JAKARTA, RADAR SULBAR — Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tembus 3.701.006 ton per 13 Mei 2025. Presiden Prabowo Subianto sekejap menyatakan setop impor beras, pertanda era baru ketahanan pangan nasional.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran, ini menjadi bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap petani.
Mentan Amran menyebut, pada 2024, Indonesia masih mengimpor besar-besaran hingga 4,5 juta ton akibat dampak El Niño yang menekan produksi padi hingga berkurang 760 ribu ton.
Kembali mengingat 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada dengan jumlah penduduk sebesar 166,6 juta jiwa. Kini, dengan populasi yang meningkat menjadi 283 juta jiwa, Indonesia mampu melampaui rekor stok beras tahun 1985 yang saat itu mencapai 3,006 juta ton.
Di balik “keajaiban” ini, sebetulnya ada kebijakan nyata: kenaikan harga pembelian gabah dari Rp5.500 ke Rp 6.500 per kg, tambahan pupuk subsidi, penguatan alat mesin pertanian, optimalisasi lahan hingga perbaikan irigasi pertanian dengan pompanisasi.
Melalui kolaborasi dan sinergi yang diinisiasi oleh Mentan Amran dengan berbagai kementerian/lembaga, pemerintah telah menghasilkan berbagai program dan kebijakan yang berpihak kepada petani dan mendongkrak produksi beras.
Mentan Amran menyampaikan bahwa arahan tegas Presiden Prabowo di awal 2025 untuk menghentikan impor, menyerap hasil panen petani, dan memperkuat ketahanan pangan menjadi titik balik.
Sejak itu, impor berhenti dan stok melonjak, menjadikan cadangan beras sebagai instrumen strategis untuk stabilisasi harga, bantuan pangan, dan potensi ekspor.
Untuk menampung beras sebagai hasil lonjakan produksi, pemerintah juga menyiapkan 25.000 unit gudang prioritas baru untuk menampung panen yang terus meningkat. Gudang dibangun di daerah-daerah prioritas yang benar-benar membutuhkan.
Mentan Amran sebetulnya memulai transformasi besar sektor pertanian Indonesia sejak tahun 2024.
Salah satu langkah strategisnya adalah dengan mendorong program pompanisasi secara masif, yang didukung melalui relokasi anggaran Kementerian Pertanian hingga Rp 1,7 triliun.
Program ini menjadi tulang punggung peningkatan produksi pangan nasional.
Kebijakan dan produksi Mentan Amran selama 2024-2025 berdampak besar. Produksi beras nasional diproyeksi USDA mencapai 34,6 juta ton pada 2024/2025, menjadikan Indonesia produsen beras terbesar di ASEAN, mengungguli Thailand dan Vietnam.
Lonjakan produksi beras Indonesia itu membuat peta perdagangan di tingkat ASEAN maupun global berubah total.
Bila pada 2024 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras mencapai 4.519.420,6 ton, dipicu tekanan produksi padi yang turun 760 ribu ton akibat El Niño kuat, saat ini Indonesia sama sekali tidak impor.
Impor utama saat itu berasal dari Thailand dengan volume 1,36 juta ton, atau 30,19% dari total impor beras. Kini, Thailand merana akibat Indonesia tidak lagi mengimpor beras dalam waktu sekejap, kehilangan salah satu pasar terbesarnya yang dulu menjadi tumpuan ekspor beras mereka.
Tidak hanya Thailand, namun Vietnam dan Kamboja saat ini harus mencari pasar baru bagi berasnya.
Ketiga negara tersebut kehilangan pasar strategis karena Indonesia telah menghentikan impor beras dan memperkuat produksi dalam negerinya.
Langkah ini memperlihatkan betapa kebijakan Presiden Prabowo yang dijalankan oleh Mentan Amran benar-benar berdampak besar tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga terhadap peta perdagangan beras di kawasan Asia Tenggara.
Dengan penyerapan gabah yang terus meningkat, stok CBP diperkirakan menembus 4 juta ton dalam beberapa hari mendatang.
Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) adalah persediaan beras yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah, terutama melalui Perum BULOG, untuk menjaga stabilitas harga beras di pasar.
CBP berfungsi sebagai penyangga jika terjadi kekurangan beras atau lonjakan harga, serta digunakan untuk memenuhi kebutuhan bantuan pangan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Mentan Amran menjelma sebagai “sentuhan ajaib” yang mampu menghentikan impor dan membawa Indonesia pada era baru ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.
Indonesia kini tak lagi menjadi pasar empuk bagi negara-negara pengimpor, melainkan bersiap menjadi pemain utama dalam peta perdagangan beras global. (*)