POLMAN, RADAR SULBAR — Tubbi Taramanu atau Tutar, sebuah daerah di pedalaman Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dikenal sebagai daerah yang terisolir, terbelakang dan terjauh dari pusat kota. Tak mudah untuk menuju ke sana. Butuh kekuatan ekstra, keberanian dan kesabaran. Jalanan berlumpur dan curam. Tak ada aspal sama sekali. Sangat jauh dari gemerlapnya perkotaan.
Bebas Menembus Desa Terpencil di Kecamatan Tutar
Sekira pukul 13.30 WITA, Minggu, 27 Oktober 2024, Andi Bebas Manggazali telah berkemas. Dia pun naik ke mobil off-roadnya, berangkat ke Tutar. Dia bersama 6 orang lainnya, yang merupakan tim Bebas-Siti (BESTI). Mengenakan kaos hitam dan topi, Bebas memulai perjalanannya dengan penuh keyakinan di terik matahari menyengat kulit. Matahari, meskipun membakar dan membuat segala sesuatunya tampak tidak bersahabat, memberi makna bahwa setiap tetes keringat yang jatuh bukanlah sia-sia; ia menjadi bukti usaha yang tak kenal lelah.
Di bawah terik matahari ini menjadi cermin, yang memantulkan gambaran tentang batasan diri dan keinginan untuk terus melangkah demi bertemu masyarakat Tutar. Bebas berangkat dari Kecamatan Polewali, pusat kota Kabupaten Poman, jalan Palm Raya menuju lokasi yang jarak tempuhnya memakan sekitar 11 jam perjalanan.
Memasuki Tutar luar, Bebas dan rombongan menghadapi perjalanan berliku, penuh lumpur adalah tantangan yang tak mudah. Jalanan ini seringkali tak hanya menguji adrenalin. Menuntut keberanian, ketekunan, dan rasa percaya diri. Setiap tikungan dan genangan lumpur menuntut perhatian ekstra, karena satu kesalahan saja bisa berakhir dengan kendaraan tergelincir atau terperosok ke dalam jurang.
Bagi Bebas sudah biasa. Sejak 6 tahun terakhir dia sudah terbiasa melalui, karena sudah sering berkunjung ke Tutar. Namun, bagi mereka yang perna pertama kali ke sana akan merasakan sedikit cemas dan banyak ketakutan, menjajal medan berlumpur dan curam. Di satu titik, jalan bisa terasa stabil; di tikungan berikutnya terdapat tumpukan tanah dari lumpur yang sudah mengering. Setelah menempuh sekitar 150 KM perjalanan dari pusat kota Polman, Bebas bersama rombongan akhirnya tiba di Desa Bessoangin Utara.
Bebas Disambut Warga
Jam digital menunjukkan pukul 00.44 WITA saat mereka akhirnya tiba di Desa Bessoangin Utara. Sambutan yang tak terduga datang dari sekumpulan anak kecil yang riang berlari menghampiri kendaraan besar itu. Wajah mereka yang dipenuhi senyum dan tawa seolah menjadi obat bagi tim, menghilangkan lelah dan rasa letih yang mendera. Namun di balik keceriaan anak-anak itu, tersembunyi cerita pahit tentang kehidupan mereka sehari-hari.
Jalan menuju desa mereka masih jauh dari layak, seolah tak tersentuh pembangunan. Padahal, sudah 79 tahun Indonesia merdeka, namun jalan yang mereka tempuh masih berupa tanah dan bebatuan yang sulit dilewati.
“Biar pun naik motor, tetap saja harus susah payah. Terkadang motor mesti diangkat atau didorong karena terjebak di lumpur,” ujar Pian, seorang warga desa, dengan raut wajah yang menyiratkan kekesalan dan kekecewaan.
Tak hanya akses jalan, masalah lain yang lebih serius adalah keterbatasan akses kesehatan di Tutar. Warga yang jatuh sakit harus menempuh perjalanan panjang, bahkan dipikul dengan sarung dan berjalan kaki selama berjam-jam hanya untuk mencapai pusat kesehatan terdekat.
“Biasanya kita jalan kaki, menggendong mereka yang sakit. Pulang pergi bisa makan waktu dua jam,” lanjut Pian dengan nada berat. Keluhan ini sudah beberapa kali disampaikan kepada pemerintah setempat, tetapi tampaknya tak pernah mendapat tanggapan yang memadai. “Sudah pernah diajukan tapi seolah tak ada yang memperhatikan,” ujarnya lagi.
Perjalanan Tim BESTI ke Tutar ini bukan hanya sekadar safari politik. Bebas Manggazali dan timnya datang dengan niat tulus untuk mendengarkan langsung keluhan warga, dan merencanakan perubahan. Kondisi yang mereka saksikan menggerakkan hati mereka untuk berjanji membawa perubahan konkret ke desa-desa yang masih tertinggal di Polman.
“Ini komitmen kami untuk memperbaiki infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Kami tidak akan masuk ke rumah jabatan jika tiga sektor ini belum terpenuhi,” tegas Bebas dengan nada penuh kepastian. Janji ini bukan hanya tentang kampanye, tapi tekad untuk mengakhiri isolasi yang dialami desa-desa ini.
Selain membangun infrastruktur jalan, Bebas dan tim Besti juga berkomitmen untuk memperbaiki Puskesmas Pembantu (Pustu) di desa-desa Tutar. Sarana dan prasarana yang memadai di puskesmas menjadi prioritas agar pelayanan kesehatan bisa menjangkau setiap warga tanpa harus menempuh perjalanan panjang yang berisiko.
“Pustu dan puskesmas perlu fasilitas yang lebih baik, agar tenaga medis bisa melayani masyarakat dengan maksimal,” ujar Bebas, menutup dengan tekad bulat. Ke depannya, Besti berkomitmen untuk memperkuat fasilitas kesehatan ini, mengakhiri keterasingan desa-desa yang terlupakan, dan membawa harapan baru bagi setiap warga Polman. (*)