Penetapan Harga TBS, Dewan Minta Dikembalikan ke Kabupaten

  • Bagikan
RAPAT. Sejumlah Anggota Komisi II DPRD Pasangkayu, melaksanakan rapat di gedung DPRD Pasangkayu, beberapa hari lalu.--Hasnur/Radar Sulbar--

PASANGKAYU, RADAR SULBAR – Anggota Komisi II DPRD Pasangkayu, Herman Yunus, menganggap kewenangan penetapan harga Tandan Buah Sawit (TBS) ditingkat pemprov kurang tepat. Menurut Herman, seharusnya dilakukan ditingkat kabupaten.

Berbagai pertimbangan Herman, bahwa pemilik lahan hak guna usaha (HGU) perusahaan sawit adalah kabupaten dan permasalah yang timbul karena penetapan TBS tidak sesuai keinginan petani, paling dirasakan pihak pemkab.

“Terkait sistem pengawasan. Birokrasinya akan sangat panjang kalau penetepan TBS di provinsi, sementara petani pasti akan selalu merongrong pemerintah kabupaten. Jadi kalau kewenangan ada di kabupaten, akan mudah menjawab persoalan-persoalan yang timbul,” kata Herman, Senin 6 Februari.

Ia mengaku jika Komisi II DPRD Pasangkayu, bakal membawa persoalan tersebut ke pemerintah pusat. Agar pihak pusat mengetahui pastikeadaan di lapangan.

Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Pasangkayu, Fatmawati menyebutkan, penetepan harga TBS pernah dilakukan ditingkat kabupaten pada tahun 2005 silam, kemudian beralih ke provinsi. Ia mengaku sepakat jika penetapan TBS kembali menjadi kewenangan kabupaten.

Ia mengaku kesulitan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penetapan harga TBS yang telah disepakati. Bahkan pihaknya kadang diremehkan pihak perusahaan.

Didalam tim penetapan harga yang dibentuk Pemrpov Sulbar, Disbunak Pasangkayu hanya sebagai anggota biasa. Bertugas mengumpulkan dokumen dari perusahaan yang dibutuhkan untuk penetapan harga TBS. Karena hanya dalam posisi itu, pihaknya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pengawasan.

“Sebelum penetapan harga TBS, pihak perusahaan berkewajiban memasukan invoice. Didalamnya termuat sejumlah poin untuk menjadi bahan pertimbangan penetepan harga. Tapi perusahaan banyak yang tidak mau menjalankan kewajiban itu. Kami merasa tidak dianggap, tapi kami tidak bisa berbuat banyak,” jelasnya.

Jika penetapan harga TBS menjadi kewenangan kabupaten, maka pemberian sanksi yang lebih tegas kepada pihak perusahaan bisa dilakukan.

Apa lagi kabupaten, selama ini juga telah memiliki kewenangan untuk memberi penilaian usaha perkebunan. Melalui kewenangan itu pemkab bisa menekan perusahaan untuk mematuhi apa yang telah ditetapkan.

“Kami bisa lebih tegas memberi nilai usaha perkebunan. Nilai usaha perkebunan ini sangat penting bagi mereka, karena sebagai dasar untuk mendapat sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil, red). Mereka tidak bisa mendapat ISPO kalau nilainya kelas empat,” tandasnya.(nur/jsm)

  • Bagikan

Exit mobile version