Ditetapkan Tersangka Suap Perizinan, KPK Tahan Mantan Wali Kota Yogyakarta

  • Bagikan
Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengenakan rompi oranye usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2022. --dok Biro Humas KPK--

JAKARTA, RADARSULBAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, dan tersangka lain terkait kasus dugaan suap terkait dengan perizinan pendirian bangunan apartemen di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Ketiga tersangka lain yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, Triyanto Budi Yuwono selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi, dan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono.

“Agar penyidikan dapat efektif, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama dimulai sejak 3 Juni sampai dengan 22 Juni 2022,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2022.

Haryadi ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Nurwidhihartana di Rutan Polres Jakarta Pusat, Triyanto di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, dan Oon di Rutan KPK pada Kavling C1.

kasus dugaan suap ini bermula pada 2019. Saat itu, Oon selaku Vice President Real Estate PT Summarecon melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT Java Orient Property yang merupakan anak usaha Summarecon, mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) mengatasnamakan PT Java Orient Property untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta.

Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon Nusihono dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017 sampai dengan 2022.

“Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon Nusihono) dan HS (Haryadi Suyuti) antara lain HS berkomitmen akan selalu mengawal permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung,” kata Alex, sapaan Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2022.

Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Haryadi Suyuti yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp50 juta dari ON untuk HS melalui TBY (Triyanto Budi Yuwono) dan juga untuk NWH (Nurwidhihartana),” kata Alex.

Pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT Java Orient Property akhirnya terbit. Oon kemudian menyerahkan uang sebesar USD27.258 kepada Haryadi melalui Triyanto dan Nurwidhihartana.

“ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan Walikota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD27.258 yang dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY (Tiryanto Budi Yuwono) sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH (Nurwidhihartana). Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik,” papar Alex.

KPK menetapkan Haryadi Suyuti, Oon, Nurwidhihartana, dan Triyanto sebagai tersangka dugaan suap Pengurusan Perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta.

“KPK melanjutkan ke tahap penyelidikan dan kemudian menemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” ucap Alex.

Atas perbuatannya, Oon Nusihono selaku tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto selaku tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (fin)

  • Bagikan