Polemik Sampah, Peran Masyarakat dan Pemerintah

  • Bagikan

Warga Desa Paku Polewali Mandar (Polman), memblokade jalan menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Binuang Polman. Aksi ini bentuk protes kepada TPA yang dituding mencemari lingkungan dan lahan pertanian warga sekitar.

Oleh: Nafsiyah, S.Pd

 

“Sudah tidak memungkinkan (kapasitasnya), sudah tidak layak ditempati. TPA ini tidak dikelola sesuai dengan aturan,” ungkap Kepala Desa Paku, Syarifuddin, dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Kamis, 6 Januari 2022.

Rencana pemindahan TPA Paku ke Desa Tamangalle Kecamatan Balanipa, kembali mendapat reaksi penolakan masyarakat. Penempatan TPA baru itu dinilai sangat tidak layak. Ada beberapa faktor yang membuat warga menolak rencana pemindahan ke daerah tersebut. Yakni lokasi TPA dekat dengan pemukiman warga, jalan poros, sekolah dan puskemas.

“Balanipa ini adalah tanah adat. Kita harus mencintai tanah leluhur ini. Apalagi pusat Sulbar dalam sektor sejarah ada di Balanipa,” kata seorang tokoh pemuda Balanipa, Yakub kepada Tribun-Sulbar.com, Rabu 5 Desember 2021.

Permasalahan sampah sangat membutuhkan perhatian serius berbagai pihak dan warga sekitar. Karena untuk saat ini, sampah masih menjadi persoalan yang mendapati kegagalan dalam hal penanganannya.

Padahal jika dilihat dari dampak yang terjadi jika sampah tidak ditangani dengan baik akan berimbas pada menurunnya kualitas kehidupan, keindahan lingkungan dan potensi banjir lebih besar karena tak menutup kemungkinan sampah area tersebut akan menghalangi arus air.

Jika TPA ditempatkan di Balanipa, dimana tempat tersebut tak layak karena berbagai faktor dan dekat pemukiman warga. maka dapat mempengaruhi arus investor daerah, Bahkan sebagaimana menurut ahli kesehatan, polusi sampah mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan.

Hal ini bisa mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit di area polusi sampah tersebut. Seperti infeksi saluran pencernaan, tifus, disentri dan lain-lain. Faktor pembawa penyakit tersebut adalah lalat dan berkembangnya nyamuk yang menginfeksi manusia dikarenakan sampah yang menggunung.

Masalah ini bukan menyangkut satu atau dua orang saja. Namun, berdampak bagi orang banyak. Kita tentu tak menginginkan masalah sampah terus berlanjut dan berharap segera teratasi. Pemasalahan sampah sangat penting dibahas meskipun sudah banyak ulasan ataupun opini-opini lain yang mengungkapnya.

Namun yang perlu ditekankan adalah masalah ini bukan hanya tanggung jawab individu. Melainkan menjadi tanggung jawab bersama. Sebagai warga Indonesia kitalah yang bisa menemukan solusi dan meningkatkan kesadaran terhadap masalah ini.

Solusi Penanganan Sampah dalam Islam

Pertama, Individual. Islam mendorong kesadaran individu terhadap kebersihan hingga level asasi dan prinsipil yaitu keimanan terhadap surga dan neraka. “Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih.” (H.R. Baihaqi).

Pemahaman tentang kebersihan yang mendasar ini menumbuhkan kesadaran individual untuk pemilahan sampah, pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri, serta mengurangi konsumsi.

Pengurangan sampah secara individual dapat dilakukan dengan mengonsumsi sesuatu secukupnya. Makanan misalnya. Cukup ambil sekiranya dapat menghilangkan lapar. Jangan sampai berlebihan dalam mengambil makanan lalu kekenyangan sementara masih tersisa di piring kita.

Upaya minimalisir juga tertancap dalam gaya hidup Islami, karena setiap kepemilikan akan ditanya tashoruf-nya (pemanfaatannya). Bernilai pahala atau berbuah dosa.

Kedua, Komunal. Pada kondisi tertentu, upaya individual menjadi sangat terbatas dalam pengelolaan sampah. Contohnya, pada rumah tangga di lingkungan padat. Acapkali tidak memiliki pengelolaan sampah mandiri. Sehingga hanya mampu mengurangi dan memilah sampah untuk dikumpulkan lalu dipindahkan ke tempat pembuangan berikutnya. Karena itulah upaya pengolahan sampah komunal diperlukan.

Di dalam sebuah hadits dikatakan: “Sesungguhnya allah ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu.” (H.R. At- tirmidzi).

Pengelolaan sampah komunal dilakukan dengan prinsip taawun, bekerja sama dalam kebaikan. Bahkan bisa jadi di antara masyarakat terdapat aghniyaa’ (orang kaya) yang bersedia mewakafkan tanahnya untuk mengelola sampah komunal. Masyarakat dapat dibebani kewajiban membakar, memilah, atau mengelola secara bergantian.

Ketiga, Peran Pemerintah. Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi.

Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).

Sebagai perbandingan, kota-kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Sampah-sampah dapur dibuang penduduk di depan-depan rumah mereka hingga jalan-jalan kotor dan berbau busuk (Mustofa As-Sibo’i, 2011).

Kebersihan membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.

Pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin dalam Islam selain pendidikan dan keamanan.

Pengelolaan sampah masyarakat tak boleh bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah.

Kondisi permukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganannya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat.

Edukasi masyarakat dapat dilakukan pemerintah dengan menyampaikan pengelolaan sampah yang baik merupakan amal shalih yang dicintai Sang Pencipta.

Secara masif disampaikan kepada masyarakat bahwa sebagai khalifah fil’ardh, manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai perlindungan terhadap makhluq Allah selain dirinya. Tertancapnya pemahaman ini akan meruntuhkan penyakit individualisme dalam memandang persoalan sampah.

Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memastikan keberadaan sistem dan instalasi pengelolaan sampah di lingkungan komunal di permukiman yang tidak dapat mengelola sampah secara individual, di apartemen, rumah susun dan permukiman padat misalnya.

Pemerintah harus mencurahkan segala sumber daya agar sampah terkelola dengan baik. Dana dicurahkan untuk mengadakan instalasi pengelolaan sampah. Pemerintah mendorong ilmuwan menciptakan teknologi-teknologi pengelola sampah ramah lingkungan, mengadopsinya untuk diterapkan. Wallahu a’lam. (***)

  • Bagikan

Exit mobile version