KAJIAN PEMBANGUNAN FISKAL DAERAH SULBAR Q1/2025: Tinjauan Ekonomi dan Agenda Strategis Nasional

  • Bagikan

Oleh: Jeffriansyah DSA (Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Mamuju)

Sebagai provinsi muda dengan potensi geografis dan sumber daya yang menjanjikan, Sulawesi Barat memiliki tantangan dalam pembangunan ekonomi. Kajian Fiskal Regional Q1/2025 menjadi cerminan arah kebijakan fiskal dan pencapaian pembangunan daerah. Melalui pendekatan Ekonomi Pembangunan, kajian ini berupaya memberikan telaah seimbang dengan mengusulkan solusi kebijakan yang aplikatif, adaptif, dan berbasis data.

Keterkaitan dengan Asta Cita, Quick Wins 2025 dan Visi Provinsi

Asta Cita Presiden RI memuat delapan agenda strategis, dua di antaranya relevan langsung yaitu Asta Cita 2: Penguatan ekonomi inklusif dan berkelanjutan dan Asta Cita 6: Pemerataan pembangunan dan konektivitas antarwilayah. Sementara Quick Wins 2025 menyasar pencapaian jangka pendek pada bidang Digitalisasi pelayanan publik, Penurunan kemiskinan ekstrem dan Akselerasi infrastruktur dasar. Sedangkan keterkaitan dengan Visi Provinsi: Sulbar Maju dan Sejahtera menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang merata dan penurunan disparitas wilayah.

 Hal Positif yang Telah Dicapai

Pertumbuhan Ekonomi Tetap Terjaga, pertumbuhan PDRB Sulbar Triwulan I/2025 mencapai 4,34% (yoy), tetap berada dalam tren positif meski di bawah rata-rata nasional. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap menjadi kontributor utama. Kinerja Belanja Pemerintah Terjaga, realisasi belanja pemerintah pusat di Sulbar mencapai 18,57% dari pagu, lebih tinggi dibanding rerata nasional. Ini menunjukkan keberhasilan percepatan penyerapan belanja rutin dan modal di awal tahun. Inflasi Terkendali, Inflasi Maret 2025 tercatat 2,61% (yoy), mencerminkan stabilitas harga yang cukup baik bagi rumah tangga berpendapatan rendah .

Hal Negatif atau Belum Tercapai

Kualitas Pertumbuhan Masih Rendah, meskipun PDRB tumbuh, namun kemiskinan dan pengangguran terbuka tetap tinggi (7,7% TPT dan 11,89% penduduk miskin). Ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan belum inklusif dan belum menurunkan ketimpangan secara signifikan. Alternatif Solusi : Melakukan Targeted Productive Spending melalui program padat karya produktif untuk sektor informal dan UMKM desa dan Reformulasi belanja sosial menjadi program penguatan kapasitas usaha lokal.

Ketergantungan Terhadap Transfer Pusat, ketergantungan Sulbar terhadap Dana Transfer masih sangat tinggi, dengan PAD hanya menyumbang ±5% dari total pendapatan daerah. Alternatif Solusi: Optimalisasi PAD berbasis potensi lokal (retribusi hasil laut, ekowisata, pertanian organik) dan reformasi regulasi pajak daerah untuk memperluas basis pajak informal. 

Ketimpangan Infrastruktur Wilayah, wilayah Mamasa dan sebagian Polman mengalami keterbatasan akses logistik dan layanan dasar, memperbesar regional disparity. Alternatif Solusi: Skema multi-year integrated regional planning untuk konektivitas antarwilayah serta pembangunan berbasis klaster ekonomi daerah (klaster kopi Mamasa, klaster jagung Polman).

Kualitas Belanja Belum Optimal, dominasi belanja pegawai dan belanja barang jasa masih tinggi. Rasio belanja modal terhadap total belanja masih rendah. Alternatif Alternatif Solusi: Penguatan performance-based budgeting dan adopsi Green Budget Tagging untuk memastikan efisiensi alokasi sektor strategis (pertanian, energi terbarukan, pendidikan vokasi).

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan perbandingan indikator ekonomi utama antara Provinsi Sulawesi Barat Triwulan I Tahun 2025 dengan rata-rata nasional. Grafik ini memperkuat analisis yang telah disampaikan sebelumnya mengenai posisi fiskal dan ekonomi Sulawesi Barat.

Grafik tersebut memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran terbuka dan kemiskinan di Sulawesi Barat masih berada di atas rata-rata nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi tetap positif, namun tidak disertai dengan pemerataan hasil pembangunan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu penyebab utama adalah belum optimalnya integrasi sektor pertanian dan perikanan dalam rantai pasok nasional serta rendahnya nilai tambah komoditas unggulan.

Lebih lanjut, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih sangat rendah menandakan ketergantungan fiskal yang tinggi terhadap dana transfer pusat. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengurangi kemandirian fiskal daerah dan menimbulkan risiko ketidakseimbangan apabila terjadi perubahan kebijakan fiskal nasional. Oleh karena itu, diperlukan strategi diversifikasi pendapatan daerah dan penciptaan basis pajak baru yang inklusif, terutama melalui digitalisasi UMKM dan penarikan retribusi ekonomi informal berbasis digital.

Kinerja inflasi Sulbar yang terkendali memberikan sinyal positif terhadap daya beli masyarakat, namun stabilitas harga ini harus dijaga melalui penguatan distribusi logistik, efisiensi rantai pasok pangan, dan integrasi data produksi pertanian. Perguruan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Mamuju dapat mengambil peran dengan membangun sistem informasi harga komoditas digital berbasis desa.

Mendukung pelaksanaan Asta Cita dan program Quick Wins 2025, pemerintah daerah didorong mempercepat transformasi ekonomi melalui belanja yang lebih produktif. Alokasi anggaran perlu diarahkan pada sektor-sektor berdaya ungkit tinggi seperti pertanian modern, pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri, dan pemberdayaan perempuan dalam ekonomi lokal.

Sebagai rekomendasi utama, dibutuhkan sebuah pendekatan fiskal yang berbasis hasil (outcome-based budgeting) yang dapat memetakan dampak langsung belanja daerah terhadap pencapaian indikator kesejahteraan. Misalnya, bukan hanya menghitung berapa besar dana bantuan sosial disalurkan, tetapi sejauh mana bantuan tersebut menurunkan tingkat kemiskinan dan menggerakkan aktivitas ekonomi produktif masyarakat. Pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan pendekatan kolaboratif bersama akademisi, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat sipil untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih partisipatif dan responsif.

Secara keseluruhan, sinergi antara arah pembangunan nasional dan daerah harus terus dijaga, namun dengan pendekatan yang adaptif terhadap potensi dan tantangan lokal. Provinsi Sulawesi Barat memiliki modal sosial dan sumber daya alam yang kuat, namun perlu dorongan kelembagaan dan inovasi kebijakan agar visi “Sulbar Maju dan Sejahtera” benar-benar terwujud secara inklusif.

Penutup

Kajian ini menunjukkan bahwa Sulbar berada di jalur pembangunan yang stabil, namun belum sepenuhnya menyentuh aspek inklusif, produktif, dan terdesentralisasi secara fiskal. Sinergi antara kebijakan fiskal pusat-daerah, pendekatan akademik, serta partisipasi masyarakat menjadi kunci mewujudkan visi “Sulbar Maju dan Sejahtera” sesuai kerangka Asta Cita dan Quick Wins nasional.

  • Bagikan