Sainte Lague

  • Bagikan

Oleh: M Danial

Seorang matematikawan Prancis yang merupakan pionir bidang teori graf pada 1910, diabadikan namanya sebagai metode pengukuran proporsionalitas hasil pemilu dan metode konversi perolehan suara partai menjadi kursi caleg dalam pemilu sistem proporsional terbuka.

Ilmuwan Andre Sainte Lague, kelahiran Casteljaloux, Prancis 20 April 1882, namanya dikenang dan diabadikan dalam metode penghitungan suara pemilu. Populer dengan sebutan metode Sainte Lague.

Sebagaimana Pemilu 2019 lalu, metode Sainte Lague digunakan dalam penghitungan  penetapan kursi calon terpilih DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan (Dapil).

Pasal 415 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebut penghitungan perolehan kursi DPR, suara sah setiap parpol yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat 1 dibagi dengan bilangan pembagi dan diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya. Metode itu dikenal dengan sebutan Sainte Legue untuk penghitungan perolehan kursi di setiap Dapil.

Contohnya, di satu dapil tersedia lima kursi. Parpol Kelapa memperoleh 36.000 suara, parpol Pisang 18.000 suara, parpol Mangga 12.000 suara, parpol Durian 9.000 suara, dan parpol Delima 6.000 suara.

Penghitungan kursi pertama, jumlah suara masing-masing parpol dibagi dengan angka ganjil 1. Maka yang mendapatkan kursi pertama adalah parpol Kelapa dengan perolehan suara paling banyak: 36.000 : 1 = 36.000 suara.

Untuk kursi kedua karena parpol Kelapa sudah mendapat kursi pada pembagian tahap pertama, maka untuk kursi kedua perolehan suaranya (36.000) dibagi 3. Sementara parpol Pisang, Mangga, Durian dan Delima tetap dibagi 1. 

Penghitungan kursi tahap kedua, parpol Kelapa 36.000 : 3 = 12.000. Sedangkan, parpol lain hasilnya sama dengan perolehan suara.  Dengan demikian kursi kedua diperoleh parpol Pisang yang memiliki 18.000 suara, jumlah terbanyak dibandingkan tiga parpol lainnya.

Selanjutnya menentukan kursi ketiga dan seterusnya dilakukan dengan mengurutkan langkah selanjutnya. 

Jumlah suara parpol Kelapa dan Pisang dibagi dengan angka 3. Sedangkan parpol Mangga, Durian dan Delima tetap dibagi  1 (satu) karena belum mendapatkan kursi pembagian tahap pertama dan kedua.

Parpol Kepala 36.000 : 3 = 12.000, parpol Pisang 18.000  : 3 = 6.000, parpol Mangga 15.000 : 1 = 15.000, parpol Durian 9.000 : 1 = 9.000, dan parpol Delima 6.000 : 1 = 6.000. Hasilnya, kursi ketiga menjadi hak parpol Mangga yang memiliki 15.000 suara, jumlah terbanyak dalam perhitungan kursi tahap ketiga.

Selanjutnya perebutan kursi keempat, tiga parpol (Kepala, Pisang, dan Mangga) total perolehan suaranya masing-masing dibagi dengan angka 3, sedangkan parpol Durian dan Delima tetap dibagi angka 1.

Parpol Kelapa 36.000 : 3 = 12.000, Pisang 18.000 : 3 = 6.000, Mangga 15.000 : 3 = 5.000. Lalu parpol Durian 9.000 : 1 = 9.000, dan Delima 6.000 : 1 = 6.000. Karena perolehan suara sebanhak 12.000 pada penghitungan kursi keempat, maka parpol Kelapa berhak mendapat kursi kedua.

Adapun kursi terakhir atau kursi kelima, parpol Kelapa yang sudah mendapat dua kursi (kursi pertama dan kursi keempat), maka untuk pembagian kursi selanjutnya total suara parpol Kelapa (36.000) dibagi dengan angka 5. Sementara parpol Pisang dan Mangga dibagi tiga, sedangkan parpol Durian dan Delima tetap dibagi satu. 

Hasilnya, parpol Kepala 36.000 : 5 = 7.200, parpol Pisang 18.000 : 3 = 6.000, parpol Mangga 15.000 : 3 = 5.000, parpol Durian 9.000 : 1 = 9.000, dan partai Delima  6.000 : 1 = 6.000. 

Parpol Durian yang memiliki jumlah suara tertinggi pada penghitungan kursi kelima sebanyak 9.000, maka berhak mendapatkan kursi terakhir di Dapil tersebut.

Dari lima kursi di Dapil tersebut, hasil penghitungan perolehan kursi  terbagi habis. Parpol Kelapa mengoleksi dua kursi. Parpol Pisang, Mangga, dan Durian masing-masing satu kursi. Parpol Delima dengan perolehan suara paling sedikit menjadi satu-satunya yang tidak memperoleh kursi di Dapil tersebut.

Memerhatikan ilustrasi tersebut, beberapa teman yang beberapa waktu belakangan aktif menjadi pendamping bacaleg menyatakan harus kembali menghitung cermat  target perolehan suara calegnya pada pemilu 14 Februari nanti.

“Kami harus menghitung ulang proyeksi kantong-kantong suara, harus juga lebih intensif sosialisasi kepada pendukung tata cara mencoblos. Coblos caleg coblos juga partai,” begitu pengakuan seorang tim sukses.

Rupanya kebanyakan tim sukses hanya berpikir bagaimana mencari pendukung calegnya. Tatacara penghitungan perolehan kursi masih awam bagi banyak orang, termasuk tim sukses bahkan bacaleg.

Idealnya mereka jangan salah paham cara penghitungan dan konversi suara menjadi kursi.  Atau harga kursi caleg dengan metode Sainte Lague. (*)

  • Bagikan