POLMAN, RADAR SULBAR — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polewali Mandar mewacanakan mutasi atau pergeseran jabatan pejabat eselon II dan III dalam waktu dekat ini.
Wacana pergantian beberapa Kepala Dinas, Kepala Bidang dan Kepala Bagian yang tersebar di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) ini sudah ramai di perbincangkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Polman sejak sebulan terakhirn ini.
Sejumlah Kabid yang ditemui membenarkan informasi bahwa mereka akan di mutasi ke tempat lain dan OPD lainnya.
“Informasinya sudah beberapa bulan terakhir ini. Tapi apakah mungkin ada mutasi jelang Pilkada ini,” ujar salah satu Kabid yang namanya enggan disebut
Terpisah, Pj Sekda Polman selaku Ketua Badan Pertimbangan Kepangkatan dan Jabatan (Baperjakat) Polman I Nengah Tri Sumadana menjelaskan pelaksanaan mutasi belum ditentukan. Karena tim penilai masih masih harus mengolah data jabatan dan ASN yang memenuhi syarat.
“Tim penilai kinerja masih mengolah data jabatan dan ASN yang memenuhi syarat.” singkat I Nengah Tri Sumadana saat dikonfirmasi, Selasa 12 November.
Sementara aturan dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat dapat jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.
“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah),” demikian bunyi pasal 190 UU Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri. Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri.
Sementara itu, pada Pasal 162 ayat (3), ditegaskan bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sendiri sudah menegaskan bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024 lalu.
“Dalam rangka pencegahan pelanggaran dan sengketa proses serta memastikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 yang demokratis dan berintegritas, demi menjamin konsistensi kepastian hukum, serta proses penyelenggaraan pemilihan yang efektif dan efisien,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam keterangan tertulis. (arf/mkb)