Indonesia Miliki UU-KUHP Setelah104 Tahun Adopsi Produk Hukum Belanda

  • Bagikan

JAKARTA, RADARSULBAR — Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk kolonial Belanda, kini Indonesia telah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly mengatakan, RUU KUHP Disahkan menjadi Undang Undang melalui Paripurna DPR RI, Selasa 6 Desember 2022.

“Kita patut berbangga karena telah berhasil memiliki KUHP sendiri, hasil pemikiran anak bangsa. Masa berlakunya KUHP Belanda di Indonesia sejak tahun 1918, jika dihitung sampai saat ini, sudah 104 tahun. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaharuan hukum pidana sejak 1963. Ini prestasi besar kita semua!” ujar Yasonna usai rapat paripurna.

Menurutnya, RUU KUHP menjadi titik
awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana.

Disebutkan terdapat tiga pidana yang diatur di dalam KUHP, yaitu pidana pokok,
pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus.

Dalam pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda
saja, tetapi menambahkan pidana , pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial.

Perbedaan yang mendasar, RUU KUHP tidak lagi menempatkan pidana mati
sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus yang diancamkan secara
alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan sepuluh tahun.

Pidana penjara juga direformasi dengan mengatur pedoman mengenai keadaan tertentu agar sedapat mungkin tidak dijatuhkan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana.

Keadaan-keadaan tersebut antara lain,
jika terdakwa adalah anak, baru pertama kali melakukan tindak pidana, termasuk
terdakwa telah berusia diatas 75 tahun, dan beberapa keadaan lainnya.

Diatur pula ketentuan mengenai pengecualian keadaan-keadaan tertentu. Yaitu terhadap pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, atau tindak pidana yang merugikan masyarakat, serta merugikan perekonomian negara.

Selanjutnya, pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu, perampasan barang, pengumuman putusan Hakim, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin, dan pemenuhan kewajiban adat setempat.

Pelaku tindak pidana dapat pula dijatuhi Tindakan, sebagai perwujudan nyata
dari diterapkannya double track system dalam pemidanaan Indonesia. Contohnya, RUU KUHP mengatur Tindakan apa yang dapat dijatuhkan bersama pidana pokok dan Tindakan yang dapat dikenakan kepada seseorang dengan disabilitas mental atau intelektual.

UU KUHP mengatur juga badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dapat dipidana. Penjatuhan pidana pokok, pidana tambahan, dan Tindakan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat dalam korporasi tersebut, baik pengurus yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, hingga pemilik manfaat.

Yasonna menegaskan pembahasan RUU KUHP telah melalui proses secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan, ide dan gagasan dari masyarakat luas. Lalu disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan di seluruh penjuru Indonesia

“Terima kasih kepada seluruh masyarakat atas partisipasi dan dukungannya dalam momen bersejarah ini,” ujar Menteri Yasonna.

Yasonna menghimbau bagi pihak-pihak yang tidak sependapat dengan beberapa substansi di dalam KUHP tersebut, dapat
menyampaikannya melalui mekanisme pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) disertai alasan yang reasonable. (jaf)

  • Bagikan