Sejarah Valentine tersebut paling banyak dipercaya karena disebutkan meninggakan catatan perpisahan untuk putri penjaga penjara yang menemaninya dengan tulisan ‘From Your Valentine’. Atas jasanya, Valentine dinobatkan sebagai orang suci hingga disebut Santo Valentine.
Versi kedua Hari Valentine berkaitan dengan Festival Lupercalia pada 15 Februari. Disebutkan bahwa Valentine berasal dari festival tersebut, sebuah tradisi Romawi Kuno yang tidak terlepas dari hal-hal berbau seks sebagai salah satu tradisi untuk menghormati Dewa Kesuburan pada zaman pra Romawi. Namun tradisi tersebut dinilai tidak bermoral dan tidak melambangkan kasih sayang.
Hingga kini dua versi sejarah itu melekat pada Hari Valentine yang dirayakan di berbagai negara dengan berbagai cara, termasuk di Indonesia. Hari Valentine kerap diidentikkan dengan cokelat, kartu ucapan, bunga, hingga berbagai ornamen hati dan warna pink.
Hari pemungutan suara Pemilu 2024 yang bertepatan dengan hari kasih sayang, sangat tepat menjadi pengingat bagi pemilih agar menggunakan hak pilihnya dengan hati. Bukan memilih asal memilih atau karena iming-iming tertentu yang merusak demokrasi.
Kaum milenial yang merupakan jumlah terbesar pemilih Pemilu 2024 sangat penting menjadi pelopor untuk memilih karena pemahaman dan kesadaran sebagai pemilik masa depan. Pemilu di hari kasih sayang adalah momentum bagi kaum muda untuk menjadi pelopor mengikis kebiasaan buruk yang menjadi tradisi setiap kontestasi elektoral yang mengabaikan norma agama dan hukum setiap kontestasi elektoral. Yaitu budaya pragmatisme dan politik uang.
Memilih dengan hati merupakan cara terbaik mengekspresikan cinta kepada diri sendiri dan orang lain. Merupakan juga momentum untuk berusaha memberi yang terbaik dan bermanfaat bagi orang banyak dan Indonesia. Merayakan hari kasih sayang dengan memberi suara dari hati, bukan karena intimidasi atau uang. Pemilu 2024 sebagai hari istimewa. Hari kasih sayang dan kasih suara, bukan hari kasih uang. (*)