Antisipasi Rambatan Krisis Global, Ekonomi Dunia Bakal Melambat

  • Bagikan
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.--Dok Jawa Pos--

JAKARTA, RADARSULBAR.CO.ID – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus mencermati dinamika perekonomian global. Sebab, pertumbuhan ekonomi dunia 2023 diprakirakan mengalami perlambatan. Sejalan dengan pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang ketat mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat. Serta, mendorong berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju.

“Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 diprakirakan mencapai 2,6 persen. Lebih rendah dari tahun lalu,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan hasil rapat KSSK di LPS Learning Center, kemarin (8/5).

Bersama KSSK, dia berkomitmen akan meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi dalam mengantisipasi dinamika global. Terutama potensi rambatan pada domestik. Sebab, pelemahan ekonomi 2023 tentu bakal memengaruhi kinerja perekonomian daam negeri. Ekspor, harga komoditas, impor, dan investasi akan terpengaruh.

Meskipun, tidak separah seperti prediksi awal yakni resesi. Makanya, harus diwaspadai. Mengingat, perekonomian Indonesia masih menguat hingga kuartal I 2023. Makanya harus menjaga.

Rambatan lainnya yakni, lanjut dia, inflasi di negara maju mulai menunjukkan penurunan. Tapi tetap masih tinggi. “Saya dan pak Perry datang ke spring meeting dan ASEAN+3, semua tetap assesment dari bank sentral negara maju adalah worry mengenai inflasi dan inflasi inti masih sangat tinggi,” imbuh perempuan yang akrab disapa Ani itu.

Meski diprakirakan sudah hampir mencapai puncaknya, suku bunga bank sentral negara maju tetap masih tinggi. Sampai inflasi sudah benar-benar mereda. Dengan demikian, berpotensi akan membuat pelemahan ekonomi global di dua kuartal ke depan.

Selain itu, AS sebagai negara besar memiliki masalah inflasi tinggi, krisis perbankan, dan dihadapkan pada potensi gagal bayar utang. Utang Negeri Paman Sam itu mencapai USD 31,4 triliun atau sekitar Rp 461 quadriliun. Parlemen dan pemerintah setempat belum sepakat mengenai peningkatan batas utang.

“Sehingga memberikan ketidakpastian pada kebijakan fiskal (Indonesia). Ekspor, impor, harga komoditas, dan capital flow juga akan sangat dipengaruhi suasana global,” bebernya.

Makanya, kondisi ekonomi Indonesia yang membaik tentu berpengaruh ke fiskal. Kinerja Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sampai triwulan I 2023 tetap positif. Hal ini ditandai dengan kinerja pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi dan realisasi belanja yang mampu menopang pemulihan ekonomi.

Realisasi pendapatan negara selama triwulan I 2023 mencapai Rp 647,15 triliun atau 26,27 persen dari target APBN dan tumbuh sebesar 28,98 persen year-on-urat (YoY). Pada periode yang sama, penyerapan belanja negara mencapai Rp 518,66 triliun.

Posisi fiskal pemerintah relatif kuat. Tercermin dari surplus pada keseimbangan primer senilai Rp 228,76 triliun. Serta, surplus keseimbangan fiskal sebesar Rp128,50 triliun, ekuivalen dengan 0,61 persen produk domestik bruto (PDB).

“Di tengah dinamika perekonomian global yang masih dibayangi ketidakpastian, APBN 2023 dirancang sangat konservatif namun tetap memberikan ruang yang memadai untuk berperan sebagai shock absorber,” ucap Ani.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis rupiah semakin menguat ke arah nilai fundamentalnya. Mendukung inflasi lebih rendah, imbal hasil surat utang semakin menarik, capital inflow meningkat, cadangan devisa lebih tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang positif. “Itu semua faktor-faktor fundamental penguatan atau setidaknya penguatan stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.

BI meyakini bahwa suku bunga acuan di level 5,75 persen memadai untuk mengarahkan inflasi inti dan indek harga konsumen (IHK) terkendali dalam kisaran 3 persen di sisa 2023. Bahkan, lebih awal dari prakiraan sebelumnya.

Operasi moneter terus diperkuat untuk meningkatkan efektivitas transmisi. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah. Termasuk pengelolaan devisa hasil ekspor melalui implementasi Term Deposit valas Devisa Hasil Ekspor sesuai dengan mekanisme pasar. (jpg)

  • Bagikan

Exit mobile version