga Desa Karataun Kecamatan Kalumpang.
Dimulai dari pukul 05.00 wita hingga malam hari, proses menenun dimulai. Dalam membuat satu produk Sekomandi, waktu yang dibutuhkan terbilang tak sedikit. Paling tidak, butuh minimal dua hingga tiga bulan sampai menjadi kain siap pakai.

Proses pertama dimulai dari pemetikan buah kapas yang didapatkan dari tanaman kapas. Tanaman itu sendiri ditanam tak jauh dari rumah Bunga. Ada juga kapas yang ditanam secara massal di kampungnya di Kalumpang. Kapas dipanen sekira enam hingga tujuh bulan setelah ditanam.

Setelah mendapatkan buah kapas, buahnya dipisahkan dari kulitnya. Lalu memisahkan biji dari kapasnya. Kemudian, dikumpulkan menjadi satu dalam wadah sebelum masuk pada proses te’te’. Setelah menghasilkan kapas yang lembut, proses selanjutnya yakni loli.

Jika proses tersebut sudah dilakukan, maka masuk proses mangngunu’ atau pemintalan. Pemintalan sendiri merupakan istilah teknis dalam dunia tekstil untuk pembuatan benang.

Setelah proses pemintalan selesai, benang diikat lalu dikumpulkan hingga untuk proses pewarnaan. Proses pewarnaan cukup lama, bisa memakan waktu satu sampai dua bulan. Semakin lama kualitasnya semakin bagus.
Pewarnaannya sendiri menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman. Untuk warna dasar membutuhkan waktu 14 hari sampai warna matang dan untuk mendapatkan warna motif yang benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang.

“Biasanya dikasih bumbu setiap hari selama 40 hari untuk mendapatkan warna alami. Bumbunya itu dari cabai rawit, laos, kemiri, jahe, lengkuas, kapur sirih dan tumbuhan alami lainnya. Ada juga tambahan dari kulit akar kayu palli. Kulit akar itu dikeringkan lalu dibakar, kemudian abunya dituang ke air, lalu airnya dicampur ke bumbu tadi,” terang Bunga, di sela kesibukannya memintal benang, Sabtu 12 Maret 2022.

Setelah diwarnai benang kemudian disimpan hingga dua bulan lamanya. Penyimpanan dimaksudkan agar warna dari bahan alami benar-benar menyerap ke dalam benang serta warnanya bisa merekat dengan kuat dan tidak mudah luntur.

Setelah benang memiliki warna dasar, langkah selanjutnya adalah Sumau’ atau pembentukan motif. Proses ini dilakukan dengan cara mengikat benang yang sudah dipintal dengan tali rafia untuk membentuk motif. Alatnya sendiri disebut Katadan. Lama pengerjaan motif juga bisa sampai berbulan-bulan.

Ini adalah proses penting yang membutuhkan konsentrasi tinggi, sebab jika ada satu benang yang tidak diatur sesuai pola, maka keseluruhan pola atau motif akan berantakan. Jika semua benang-benang tersebut sudah diatur satu persatu sesuai dengan pola atau motif, benang tersebut sudah siap untuk ditenun.

Langkah terakhir yakni proses menenun. Alatnya sendiri disebut dengan Gedogan. Alatnya terbuat dari bambu dan kayu, yang fungsinya hanya untuk mengaitkan benang lungsi saja. Terdapat dua ujung bilah kayu dan bambu pada alat ini. Ujung pertama dikaitkan pada tiang atau pondasi rumah, sedangkan ujung satunya diikat pada badan penenun.

Pada saat menenun, posisi penenun duduk di lantai kemudian mulailah penenun menenun dengan meletakkan benang lungsi dan pakan secara bergantian. Alat tenun Gedogan tidak hanya menghasilkan sehelai kain tenun yang indah tetapi juga menghasilkan kain tenun yang berkualitas tinggi karena dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti sehingga memakan waktu yang lama.

“Segala proses yang rumit dan panjang itu sehingga harga dari Sekomandi, mahal. Tapi, yang mengatakan mahal rata-rata karena tidak tahu proses panjangnya. Apalagi, dalam setiap prosesnya dibuat dengan alat-alat tradisional,” ungkapnya.

