MAMUJU, RADAR SULBAR, – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menggelar rapat penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2025–2029 dan Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja PD) Tahun Anggaran 2026, Sabtu 14 Juni 2025.
Kepala Dinas ESDM Sulbar Mohammad Ali Chandra menyampaikan, Rapat ini menjadi ruang bagi tiap bidang untuk menyampaikan program prioritas dan isu strategis yang perlu ditindaklanjuti dalam dokumen perencanaan.
Dari Bidang Energi, disampaikan fokus pada pengembangan infrastruktur listrik off-grid, seperti PLTMH dan PLTS, terutama di 19 desa yang belum teraliri listrik PLN. Selain itu, juga diusulkan penyusunan dokumen studi kelayakan (FS) sebagai prasyarat pengajuan program ke APBD dan APBN.
Bidang Ketenagalistrikan menyoroti masih adanya sekitar 15.000 rumah tangga yang belum memiliki meteran sendiri dan menggunakan listrik secara bersama. Terkait hal ini, Chandra juga menegaskan bahwa program listrik gratis bukan hanya solusi teknis, tapi bentuk keadilan sosial bagi masyarakat.
Bidang ini juga menyampaikan perlunya penegakan regulasi terhadap perusahaan pembangkit yang belum memiliki IUPTLS, SLO, dan tenaga teknik bersertifikat.
“Perusahaan pembangkit untuk kepentingan sendiri harus patuh terhadap peraturan. Izin usaha, SLO, dan tenaga teknik yang kompeten adalah syarat mutlak yang tidak bisa ditawar,” tegas Chandra.
Adapun terkait target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, Sulbar direncanakan membangun pembangkit berkapasitas total sekitar 1.800 MW. Untuk itu, dibutuhkan kesiapan dokumen seperti Rencana Umum Ketenagalistrika Daerah (RUKD), tata ruang, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan penyiapan tenaga teknis lokas di bidang ketenagalistrikan.
“Kalau kita ingin investasi masuk, maka pemerintah daerah harus menyiapkan dulu dokumen seperti tata ruang, KLHS, dan RUKD. Kita harus proaktif,” ujarnya.
Dari Bidang Geologi dan Air Tanah, disampaikan rencana penyusunan peta kawasan rawan bencana geologi, peta zona konservasi air tanah, dan dokumen nilai perolehan air tanah sebagai dasar kebijakan berkelanjutan.
Adapun dari Bidang Mineral dan Batubara, disoroti rendahnya tingkat kepatuhan pelaku usaha tambang dalam mengurus perizinan. Selain itu, pelaporan aktivitas pertambangan, terutama yang berkaitan dengan administrasi, sosial, dan pengembangan masyarakat, dinilai belum optimal. Dinas juga menyoroti belum tersedianya sistem basis data publik untuk memantau legalitas IUP serta masih adanya aktivitas penambangan tanpa izin (PETI). Namun demikian, kewenangan penindakan PETI berada di aparat penegak hukum. Bidang ini juga menghadapi tantangan dalam pengawasan teknis karena kewenangan berada di Inspektur Tambang Kementerian ESDM, serta dinamika regulasi perizinan yang bersifat multisektoral..
“Kami menyadari penindakan tambang ilegal bukan kewenangan Dinas, tapi kita tetap punya peran penting dalam edukasi, fasilitasi, dan penguatan tata kelola izin,” terang Chandra.
Terakhir, kepada Sekretariat Dinas, Chandra meminta agar proses peleburan UPTD Laboratorium tetap memperhatikan fungsi strategisnya dalam pengelolaan GIS dan peralatan laboratorium. Sekretariat juga diarahkan untuk fokus pada pengembangan SDM, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan perencanaan keuangan.
“UPTD memang akan dilebur, tapi fungsinya dalam pengelolaan GIS dan laboratorium tetap harus berjalan optimal. Sekretariat juga harus fokus pada pengembangan SDM dan perencanaan,” tutupnya. (jaf)