Penulis: dr. Latifa Fadillah (Dokter Umum Puskesmas Sendana II Majene)
DALAM kehidupan sehari-hari secara sadar seseorang sering terpapar oleh asap, antara lain asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap pembakaran sampah, asap pabrik, asap masakan dan asap lain-lainnya.
Asap merupakan suatu suspensi dari partikel kecil di udara yang berasal dari sisa-sisa pembakaran yang tidak sempurna dari suatu bahan bakar. Semakin sering seseorang terpapar dengan asap, semakin besar pula peluang orang tersebut untuk mengalami gangguan pada saluran pernapasan.
Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah yang terkenal dengan makanan khas Mandar. Rerata suku mandar bekerja sebagai nelayan, petani dan buruh lepas serta pedagang. Mayoritas pedagang menjual makanan khas Mandar yaitu ikan asap, bolu paranggi, Jepa, dan berbagai pengolahan makanan dengan cara dibakar atau pengasapan. Lokasi dan letak penjualan umumnya berada di pinggir jalan poros untuk menarik perhatian pengendara yang berlalu-lalang.
Karena Sulawesi Barat merupakan penghubung antara 2 provinsi yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, sehingga jalan poros pusat penjualan tidak pernah sepi pengunjung. Tingginya permintaan pasar akan merangsang peningkatan kapasitas produksi pembuatan makanan khas Mandar sehingga aktifitas pembakaran juga meningkat.
Salah satu contoh pekerjaan yang sering terpapar oleh asap adalah juru masak. Seorang juru masak bekerja saat proses pengasapan selama 6 sampai 12 jam setiap harinya.
Lokasi pedagang juga berada di jalan poros dimana polusi dari asap kendaraan yang lewat menambah polusi udara sekitar. Semakin lama durasi bekerja, semakin banyak zat-zat iritan yang terhirup di udara yang bersumber dari asap pebakaran maupun polusi kendaraan sekitar.
Tak hanya terhirup dari asap pembakaran juga dari asap emisi kendaraan. Banyaknya zat berbahaya yang bercampur di udara dapat memicu timbulnya gangguan fungsi paru pada pekerja di bagian pengasapan.
Adapun polutan yang sering menyebabkan masalah kesehatan pada masyarakat yakni materi partikulat atau particulate matter, karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.
Karbon monoksida merupakan salah satu zat kimiawi yang terdapat pada asap hasil pembakaran bensin, kayu, arang, atau bahan bakar lainnya. Karbon monoksida adalah gas yang tidak berbau dan sangat beracun yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna hidrokarbon.
Paparan yang berlangsung lama dan terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada darah dan bisa menyebabkan keracunan.
Zat berbahaya lain selain karbon monoksida yaitu materi partikulat atau particulate matter dimana paparan jangka pendek partikulat ini dalam jam atau hari dapat memperburuk penyakit paru-paru, menyebabkan serangan asma dan bronkitis akut, dan juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Paparan kronis pada zat ini menyebabkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular dan kanker paru.
International Labour Organization (ILO) tahun 2005 memperkirakan insiden rata-rata penyakit paru akibat kerja sekitar satu kasus per 1000 pekerja setiap tahun. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa pada negara berkembang setidaknya 400 sampai 500 juta orang terserang penyakit pernapasan dari akut sampai kronis.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan bahwa angka kematian yang terkait dengan penyakit paru akibat kerja sekitar 70 persen dari total kematian akibat kerja. Data Riskesdas tahun 2015 menunjukkan bahwa penyakit paru obtruktif kronik (PPOK) mempengaruh produktivitas kerja sebesar 3,8 persen.
Umumnya pedagang di sektor informal di Indonesia tidak menggunakan alat perlindungan diri seperti masker untuk mengurangi dampak dari pencemaran asap yang dihasilkan, maka pedagang yang berkerja di bagian pengasapan adalah orang-orang yang sangat berisiko mengalami gangguan fungsi paru akibat asap pembakaran arang tersebut. Perempuan bukan perokok apabila terpapar dengan asap pembakaran bersuhu tinggi, memiliki risiko menderita kanker paru lebih tinggi dan risiko tersebut semakin tinggi jika asap tidak dikurangi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi paru oleh penulis pada semua pekerja pengolahan makanan khas mandar berjumlah 100 orang di kecamatan tubo sendana ditemukan 94% pekerja mengalami gangguan fungsi paru yang berat dan beberapa memiliki keluhan pernapasan seperti batuk dan sesak. Keadaan ini sangat memprihatinkan, karena kurangnya edukasi terhadap para pekerja setempat tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
Pemakaian alat pelindung diri (masker) oleh pekerja di tempat kerja yang udaranya banyak mengandung asap maupun debu merupakan upaya mengurangi masuknya partikel kedalam saluran pernapasan dan menurunkan resiko gangguan pernapasan dan kanker paru.
Perlunya peran dari pemerintah baik dinas kesehatan dan dinas ketenagakerjaan untuk lebih memperhatikan kesehatan pekerja di sektor informal. Dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan pembagian alat pelindung diri yang sesuai untuk para pekerja, karna penggunaan masker saat bekerja di depan asap pembakaran berbeda dengan masker sehari-hari yang digunakan. Karena partikel asap yang ukurannya cukup kecil, dibutuhkan masker standar yang mampu menghalangi atau mengurangi jumlah asap masuk ke paru-paru saat bekerja. (*)