Cek Keaslian Rupiah dengan 3D, Pedagang: Sudah Tak Khawatir Lagi, Tapi Tetap Hati-hati

  • Bagikan
Yulia Sari Dewi (20), karyawan salah satu kafe di Mamuju, memperlihatkan uang Rupiah pecahan 100 ribu, Minggu 29 Desember 2024. (Irfan Fadhil/Radar Sulbar)

BANYAK pemandangan baru dalam dunia jual beli di Pasar Regional Mamuju belakangan ini. Salah satunya menerawang uang rupiah oleh para pedagang sebelum memasukkan dalam wadah penampungan uang pembayaran pelanggan.

Oleh: Irfan Fadhil

Jam digital menunjukkan kurang lebih pukul 15.30 Wita. Saat itu Pasar Regional Mamuju lagi sibuk, maklum saja menjelang akhir tahun 2024 dan memasuki tahun baru 2025, masyarakat banyak belanja untuk kebutuhan hari-hari atau sekadar syukuran menjelang pergantian tahun.

Di tengah-tengah kesibukan jual beli tersebut, penulis dibuat tertarik dengan perilaku pedagang yang menerawang uang pembayaran pelanggan. Mengangkat lebih tinggi, mengamati dengan seksama, kemudian baru menyerahkan dagangannya kepada pelanggan.

“Alhamdulilah, uangnya asli, silakan ambil barang belanjaannya dan terima kasih sudah belanja di tempat kami,” kata Awwis (21) kepada pelangganya.

Awwis adalah pedagang bahan pokok di Pasar Regional Mamuju. Ia mengaku belum lama ini selalu menerawang uang belanjaan pelanggan sebelum transaksi dilakukan. Itu Awwis lakukan setelah viral berita uang palsu beredar di Sulawesi Barat.

Menurut Awwis, kasus uang palsu yang belakangan marak menjadi kekhawatiran bagi pedagang tradisional. Sebab pedagang pasar tidak memiliki alat canggih untuk mendeteksi uang palsu.

Namun demikian, saat ini dia dan sejumlah pedagang lainnya sudah bisa bernapas lega. Belajar dari sejumlah artikel dan berita yang terpercaya, Awwis dan rekan-rekannya sudah bisa membedakan uang palsu dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang).

“Saat pertama muncul berita uang palsu, kami sangat khawatir, karena setiap hari kami bertransaksi tunai dengan pelanggan. Tapi setelah ada berita akurat mengenai bagaimana membedakan uang asli dengan yang palsu, kami sudah lega. Kalau saya pribadi biasa melihat jenis uang dari kertasnya dan watermark dari uang dengan cara diterawang,” tuturnya.

Senada dengan Awwis, Nurbiah (48), pedagang ikan di Pasar Regional Mamuju ini, juga sangat berhati-hati dalam menerima rupiah pecahan besar. Kepada penulis, Nurbiah menjelaskan sering meminta waktu lebih banyak kepada pelanggan saat bertransaksi.

“Ada juga pelanggan yang merasa tersinggung saat kami periksa uangnya dengan teliti. Tapi kami sampaikan permohonan maaf, sebab ini terkait keamanan bersama, dan akhirnya pelanggan bisa mengerti kondisi ini,” terang Nurbiah.

Saat berbincang, Nurbiah bersyukur sejauh ini belum mendapatkan uang palsu selama bertransaksi dengan pelanggan. Namun demikian ia mengaku selalu berhati-hati.

“Tentu selalu hati-hati. Rasa khawatir tetap ada. Tapi selama ini kami pedagang di pasar menggunakan cara meraba dan menerawang serta mengamati kertasnya dengan teliti, sebab akan sangat berbeda antara uang asli dengan uang palsu,” tutur Nurbiah menjelaskan.

Di tempat lain, penulis berbincang dengan Yulia Sari Dewi (20), karyawan di salah satu kafe di Mamuju. Ia menceritakan pengalaman rekanya menjadi korban uang palsu dengan modus penukuran uang kecil.

Semenjak kejadian itu, Yuli mengaku berhati-hati dalam menerima uang tunai. Utamanya uang dengan pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Biasanya untuk memastikan keaslian, dia melihat uang dengan teliti.

“Saya lihat dari kertasnya, beda, apalagi saat diraba, berbeda sekali. Dari pengalaman ini, saya mengingatkan kepada semua pedagang agar selalu waspada,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Sulawesi Barat, Gunawan Purbowo mengingatkan kepada masyarakat agar selalu berhati-hati dan mengecek keaslian rupiah dengan 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang).

Kata Gunawan, cara melihat adalah dengan memperhatikan desain uang, warna, serta gambar utamanya. Uang asli memiliki cetakan tajam, warna yang jelas, dan tidak buram. Selain itu terdapat benang pengaman dan gambar tersembunyi latent image berupa tulisan BI yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.

Kemudian diraba, yaitu dengan merasakan permukaan uang. Pada uang asli, terdapat tekstur kasar di bagian tertentu, seperti tulisan nominal dan gambar utama, selain itu terdapat kode tuna netra (blind code).

Selanjutnya diterawang. Arahkan uang ke cahaya, dan perhatikan tanda air (watermark), gambar saling isi (rectoverso), serta benang pengaman yang tampak jelas.

“Berkenaan dengan pemberitaan dan informasi di media sosial terkait keaslian uang Rupiah, dapat kami sampaikan bahwa metode yang efektif dilakukan oleh masyarakat adalah dengan 3D. Masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat merusak uang, seperti membelah uang,” terang Gunawan.

Sebab, sambung Gunawan, sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun, baik masih layak edar ataupun sudah lusuh, juga dapat dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu. Apalagi membelah uang Rupiah juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana.

“Pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar,” terangnya.

Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna. Diketahui bahwa uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah dan memiliki pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.

Bank Indonesia juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah. Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). (irf/sol)

  • Bagikan

Exit mobile version