MAMUJU, RADAR SULBAR – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Barat (KPw BI Sulbar) kembali mendorong pertumbuhan ekonomi daerah lewat dua agenda strategis: Karya Kreatif Ekonomi (KKE) dan Pekan Ekonomi Syariah (PEKsyar), digelar di Mall Maleo Town Square (Matos), Kamis (19/6).
Acara ini menjadi panggung promosi produk unggulan UMKM Sulbar, termasuk kopi dari Mamasa yang kian diminati pasar internasional.
Kepala KPw BI Sulbar, Eka Putra Budi Nugroho, mengatakan bahwa KKE dan PEKsyar merupakan bentuk sinergi antara BI, pemerintah daerah, UMKM, dan mitra strategis lainnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Kegiatan ini dirancang untuk mempertemukan pelaku UMKM dengan lembaga keuangan guna menjajaki akses permodalan secara langsung dan terarah,” kata Eka Putra usai kegiatan Obrolan Santai BI Bersama Media (OSBIM), Kamis (19/6).
Selain itu, lanjut Eka Putra, kegiatan ini juga mempertemukan pelaku usaha dan pemerintah dari berbagai wilayah untuk menjajaki kerja sama perdagangan, investasi, dan penguatan rantai pasok antarwilayah.
Sebanyak 32 UMKM ikut serta memeriahkan, memamerkan produk unggulan mereka seperti kerajinan, makanan, minuman, hingga kopi. Produk kopi, khususnya dari Mamasa, menjadi sorotan utama karena kualitas dan daya saingnya yang tinggi.
Eka mengungkapkan, kopi Sulbar telah masuk lima besar kopi berkualitas nasional dan sudah menjangkau pasar ekspor ke Malaysia, Filipina, dan Dubai, dengan nilai komitmen pembelian mencapai Rp 20 miliar.
“Ini peluang besar jika potensi kopi dikelola lebih serius, mulai dari hulu hingga hilir,” tegasnya.
Pengembangan UMKM kopi akan difokuskan pada tiga strategi utama yakni Penguatan Korporatisasi UMKM, Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Produksi dan Penguatan Akses Pembiayaan.
Salah satu pelaku UMKM, Mika Pokiringan Bombong, pemilik Kopi Pokiringan, menyambut positif langkah BI. Dengan pengalaman 10 tahun di industri kopi, ia berharap dukungan ini terus berlanjut.
“Kegiatan seperti ini sangat membantu kami. Tapi kami juga berharap pemerintah lebih serius memperhatikan produksi kopi, termasuk penggunaan teknologi untuk mendongkrak produktivitas,” ujar Mika.
Kopi Pokiringan sendiri memproduksi dua varian, Robusta dan Arabika, yang ditanam langsung di perkebunan Mamasa. Meski telah masuk nominasi kopi terbaik Indonesia, Mika mengeluhkan volume produksi kopi Sulbar yang masih kalah jauh dari kakao—sekitar 3.000 ton per tahun, dibandingkan kakao yang mencapai 5.000 ton.
Ia berharap Mamasa bisa menjadi sentra kopi Sulbar, dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan pusat.
Dengan potensi sumber daya alam yang besar, terutama di sektor pertanian dan perkebunan, BI menekankan pentingnya hilirisasi dan investasi sebagai kunci penggerak ekonomi lokal ke tingkat nasional dan global. (irf/*)