MAMUJU, RADAR SULBAR – Edi Azwar (24) penyandang Dwarfisme asal Mamuju mengaku beruntung telah terdaftar dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Edi pada kegiatan sosialisasi bersama penyandang disabilitas yang diselenggarakan BPJS Kesehatan Cabang Mamuju mengaku terdaftar Program JKN dapat memberikannya kemudahan dan keringanan. Selain karena dirinya terdaftar sebagai peserta segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI), selama menjalani perawatan demam berdarah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mamuju, Edi sangat bersyukur lantaran seluruh biaya perawatan dan pengobatannya sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Merasa beruntung sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Karena pernah saya gunakan untuk sakit Demam berdarah dan saya tidak membayar lagi,” ucap Edi (06/12).
Awalnya, Edi mengalami demam pada hari pertama dengan bitnik-bintik di kulitnya, lalu keesokan harinya, karena keadaannya tidak kunjung membaik, membuatnya memeriksakan diri ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Mamuju. Setelah pemeriksaan awal dan tes darah, hasil menunjukkan positif demam berdarah, dan dianjurkan untuk rawat inap oleh dokter penanggung jawab pasien.
“Sejak awal prosedurnya adalah dilakukan pemeriksaan cek darah. Setelah menunggu hasil tesnya keluar, saya langsung dipasang infus. Setelah tahu bahwa hasilnya positif demam berdarah, dokter menganjurkan untuk menjalani rawat inap,” jelasnya.
Edi didiagnosis dengan infeksi dengue yang positif berdasarkan tes NS1. Hal itu menunjukkan ada infeksi dengue yang aktif, meski Edi dinyatakan negatif tes lainnya. Sebagai penyandang Dwarfisme Edi yang terdaftar dalam Program JKN merasa diperlakukan sama dengan pasien yang lainnya.
“Karena sudah terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan, jadi pelayanan yang saya dapatkan sama dengan pasien yang lain. Petugas yang melayani juga baik dan cepat tanggap serta ruangannya nyaman,” ujarnya.
Meskipun baru pertama kali terjangkit demam berdarah, namun beberapa anggota keluarga Edi pernah terjangkit sebelumnya. Edi juga menyebut tanda-tanda peringatan demam berdarah sendiri selain adanya bintik-bintik dikulit adalah sakit perut yang parah, muntah yang tidak berhenti, pendarahan, atau penurunan tajam dalam jumlah urin.
“Setelah mendapatkan informasi terkait DBD, pencegahan atau pengobatannya sebenarnya adalah dengan minum banyak cairan seperti air, oralit, atau larutan elektrolit untuk menghindari dehidrasi,” sambungnya.
Saat itu, trombosit juga menjadi persoalan ketika Edi sakit demam berdarah. Sebab trombosit yang rendah adalah salah satu tanda indikasi demam berdarah. Pemantauan trombosit secara berkala sangat penting. Kadar trombosit yang sangat rendah bisa mengindikasikan risiko perdarahan, sehingga menurutnya pengawasan oleh dokter sangat penting.
“Oleh karena itu selain pencegahan dan pengobatan dengan menjaga cairan tubuh, pengecekan trombosit juga penting dilakukan. Oleh karena itu baiknya melakukan rawat inap. Jangan takut berobat karena dijamin oleh BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Edi juga menceritakan selama dirinya melakukan rawat inap, menjalani perawatan yang baik dengan kontrol ketat terhadap infus dan pengobatan. Kontrol ketat terhadap infus adalah hal yang penting untuk menjaga hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
“Dikasih obat setiap habis makan, obat yang dari infus juga dikontrol. Prosedurnya bagus hingga saya bisa sembuh dan pulang,” kata Edi.
Dia mengungkapkan, dirinya sendiri terdaftar menjadi peserta JKN sebenarnya belum seberapa lama. Karena ia dan keluarga merasa penting untuk menjadi peserta JKN, keluarganya saat itu segera mendaftar ke Dinas sosial untuk menjadi peserta JKN segmen PBI.
“Dulu jarang pakai jaminan dari BPJS Kesehatan karena belum pernah sakit parah sampai harus menginap di rumah sakit. Baru ini yang pertama kali,” ujarnya.
Dari pengalamannya, Edi sangat merekomendasikan seluruh rekan-rekan seperjuangannya yang termasuk disabilitas bisa menjadi peserta JKN juga. Karena apabila mengalami sakit mendadak menurut Edi dapat langsung digunakan.
“Harapannya saya semoga teman-teman yang belum punya BPJS Kesehatan harus ke kantor (tatap muka) atau melalui pelayanan non tatap muka,” tutupnya. (PN/af)