ICW Soroti Peran DPR dalam Kasus Penyelewengan Beasiswa PIP di Polman

  • Bagikan
Peneliti ICW Almas Sjafrina mengenakan jilbab merah jambu.

POLMAN, RADAR SULBAR – Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menarik perhatian publik dengan respons kritisnya terhadap dugaan penyelewengan Program Indonesia Pintar (PIP) di Polewali Mandar (Polman), sebuah polemik yang kini tengah menjadi sorotan nasional. Dalam konferensi pers, peneliti ICW Almas Sjafrina mengungkapkan keprihatinannya atas potensi korupsi dan kerugian negara akibat penyimpangan ini.

“Jika kita melihat tren korupsi, khususnya dalam kasus-kasus beasiswa PIP seperti yang terjadi di Tasikmalaya, kerugian negara sudah sangat signifikan. Di sana, dana PIP di 300 sekolah mencapai kerugian hingga Rp700 juta, bahkan mungkin lebih,” ujar Almas.

Menurut Almas, keterlibatan DPR dalam penyaluran beasiswa ini menjadi akar masalah. Meski DPR berperan sebagai pengawas pemerintah, dalam kasus ini, ada anggota legislatif yang berperan langsung dalam pelaksanaan PIP. Ini menimbulkan konflik peran dan potensi penyalahgunaan wewenang.

“DPR memiliki fungsi pengawasan, bukan sebagai pelaksana program. Tugas mereka adalah memastikan pemerintah menjalankan program dengan tepat, bukan justru turut campur. Ketika mereka ikut dalam eksekusi, maka secara tidak langsung mereka mendapat keuntungan, baik secara politis maupun praktis,” jelas Almas.

Almas juga mengkritik fakta bahwa DPR tidak memiliki mekanisme untuk menyeleksi calon penerima yang layak. Situasi ini membuka peluang bagi calon penerima yang tidak memenuhi kriteria untuk ikut menikmati manfaat beasiswa yang seharusnya dialokasikan untuk keluarga kurang mampu.

“Anggota DPR tidak punya perangkat verifikasi. Bahkan kementerian, yang memiliki sistem verifikasi, masih bisa salah sasaran. Apalagi DPR, yang tidak punya alat dan mekanisme untuk memastikan bantuan tepat sasaran,” lanjut Almas dengan tegas.

ICW merekomendasikan evaluasi serius terhadap program PIP, termasuk peran DPR di dalamnya, guna memastikan keefektifan program dalam menurunkan angka putus sekolah. Almas menekankan pentingnya memeriksa kembali mekanisme distribusi dan menilai apakah skema saat ini sudah optimal.

Sementara itu, laporan Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI) dan LBH Pendidikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka babak baru dalam kasus ini. GMI mendesak KPK untuk segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana PIP yang mereka klaim hanya dinikmati oleh anak-anak pejabat dan ASN, meski tujuan utamanya adalah keluarga miskin.

“KPK pasti punya komitmen untuk menindaklanjuti laporan ini,” kata Andrian, Koordinator GMI, di kantor KPK. Dugaan ini mengungkap bahwa beasiswa tersebut disinyalir dimanfaatkan oleh politisi lokal, termasuk Anggota Komisi X DPR Ratih Singkarru dan Dirga Singkarru, calon bupati Polman, untuk kepentingan elektoral.

Kasus ini menjadi cermin betapa program bantuan yang semestinya mengedepankan keadilan dan membantu siswa dari keluarga rentan malah tersandera oleh kepentingan politis. Kini, seluruh mata tertuju pada KPK dan bagaimana upaya mereka untuk menindak kasus ini dan menjaga integritas program pendidikan. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version