Misteri Terminal Lucidity: Kilasan Kesadaran Menjelang Ajal

  • Bagikan
Dokter Koboi

Oleh: dr Wachyudi Muchain SKed SH M.Kes CMed (Dokter Koboi)

Di suatu malam yang sunyi di ruang perawatan intensif, seorang ibu tua yang telah lama terbaring tanpa respons tiba-tiba membuka matanya. Tangannya menggenggam lembut jemari anaknya, dan dengan suara pelan namun jelas ia berkata, “Kamu sudah makan, Nak?”

Sang anak terdiam, matanya basah. Sebab selama berminggu-minggu, ibunya hanya diam, tak mengenali siapa pun, bahkan tak mampu membuka mata. Dan kini, di ujung waktu, hadir kembali seakan tak pernah pergi.

Fenomena ini bukan hal baru. Para dokter dan perawat di ruang-ruang ujung kehidupan telah berkali-kali menyaksikannya. Pasien yang semula tak sadar, kehilangan ingatan, bahkan hampir koma, tiba-tiba menunjukkan kilasan kesadaran yang menggetarkan hati: berbicara, mengenali orang-orang tercinta, meminta makanan, atau tertawa kecil.

Inilah yang disebut Terminal Lucidity — kilasan kesadaran yang muncul tiba-tiba, sesaat sebelum ajal tiba.

Hingga kini, dunia kedokteran masih mencari jawaban pasti. Apa sebenarnya yang terjadi di detik-detik terakhir hidup seseorang, ketika tiba-tiba kesadaran itu kembali seolah tak pernah benar-benar hilang?

Beberapa ilmuwan percaya, otak di ambang kematian melepaskan gelombang terakhir zat-zat kimia yang kuat—dopamin, serotonin—seperti letupan kecil kehidupan sebelum benar-benar padam. Saat itulah, bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup oleh kabut penyakit terbuka sejenak. Ingatan muncul. Kesadaran bangkit. Seperti lilin yang menyala paling terang sesaat sebelum padam.

Ada juga teori yang mengatakan bahwa tubuh, ketika menyadari kematian sudah dekat, secara alami mengarahkan aliran darah ke bagian-bagian otak yang paling penting—pusat bahasa, emosi, dan memori. Seakan tubuh memberi ruang terakhir bagi jiwa untuk menyampaikan pesan perpisahan.

Namun di luar semua teori, ada pula yang percaya bahwa ini bukan sekadar reaksi biologis. Bahwa mungkin, di antara dunia nyata dan alam keabadian, ada jendela kecil yang terbuka sebentar—cukup untuk satu pelukan, satu senyuman, satu kata terakhir yang menyatukan kembali hati-hati yang telah lama menanti.

Entah dari sisi medis, psikologis, atau spiritual, satu hal pasti: terminal lucidity adalah momen langka yang penuh makna. Sebuah isyarat bahwa sebelum seseorang pergi, ada ruang sejenak bagi jiwa untuk berpulang dengan cara yang paling manusiawi—penuh cinta, sadar, dan damai.

Ia mengingatkan kita bahwa kematian bukan selalu tentang perpisahan yang dingin. Kadang, ia datang dalam bentuk pertemuan yang hangat. Dalam pelukan yang tertunda. Dalam kalimat terakhir yang begitu berarti: “Aku sayang kamu.”

Semoga kita semua, ketika waktunya tiba, dipanggil dalam keadaan khusnul khotimah dengan kesadaran penuh, wajah tenang, dan hati yang telah siap pulang sang pencipta Allah SWT. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version