JAKARTA, RADAR SULBAR – Tindak pidana korupsi merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data Transparency International (TI), Indonesia pernah tercatat sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Meskipun telah ada banyak upaya untuk memberantas korupsi, namun tantangan besar masih tetap ada, baik dari segi kelembagaan, budaya, maupun peraturan yang tidak selalu ditegakkan dengan konsisten.
Salah satu inisiatif global yang telah menjadi bagian kampanye global dalam memberantas korupsi adalah peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), yang diperingati setiap tanggal 9 Desember.
Hari Anti Korupsi Sedunia merupakan inisiatif global yang dicanangkan oleh PBB pada tahun 2003 melalui Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC). Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap bahaya korupsi dan mendorong tindakan untuk mencegahnya.
Korupsi di Indonesia telah menciptakan dampak yang sangat besar terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan politik. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan laporan tahunan dari Transparency International, Indonesia masih berada di posisi yang jauh dari kata ideal dalam hal integritas publik.
Dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2023, Indonesia memperoleh nilai 37 dari 100, yang menandakan bahwa meskipun ada kemajuan, korupsi masih menjadi masalah serius yang menghambat pembangunan.
Korupsi di Indonesia telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi keuangan negara maupun hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada beberapa kesempatan memperkirakan bahwa kerugian negara akibat praktik korupsi yang terungkap di Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp100 triliun per tahun. Angka ini berasal dari berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, pengadaan barang dan jasa, serta sektor lainnya.
Penyelewengan anggaran publik, suap, dan nepotisme sering kali menghambat kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil. Selain itu, korupsi juga mengurangi daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global, karena investor cenderung enggan berinvestasi di negara yang memiliki tingkat korupsi tinggi.
Kampanye Antikorupsi
Kampanye Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember tidak hanya sekadar sebagai ajang peringatan, tetapi juga sebagai momentum untuk memperkuat kesadaran publik dan mendorong partisipasi aktif dalam pemberantasan korupsi. Kampanye ini memberikan platform untuk meningkatkan pendidikan publik mengenai bahaya korupsi serta pentingnya good governance.
Peringatan ini juga mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga-lembaga pemerintah. Dengan meningkatnya kesadaran publik, masyarakat dapat lebih mudah mengidentifikasi potensi korupsi dan menuntut kebijakan yang lebih berpihak pada publik. Selain itu, kampanye ini juga memperkuat kerja sama antara lembaga negara seperti KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian, serta organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama memberantas praktik-praktik korupsi.
Konsep good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan konsep yang berkembang pada akhir abad ke-20 dan menjadi acuan dalam sistem pemerintahan yang demokratis dan transparan.
Menurut World Bank (1992), terdapat delapan indikator utama yang menjadi ciri-ciri good governance, yang meliputi partisipasi, dimana masyarakat diberdayakan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik; keadilan, adanya sistem hukum yang memberikan keadilan dan perlindungan hak-hak individu; efektivitas dan efisiensi, pemerintahan harus mampu mengelola sumber daya publik dengan efisien dan efektif.
Kemudian transparansi dimana pengambilan keputusan harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan; akuntabilitas, pemerintah harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya kepada rakyat; visi strategis, pemerintah harus memiliki perencanaan jangka panjang yang jelas dan terarah; keamanan, Pemerintah harus mampu menciptakan kondisi yang aman dan stabil; serta partisipasi masyarakat dengan memperkuat peran serta masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Dalam konteks Indonesia, kampanye Hakordia sangat relevan dengan penerapan prinsip-prinsip good governance, yaitu dengan mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam memantau kebijakan dan program pemerintah. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi peningkatan pengawasan yang lebih baik terhadap penggunaan anggaran publik dan kebijakan publik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang didorong oleh kesadaran publik dapat meningkatkan efektivitas pemerintahan. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Rochman (2021) di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan kebijakan publik sangat berpengaruh terhadap pengurangan korupsi. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, pengawasan terhadap pengelolaan anggaran negara dan kebijakan publik menjadi lebih ketat, yang pada akhirnya menurunkan kemungkinan adanya praktik korupsi.
Selain itu, riset yang dilakukan oleh Suryani & Rasyid (2022) menunjukkan bahwa negara dengan tingkat transparansi yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat korupsi yang lebih rendah. Kampanye Hari Anti Korupsi Sedunia dapat menjadi ajang untuk mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya, serta memastikan bahwa kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Mewujudkan good governance
Meskipun kampanye ini sangat penting, upaya untuk mewujudkan good governance di Indonesia tidak dapat dilakukan secara instan. Beberapa langkah yang perlu diambil untuk mencapainya antara lain melalui penguatan lembaga penegak hukum. KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung perlu didorong untuk bekerja secara lebih independen dan transparan dalam menjalankan tugas mereka.
Langkah selanjutnya adalah pendidikan anti-korupsi. Masyarakat perlu diberikan edukasi yang lebih intensif tentang bahaya korupsi dan bagaimana cara melaporkan tindakan korupsi.
Peningkatan teknologi dalam pengawasan perlu dilakukan dengan mengembangkan sistem pengawasan yang berbasis teknologi informasi untuk mengawasi penggunaan anggaran dan kebijakan publik.
Kemudian penguatan partisipasi publik. Pemerintah perlu membuka ruang lebih besar bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, baik melalui forum-forum partisipatif maupun pengawasan terhadap kebijakan.
Dalam laporan Global Corruption Barometer (2017), Transparency International menyebutkan bahwa pendidikan publik dan peningkatan kesadaran masyarakat sangat berperan dalam memperkuat kontrol sosial terhadap korupsi.
Apabila merujuk laporan tersebut, peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dapat menjadi momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang bentuk-bentuk korupsi yang lebih subtil (seperti nepotisme dan penyalahgunaan wewenang) serta dampaknya yang merugikan bagi pembangunan sosial dan ekonomi.
Mengingat korupsi di Indonesia telah menyebabkan kerugian material yang sangat besar bagi negara dan masyarakat, dengan estimasi kerugian yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya, maka peringatan Hakordia pada setiap tanggal 9 Desember dapat membantu memperkuat pesan bahwa korupsi adalah masalah serius yang harus ditanggulangi bersama-sama sehingga akan berdampak pada pengurangan praktik korupsi, baik di sektor publik maupun swasta.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi