MAMUJU, RADAR SULBAR – Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional Gandang Dewata (TNGD) terus menjadi perhatian sejumlah akademisi, peneliti, dan masyarakat lokal.
Potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dinilai bisa menjadi pilar ekonomi baru berbasis konservasi jika dikelola inklusif dan berkelanjutan. Itulah yang terus dikerjakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulsel selama ini.
Dekan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), Kaimuddin, menyampaikan apresiasi terhadap keterlibatan banyak pihak dalam FP VI 2024 dan Sosialisasi Annual Work Plan (AWP) 2025 TNGD.
Kaimuddin juga menekankan pentingnya riset dan kolaborasi yang telah dijalankan selama ini. Ia menyebut Unsulbar telah menjalin kerja sama riset dengan BBKSDA maupun lembaga penelitian dari Universitas Indonesia selama lima tahun terakhir.
“Dan alhamdulillah sudah kami tuntaskan pemetaan yang kami lakukan. Bukan hanya kegiatan di Gandang Dewata bersama BBKSDA, kami juga ada kerja sama dengan lembaga penelitian dari UI. Itu sudah berjalan lima tahun dalam kegiatan penelitian,” kata Kaimuddin, dalam acara Ekspose FP IV 2024 dan Sosialisasi AWP 2025 TNGD, di Grand Maleo Hotel and Convention Mamuju, Kamis 1 Mei.
Menurutnya, ekspos kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman publik akan manfaat hasil inovasi dari kawasan konservasi tersebut. “Tentunya kita lebih meningkatkan kembali semua memori kita,” kata Kaimuddin.
Di sisi lain, masyarakat lokal juga melihat langsung dampak positif pengembangan infrastruktur dan pelestarian biodiversitas. Andarias, pengelola anggrek endemik Mamasa, mengungkapkan adanya perubahan signifikan sejak 2018.
“Kami bersyukur pemerintah dan swasta sudah memperbaiki infrastruktur. Jadi sudah bagus jalan di sana. Dibanding 2018, banyak perubahan,” tutur Andarias.
Ia menegaskan, Desa Tondok Bakaru yang menjadi desa penyangga TNGD memiliki kekayaan hayati khas berupa anggrek endemik yang hanya tumbuh di wilayah Mamasa.
“Kami menaikkan Tondok Bakaru bukan dari sisi budaya, tapi dari anggrek. Karena kalau budaya, Toraja sudah lebih dulu. Dan itu ada narasinya sejak dulu, jadi tidak pernah hilang,” jelasnya.
Namun, pengembangan TNGD tak lepas dari tantangan besar, eksploitasi berlebihan, konversi lahan, kerusakan habitat, minimnya edukasi, serta rendahnya kesadaran ekonomi masyarakat terhadap potensi hutan.
“Ketika masyarakat tidak sadar akan adanya berlian di hutan, maka mudah bagi mereka merusaknya. Orang yang tidak punya kepentingan di situ, jadi dia rusak hutannya,” ungkap Andarias.
Padahal, keanekaragaman hayati merupakan aset ekonomi. Pengelolaan yang tepat bisa mendorong tumbuhnya ekonomi hijau dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian alam.
“Tanaman di luar dan di dalam TNGD itu beda. Karena ketinggian beda. Yang tumbuh di Sumarorong beda dengan di Tondok Bakaru,” ujarnya.
Para pihak sepakat, investasi pada sektor ini harus diarahkan untuk menjamin keberlanjutan sumber daya hayati sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Kabag TU BBKSDA Sulsel, Fifin Nopiansyah mengatakan, ada sejumlah kegiatan yang kembali akan dilaksanakan BBKSDA Sulsel bersama seluruh pihak yang tergabung dalam pengembangan dan pengelolaan TNGD.
BBKSDA Sulsel juga telah menyusun strategi dan pelaksanaan kegiatan tahun 2025 dengan menekankan partisipasi masyarakat, pemberdayaan kelompok tani hutan, serta kesetaraan gender.
Salah satu fokus utama adalah pelaksanaan analisis ESMF serta pendekatan FPIC secara partisipatif. Langkah ini bertujuan memastikan keterlibatan masyarakat lokal, khususnya komunitas adat, dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berdampak pada wilayah mereka.
Koordinasi intensif juga terus dibangun antara PIU BBKSDA Sulsel dan Konsultan Forest Program IV.
“Kami ingin memastikan setiap tahapan kegiatan berjalan matang dan terarah, mulai dari perencanaan teknis hingga pelaksanaan di lapangan,” kata Fifin.
Dalam rangka memperkuat kelembagaan di tingkat desa, BBKSDA Sulsel juga memprioritaskan proses pembelajaran bagi fasilitator desa (fasdes) dan tenaga teknis. Peningkatan kapasitas ini diharapkan mampu mengoptimalkan pembagian peran dan memperlancar pendampingan terhadap KTH yang telah terbentuk.
Kesetaraan gender turut menjadi sorotan dalam program 2025. Melalui kegiatan pemberdayaan perempuan, BBKSDA Sulsel berkomitmen memberikan ruang lebih luas bagi perempuan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan sumber daya alam dan peningkatan ekonomi keluarga.
Di sisi lain, sinergitas di tingkat lapak terus diperkuat. Kolaborasi antar pelaku usaha, UMKM, dan stakeholder terkait diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konservasi. (ajs).