Demi Menyambung Hidup, Lansia Jalang Keliling Berjualan Penampi dan Bubu

  • Bagikan
TETAP SEMANGAT. Jalang Daeng Bella berjalan kaki berjualan penampi dan bubu di Jalan Poros Polewali-Mamasa Kelurahan Darma Kecamatan Polewali Polman, Senin 10 Februari 2025.

Kisah pilu dirasakan oleh seorang pria lanjut usia (lansia) yang rela berjalan kaki puluhan kilometer. Ia berkorban demi mencari rejeki untuk menghidupi keluarganya. Lansia bernama Jalang Daeng Bella (75) merupakan warga Dusun Tappina Desa Mirring Kecamatan Binuang Polewali Mandar (Polman).

Laporan : Amri Makkaruba, (Polewali Mandar)

Meski melelahkan di usianya yang tak lagi muda, Jalang Daeng Bella tak pantang menyerah dengan mengharapkan secercah harapan agar bisa selalu menafkai keluarga.

Hampir setiap hari, dia harus berjalan kaki menyusuri jalan sejauh belasan kilometer untuk menjajakan anyaman bambu berupa tampi atau penampi, sejenis alat yang biasanya digunakan untuk memisahkan sekam dari beras. Kemudian bubu penangkap ikan dari anyaman bambu. Jalang Daeng Bella memikul dagangannya keliling daerah untuk mendapatkan pembeli.

“Awalnya saya dulu merantau ke Polman untuk berjualan tikar. Tetapi setelah mendapatkan jodoh orang Polman (Mirring) kemudian Desa Mirring. Saya sudah puluhan tahun tinggal di Tappina Desa Mirring. Saya sudah beberapa tahun berjualan ayaman bambu tampi dan bubu penangkap ikan. Untuk bubu penangkap ikan saya buat sendiri, sementara tampi saya beli di daerah Pinrang kemudia dijual kembali,” tutur Jalang Daeng Bella saat ditemui di Jalan Poros Mamasa Kelurahan Darma Kecamatan Polewali sementara melayani pembelinya, Senin 10 Februari.

Ia mengaku setiap hari harus bejalan belasan kilometer untuk menjajakan dagangannya. Terkadang kata dia banyak yang laku dibeli warga tetapi biasa juga hanya satu bahkan tidak ada.

Jalang Daeng Bella mengaku berjualan tampi dan bubu ini merupakan pekerjaan satu satunya menjadi tumpuannya untuk menyambung hidup. Setiap penampi dijual seharga Rp 55 ribu hingga Rp 60 per buah. Sedangkan bubu dijual seharga Rp 100 ribu per buah.

Meski langkahnya tampak lemah dan tertatih ketika berjalan menyusuri jalan. Ditambah beban anyaman bambu yang dipikulnya tidak terlalu berat tetapi Jalang Daeng Bella tak meneyerah. Dia seorang pejuang nafkah yang sehari-hari berjualan penampi dan bubu. Di usianya yang sudah senja, Ia masih harus tetap bekerja layaknya tak mengenal jarak dan waktu demi menghidupi istri dan anaknya.

Terkadang pria paruh baya ini kerap beristirahat ketika cuaca mendung dan hujan. Ia terpaksa beristirahat di rumah warga atau masjid jika turun hujan. Jalang Daeng Bella tak berjualan kalau hujan selain kondisi fisiknya yang tak memungkinkan juga jualannya jadi basah sehingga berat dipikul.

Walaupun penghasilannya yang tergolong kecil tetapi Ia mengaku tetap menjalani profesinya sebagai penjual anyaman bambu keliling. Per harinya Jalang hanya mendapatkan penghasilan tak seberapa.

Meski terkadang Jalang Daeng Bella harus berjualan hingga malam hari, namun tidak jarang dia pulang ke rumah dengan tangan hampa. Sebab, tak ada warga yang melirik barang jualannya.

“Biasa laku biasa juga tidak laku. Biasa juga jualan sampai malam tapi tidak ada yang laku,” tuturnya sambil menyeruput kopi yang disuguhkan salah satu pembelinya.

Jalan mengaku penampi yang dijualnya adalah buatan orang lain lalu dijual dengan harga tertentu. Sementara bubu merupakan buatannya.

“Penampi ini buatan orang saya beli, lalu dijual kembali dengan keuntungan paling banyak 10 ribu pak. Kalau bubu penangkap ikan buatan saya sendiri pak dan bisa saya buat dua buah perhari,” tutur Jalang Daeng Bella.

Hasil keuntungan jualan penampi dan bubu ini untuk memenuhi kebutuhan sehari hari keluarganya khususnya membeli beras. Semua ujian dan apa yang didapatkan Jalan Daeng Bella tak membuatnya mengeluh. Ia bahkan tetap bersyukur.

Jalang mengaku begitu bahagia ketika istri dan anaknya bisa makan dari hasil jeripayahnya. Sosok Jalang Daeng Bella begitu kuat meski banyaknya cobaan yang harus dilalui.

“Alhamdulillah kalo dapat uang, istri sama anak kakek akhirnya bisa makan di rumah. Beberapapun saya dapat tetap disyukuri,” tambahnya.

Walau kerap merasa sedih dengan kondisi yang dialaminya, Jalang tidak berkecil hati apalagi menyerah. Dia mengaku tetap bersyukur sembari selalu berdoa kepada Tuhan agar senantiasa memberikan kesehatan dan kekuatan untuk terus bekerja. Apalagi banyak warga yang diakui peduli dan kerap memberinya bantuan. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version