15,22 Persen Peserta BPJS Kesehatan di Sulbar Tidak Aktif

  • Bagikan
SAMBUTAN. Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX, dr. Rahmad Asri Ritonga menyampaikan sambutannya dalam acara Workshop Media BPJS Kesehatan Wilayah IX, di Makassar, 21-22 Mei 2025. --adhe/radarsulbar--

MAKASSAR, RADAR SULBAR — Tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan di Sulbar telah mencapai 100 persen, namun keaktifan peserta masih menjadi persoalan serius. Hal ini dapat memicu masalah di fasilitas kesehatan.

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX, dr. Rahmad Asri Ritonga menyebutkan, hanya sekitar 84,78 persen peserta yang aktif atau 1,2 juta peserta. Sementara sisanya, 15,22 persen atau sekira 200 ribu peserta dinyatakan nonaktif. Kondisi ini kerap memicu masalah saat peserta hendak mengakses layanan kesehatan.

“Nah ini yang kadang jadi masalah, kadang dia mau berobat BPJS Kesehatannya nonaktif. Ini yang jadi sering sekali kadang menjadi permasalahan. Begitu pasien datang baru tahu kalau nonaktif, baru ribut,” ujar Rahmad.

Ia juga menjelaskan, salah satu penyebab penonaktifan mendadak berasal dari proses validasi data oleh Kementerian Sosial (Kemensos).

“Atau yang sering terjadi misalnya ada penonaktifan oleh Kementerian Sosial tiba-tiba, nah itu kan memang semua data-data itu melalui proses-proses validasi,” jelasnya.

Menurutnya, diperlukan perhatian lebih terhadap mekanisme validasi dan pembaruan data agar peserta tidak dirugikan saat membutuhkan layanan kesehatan.

Saat ini, kata dia, BPJS Kesehatan terus mendorong agar peserta, terutama peserta mandiri, membayar iuran secara rutin. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan Universal Health Coverage (UHC) yang sudah dicapai.

“Harapan kita, masyarakat yang sudah terdaftar, apalagi peserta mandiri, bayar rutin. Peserta yang belum terdaftar segera terdaftar dan aktif. Sehingga bisa memanfaatkan kepesertaannya ketika butuh pelayanan kesehatan,” kata dr. Rahmad.

Tak hanya kepesertaan, dr Rahmad juga menyoroti penguatan layanan kesehatan di Sulbar, termasuk rencana penambahan layanan kesehatan agar pasien tidak perlu dirujuk ke luar daerah.

“Ada beberapa juga pelayanan yang kita inginkan didorong oleh Pemprov Sulbar agar disediakan, supaya pasien tidak perlu lagi jauh-jauh ke Makassar. Seperti Hemodialisa atau cuci darah, itu kita harap tersedia di Sulbar,” ungkapnya.

Lima kabupaten di Sulbar telah mencapai UHC atau cakupan semesta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun Pasangkayu masih tertinggal. Tingkat keaktifan kepesertaan JKN di Pasangkayu baru menyentuh angka 73 persen, jauh di bawah rata-rata daerah lain yang sudah berada di atas 85 hingga 90 persen.

Kepala Dinkes Sulbar, drg Asran Masdy menyebut, rendahnya keaktifan JKN di Pasangkayu salah satunya disebabkan oleh karakteristik masyarakatnya yang enggan mengandalkan fasilitas BPJS Kesehatan. Alasannya cukup mencengangkan, mereka merasa mampu menanggung biaya kesehatan secara mandiri.

“Di sana adalah masyarakat banyak duit, mereka cenderung berobat sendiri secara umum ketimbang fasilitas JKN,” ungkap drg. Asran.

Menurutnya, kebiasaan ini sudah berlangsung lama. Warga Pasangkayu disebut-sebut lebih memilih membayar langsung saat berobat atau bahkan menggunakan asuransi swasta.

“Mereka pikir soal biaya kesehatan, duit mereka banyak dan ada juga pakai asuransi swasta. Tapi kecenderungannya memang karena uang banyak, makanya pakai umum,” tambah drg. Asran. (ajs/mkb)

  • Bagikan