Di sela-sela percakapan, Bunga juga menceritakan sejarah Sekomandi bermotif Ulukarua. Motif tersebut ditemukan pertama kali di Dusun Lebani, Desa Karataun, Kecamatan Kalumpang. Motif itu ditemukan di salah satu gua di Karataun, saat kakeknya berburu.

Saat berburu, seekor anjing neneknya itu tiba-tiba masuk ke dalam gua. Anjingnya seharian tidak keluar-keluar dari gua, hingga kakeknya berpikir bahwa anjingnya itu sudah mati. Namun, setelah berjam-jam anjing tersebut keluar sambil menggigit kain bermotif Ulukarua. Kain itu kemudian dibawa pulang ke rumah.

“Sejak saat itu, saya puya kakek kemudian seperti diilhami, dibisiki terus agar membuat motif Ulukarua. Setia saat ia dibisik bagaimana cara membuat motif itu. Dia kerja terus sampai selesai itu kain,” sebutnya.

Bungalia menjelaskan, arti Ulukarua adalah Ulu berarti kepala dan Karua yaitu delapan. Itu berarti delapan kepala atau delapan penguasa dalam satu kampung. Seperti Tobara’, Tobara’ Bondan, Tobara’ Pendamping, Tomakaka dan seterusnya.

“Di Kalumpang memang sudah ada tenunan yang sudah dibikin nenek moyang. Tapi hanya tidak bermotif, hanya polos putih. Kain itu digunakan sebagai selimut,” ungkapnya.

Hingga akhirnya beberapa lembar kain Sekomandi berhasil dipamerkan di Dubai Expo 2020 berkat dorongan dari Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulbar. Kain yang dibawa ke Dubai pun bukan kain sembarangan, tapi memiliki sejarah.

Ia pun merasa sangat bahagia sebab kain khas Kalumpang, itu bisa dipamerkan di event internasional. Hal itu menunjukkan jika Sekomandi juga merupakan warisan dunia yang patut diwarsikan. “Bahkan ada kain yang usianya 105 tahun, tapi tidak saya izinkan. Itu juga tidak saya jual. Itu Sekomandi punya sejarah dan budaya,” ungkapnya.

Bunga juga mengaku, berbagi nagara telah banyak mengincar Sekomandi. Paling banyak dari Belanda, Jepang dan Australia. Apalagi, sejak dulu Sekomandi memang sengaja dibawa ke Bali dan Toraja. Sebab dua daerah itu merupakan daerah tujuan wisata dari wisatawan luar negeri. Harga Sekomandi sendiri, kata dia, bervariasi bergantung ukuran dan tingkat kerumitan serta sejarahnya. Mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 35 juta.

Kepala KPw BI Sulbar, Hermanto mengaku, BI mengirim produk dari seluruh Indonesia. Salah satunya dari Sulbar, yakni Tenun Sekomandi, yang dikerjakan UMKM Ulukarua di Mamuju. Hermanto mengaku, keikutsertaan Sekomandi pada forum bisnis di timur tengah itu dapat mendongkrak permintaan dan penjualan luar negeri.

Menurutnya, kualitas Sekomandi yang dihasilkan UMKM binaannya telah memenuhi standar internasional. Pemilihan produk untuk diikutkan ke Dubai Expo 2020 dilakukan secara ketat dengan memilah kualitas.
“Jadi, bagaimana kita memasarkan secara luas. Pemilihannya itu tidak bisa main-main ya. Tentunya dengan pemilihan kualitas produk terbaik,” kata Hermanto.

Pihaknya berharap, kain Sekomandi tidak hanya dikenal di Indonesia tapi juga di luar negeri. “Kita berharap jika semakin dikenal, permintaan akan semakin meningkat, penjualan meningkat,” sebut Hermanto.

Dubai Expo 2020 sendiri mulai dilaksanakan sejak 1 Oktober 2021 hingga akhir Maret 2022. Dubai Expo baru terlaksana akibat pandemi Covid-19. Seluruh produk dari Indonesia ditampilkan di area Paviliun Indonesia pada Dubai Expo 2020, Uni Emirat Arab. Hingga Kamis 10 Maret, jumlah pengunjung Paviliun Indonesia telah mencapai lebih dari 1,5 juta orang. (***)

  • Bagikan