Tersangka Disebut Kelainan Mental, Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Santri Tak Bakal Dihentikan

  • Bagikan

MAMUJU – Tersangka dugaan pelecehan seksual yang juga oknum ketua yayasan salah satu pondok pesantren (ponpes) di Mamuju, AR (47), dianggap memiliki kelainan mental. Kendati demikian, tersangka dicap masih dalam kesadaran penuh saat melancarkan aksinya. Tersangka juga dianggap bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Mamuju AKP Rigan Hadi Negara mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan membeberkan hasil psikologi tersangka. Ada ahli yang bisa menyampaikan hal tersebut.

“Mungkin ahlinya nanti yang menyampaikan langsung. Intinya, yang bersangkutan itu dianggap mampu atau bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya untuk sampai saat ini,” kata AKP Rigan, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 1 Maret 2022.

Sehingga, kata Rigan, kasus tersebut tetap akan diproses. Hasil psikologi pun tidak akan mengurangi ancaman hukuman tersangka. “Jadi tidak ada pemikiran bahwa kalau dia (tersangka, red) sakit hasil dari psikologi tersebut, berarti kasus tidak mungkin dilanjut. Itu tidak sama sekali. Kami dari penyidik masih yakin bahwa kasus ini masih bisa kami lanjutkan ke tahap berikutnya,” tegasnya.

Penyidik, lanjut AKP Rigan, telah melengkapi berkas perkara tersangka, meski dalam prosesnya sempat menemui kendala terkait masalah pemeriksaan saksi dan korban.

“Sekarang sudah dilengkapi karena kemarin juga sudah berkoordinasi dengan pihak terkait yang mendampingi. Hari ini (kemarin, red) juga sudah naik ke proses tahap satu,” jelasnya.

Tersangka pun dikenakan Pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 76E UU RI no 17 THN 2016 ttg penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 atas perubahan kedua UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Pasal 289 KUHPidana.

Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Sedangkan Ayat 2 pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

“Nanti, tergantung dari bagaimana pihak penuntut dan juga dari hakim dalam memutuskan. Intinya kami dari kepolisian bukan memandang secara subjektif, tetapi karena perbuatannya memenuhi unsur pasal yang kami tetapkan. Itu yang kita masukkan dalam pemberkasan,” tandasnya. (ajs)

  • Bagikan