Sulbar dan Pembangunan Tidak Seimbang

  • Bagikan

KONSEP pembangunan tidak seimbang adalah lawan dari konsep pembangunan seimbang. Konsep ini kedengarannya tidak lazim. Tetapi ini merupakan kritik atas kecenderungan pola pembangunan yang berlangsung selama ini. Sebagaimana kecenderungan tindakan serentak di semua sektor ekonomi.

Oleh : Usman Suhuriah
Wakil Ketua DPRD Sulbar I Fraksi Golkar

Diketahui, pembangunan investasi idealnya dilakukan pada sektor terpilih. Alasannya, bila suatu wilayah telah berkembang, maka keuntungan ekonomi yang diperoleh dapat digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian perekonomian secara berangsur bergerak. Bergerak dari lintasan pembangunan tidak seimbang ke arah pembangunan seimbang.

Penganut konsep pembangunan tidak seimbang, A. Hirschman (1958) melihat investasi pada sektor-sektor strategis bisa membuka kesempatan investasi baru serta membuka jalan bagi proses pembangunan selanjutnya. Ia memandang pembangunan merupakan suatu rantai disekuilibrium (ketidakseimbangan) yang harus dipertahankan bukan untuk dihindari.

A. Hirschman menilai bila investasi baru dimulai, bakal memperoleh eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh proyek-proyek sebelumnya, dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi oleh proyek-proyek sebelumnya. Dan dapat dimanfaatkan untuk proyek-proyek selanjutnya.

Pembangunan tidak seimbang merupakan pola pembangunan yang lebih bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan di suatu wilayah. A. Hirschman, mengarahkan beberapa pertimbangan, mengapa konsep pembangunan tidak seimbang menjadi lebih penting. Dilihatnya beberapa hal ; pertama, secara historis proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak yang tidak seimbang. Kedua, untuk meningkatkan efesiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia. Ketiga, pembangunan tidak seimbang berpotensi menimbulkan gangguan-gangguan dalam proses pembangunannya, namun hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi keberlanjutan pembangunan.

Selanjutnya, pembangunan tidak seimbang dianggap lebih sesuai bagi suatu wilayah karena tiap wilayah menghadapi masalah kelangkaan sumberdaya. Bila pembangunan tidak seimbang, maka usaha pembangunan pada suatu periode tertentu dipusatkan pada beberapa sektor yang akan mendorong investasi yang terpengaruh di berbagai sektor. Karenanya, sumberdaya yang sangat langkah dapat digunakan secara lebih efesien ada setiap tahap pembangunan.

Berkaca dengan pembangunan tidak seimbang ke konteks Sulawesi Barat, memunculkan pertanyaan, konsep apa yang dijalankan selama ini dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pembangunan di daerah ini.

Pemerataan pembangunan dengan pola alokasi dan distribusi ke dalam semua sektor dan wilayah merupakan cermin dari pembangunan seimbang. Wilayah kabupaten sebagai lokus program/proyek menerima alokasi distribusi lewat kebijakan anggaran dan non anggaran. Bahwa konsep ini terpilih terutama mengambil alasan untuk membagi secara merata sebagai pertimbangan “keadilan”.

Semula misalnya sektor pariwisata, renstra daerah menetapkan wilayah kelola pembangunan pariwisata adalah Kabupaten Mamasa. Tetapi karena pola pembangunan seimbang, wilayah dan sektor ini tidak sepenuhnya dijadikan sektor terpilih (paling prioritas). Sehingga, setiap isu kepariwisataan dan lokus di masing-masing kabupaten juga mendapatkan kebijakan anggaran dan non anggaran sektor ini.

Berbeda bila dengan konsep pembangunan tidak seimbang. Sektor ini bersungguh-sungguh akan menjadi sektor terpilih. Terpilih dengan segenap sumberdaya yang tersedia diarahkan ke sektor dan di wilayah ini. Dengan mengharap sektor ini setelah bertumbuh akan memberi dampak ke wilayah lain.

Sektor pariwisata ini hanyalah contoh terhadap betapa seluruh sektor dan subsektor diinginkan berjalan serentak. Diharapkan sektor seperti pertanian, tanaman pangan, perikanan, peternakan dst diintervensi melalui konsep seimbang. Namun ke semua sektor tersebut hanya mendapatkan sumberdaya sangat minimal. Sektor tersebut menerima pemencaran anggaran dan non anggaran sebagai sumberdaya pendukung. Sehingga dampak (impact) yang ditimbulkan tidak memperlihatkan hasil maksimal. Malah perkembangannya sangat lambat.

Memilih konsep pembangunan tidak seimbang, memang memerlukan kesediaan para pihak untuk menanggung resiko. Sebagaimana disebutkan di awal bahwa dengan kebijakan ini akan ada “gangguan” dalam prosesnya. Namun mempertahankan pola seimbang, dengan pengalaman yang telah dilewati, adalah nyaris tidak membuahkan hasil signifikan. Sementara diharapkan perkembangan ekonomi pembangunan di daerah ini berlangsung lebih cepat. (***)

  • Bagikan