POLEWALI MANDAR, RADAR SULBAR — Pelaksana proyek pembangunan tanggul jalan poros Polewali – Mamasa senilai Rp 15 miliar di Desa Kalapa Dua, Kecamatan Anreapi, Polman menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Padahal proyek ini seharusnya menggunakan BBM industri.
Hal tersebut terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Polman dengan pelaksana proyek PT Wira Karsa Gispa, Dinas PUPR Polman, Disperindagkop Polman dan LSM Lembaga Pemburu Keadilan (LPK).
Dalam RDP tersebut, Supervisor PT Wira Karsa Gispa mengakui penggunaan BBM subsidi dalam proyek tersebut. Namun Ia berdalih, jika pihaknya terpaksa menggunakan BBM bersubsidi karena adanya keterlambatan pasokan BBM industri dari Makassar.
“Kami susah mendapatkan BBM, karena mengingat waktu pengerjaan kami terbatas dan kalau kami menunda pekerjaan akan semakin lama penyelesaiannya,” terang Gispa saat RDP di DPRD Polman, Jumat 24 Januari.
Ia juga menyampaikan, proyek yang dimulai September 2024 ini awalnya dijadwalkan selesai pada 31 Desember 2024. Namun karena terkendala cuaca buruk, sehingga masa pengerjaannya diperpanjang hingga 50 hari dan saat ini masih dalam tahap penyelesaian.
Berdasarkan temuan LSM LPK, pelaksana proyek PT Wira Karsa telah menggunakan sekira 1.200 liter solar subsidi untuk proyek jalan tersebut. Dibuktikan dengan rekaman terkait aktivitas tersebut.
“Akibat dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi tersebut nelayan dan petani setempat kesulitan mendapatkan pasokan BBM bersubsidi di SPBU.
“Sering kali, nelayan harus antri panjang, bahkan batal melaut karena BBM habis di SPBU. Ini jelas merugikan masyarakat kecil,” ujar Robert.
Ia juga menyoroti peran SPBU Sarampu Kecamatan Binuang yang kerap melayani pembelian BBM subsidi dengan menggunakan jerigen pada waktu dini hari.
Menurutnya praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada subsidi.
“Nelayan dan petani menjadi korban langsung dari praktik semacam ini. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang harus segera dihentikan,” pungkasnya.
Wakil Ketua DPRD Polman, Amiruddin, mengecam tindakan PT Wira Karsa dan menyebutkan hal ini sebagai pelanggaran berat.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi pelanggaran pidana. Aturan sudah jelas, kontraktor proyek besar wajib menggunakan BBM non-subsidi atau BBM industri,” tegas Ketua DPC PKB Polman ini.
Amiruddin meminta agar Disperindagkop UMK melakukan penyelidikan terhadap praktik penjualan BBM subsidi dengan jerigen di SPBU Sarampu. Ia meminta dinas terkait dan pihak terkait mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
Penyalahgunaan BBM subsidi oleh kontraktor ini bertentangan dengan sejumlah peraturan, diantaranya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengancam pelanggar dengan hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar, serta Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 yang membatasi penggunaan BBM subsidi hanya untuk rumah tangga, nelayan, dan usaha kecil.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan masyarakat Polman berharap ada penegakan hukum yang tegas. “
Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak boleh ada yang kebal hukum, termasuk kontraktor proyek besar,” tegas legislator PKB ini. (arf/mkb)