Tiga Tahun Tak dapat Perhatian, Ketua DPRD Sulbar Desak BWS Sulawesi III Tangani Abrasi Sungai di Tapango

  • Bagikan
TINJAU. Ketua DPRD Sulbar, Amalia Fitri Aras bersama anggota DPRD Sulbar, Irfan Fahri Putra didamping Kades Tapango foto bersama disela kunjungan ke lokasi abarasi sungai di Desa Tapango Kecamatan Tapango, Rabu 30 Oktober 2024.

POLEWALI RADAR SULBAR — Ketua DPRD Sulawesi Barat, Amalia Fitri Aras mendesak Balai Sungai Wilayah (BSW) Sulawesi III untuk segera menangani abrasi sungai Tapango. Karena dampak abrasi tersebut jalan penghubung ke lima desa di Kecamatan Tapango yakni Tapango Barat, Jambu Malea, Rappang, Bussu, dan Tuttula terputus. Selain itu saluran irigasi ke areal persawahan juga terputus sehingga berdampak kepada hasil pertanian di wilayah tersebut.

Hal ini diungkapkan Ketua DPRD Sulbar, Amalia Fitri Aras saat ditemui di Polewali, Kamis 31 Oktober. Ia mengaku usai mengunjungi lokasi abrasi sungai Tapango di Desa Tapango, Rabu lalu. Amalia mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi jalan penghubung ke lima desa dan ambruknya irigasi persawahan akibat abrasi sungai.

“Informasi yang kami dapat sudah tiga tahun warga disana (Tapango) tak bisa menanam padi karena jaringan irigasinya terkena abrasi. Ini dapat mengancam produktifitas hasil pertanian khususnya padi dan berdampak pada ketahanan pangan serta perekonomian masyarakat.

Ia sangat berharap BSW III Sulawesi turun memantau kondisi yang ada kemudian melakukan penanganan darurat jika tahun ini belum dianggarkan penanganannya. Apalagi sudah tiga tahun pasca banjir bandang belum ada penanganan kongkrit dari pihak berwenang dalam ini Balai Sungai dan Pemprov Sulbar.

Kondisi ini membuat jalan sepanjang 120 meter serta meruksa saluran irigasi dan sejumlah areal persawahan warga tergerus abrasi.

Dalam kunjungannya ke lokasi, Amelia Fitri Aras didampingi anggota DPRD Provinsi Sulbar, Irfan Pahri Putra, menekankan pentingnya tindakan segera untuk meminimalisir dampak yang mungkin terjadi.

“Saya bersama Pak Irfan sudah berkoordinasi dengan pihak terkait. Termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sulbar serta Balai Sungai Wilayah III Sulawesi . Kami berharap ada penangann darurat dulu, apalagi memasuki musim hujan di bulan November dan Desember untuk antisipasi jangan sampai abrasinya makin melebar dan panjang,” terang legislator Golkar ini.

Sebagai langkah awal, Amelia Aras mengaku sudah berkomunikasi dengan Kepala Dinas PUPR Sulbar untuk segera melakukan tindakan. Ia pun mengusulkan agar mengirimkan alat excavator ke lokasi untuk penanganan darurat. Kemudian memasang tanggul bronjong.

“Kami ingin agar bantuan bisa segera terealisasi, meskipun anggaran untuk tahun ini belum tersedia. Jika situasi ini bisa dimasukkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), itu akan memudahkan kami dalam penganggaran untuk 2025,” tambahnya.

Amelia juga menyebutkan, Senin 4 November akan bertemu perwakilan Balai Sungai Wilayah III Sulawesi di Mamuju untuk membicarakan penanganan abrasi di Sungai Tapango. .

“Kami akan meminta saran agar segera melakukan langkah-langkah konkret bisa segera diambil,” tutupnya.

Sementara anggota DPRD Sulbar, Irfan Pahri Putra berkomitmen mengawal aspirasi masyarakat dalam penanganan abrasi sungai Tapango. Jika nantinya dapat ditangani maka akses jalan ke lima desa di Tapango semakin lancar.

Terpisah, Kepala Desa Tapango Sahibong mengungkapkan sejak terjadi banjir tiga tahun lalu, kerusakan akibat abrasi sungai semakin parah di Desa Tapango. Jalan penghubung utama yang biasa digunakan lima desa yakni Tapango Barat, Jambu Malea, Rappang, Bussu, dan Tuttula kini terputus.

Hal ini memaksa warga yang tinggal di lima desa tersebut harus menempuh jalur yang jauh dan memutar jika ingi ke Wonomulyo maupun Polewali.

Sahibung mengaku ada 130 hektare sawah di Desa Tapango tidak lagi produktif tiga tahun terakhir. Ada sekitar 200 KK yang menggantungkan hidup dari pertanian kini tak bisa berbuat apa-apa akibat hal tersebut.

“Sudah tiga tahun lebih kami tidak bisa menanam padi. Kehilangan akses ke sawah membuat warga semakin kesulitan, bahkan terpaksa mengandalkan bantuan beras dari pemerintah agar tidak kelaparan,” ujarnya.

Lanjutnya, Akses yang terputus juga berdampak pada kegiatan ekonomi dan mobilitas warga, karena mereka harus berputar melalui jalur alternatif yang jauh lebih panjang.

Pemerintah desa dan warga telah mengajukan permohonan bantuan pemerintah daerah maupun BPBD kabupaten tetapi hingga saat ini belum ada realisasi. (mkb)

  • Bagikan