Dana Kampanye Bertabir

  • Bagikan

Oleh: M Danial

DUA anggota tim sukses Pilkada beda kubu kebetulan bertemu. Keduanya ngobrol santai. Tapi serius. Mengenai berbagai hal. Hingga masalah laporan dana kampamye. Ada yang meringkas dengan LDK. LDK merupakan kewajiban Paslon melaporkan ke KPU. 

“Bagaimana LDK, bro?,” tanya yang satu. “LO selalu konsultasi ke KPU. Soalnya agak ribet bikinnya. Tapi sudah (dilaporkan),” jelas yang ditanya. “Tidak usah terlalu serius, yang penting dibikin. Itu, kan, formalitas.” “Tidak bisa begitu, bro. Itu menyangkut (kebaikan) kandidat kita. Akan menjadi ukuran kejujuran sebagai peserta Pilkada.” “Terserahlah. Tapi pengalaman selama ini … yang penting dibikin sesuai petunjuk lalu dilaporkan sesuai jadwal.” 

Kampanye merupakan ajang bagi para Paslon untuk mennggalang dukungan pemilih. Melakukan penyebaran visi, misi, dan program kerja. Melalui alat peraga kampanye, media, atau bertemu langsung dengan masyarakat. Pelaksanaan kampanye tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tapi semua penerimaan (sumber dana) dan pengeluaran/penggunaannya harus dilaporkan dengan jujur dan benar. Dan bisa diakses publik. Tujuannya untuk mewujudkan integritas dan kredibilitas Pilkada. 

Selama ini selalu terjadi pembuatan LDK hanya formalitas. Sekadar untuk memenuhi kewajiban administratif. Tak heran dibuat seadanya. Angka-angka ditulis tanpa uraian asal-asal dana dan rincian penggunaannya. Pembuatan laporan dengan jujur, akurat, dan akuntabel hanya slogan. Buktinya selalu berulang terjadi ketidaksesuaian laporan dengan kenyataan di lapangan.

LDK yang mengedepankan prinsip jujur. Merupakan bentuk komitmen melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Merupakan juga bentuk kesungguhan untuk mewujudkan kepemimpinan yang berintegritas. Sebaliknya, menegasikan prinsip jujur dan transparan akan menjadi penilaian masyarakat yang boleh jadi menggerus elektabilitas Paslon.

Transparansi dana kampanye betarti semua sumber dana kampanye harus jelas dan bisa diakses publik. Transparansi merupakan salah satu cara untuk menghindari penyalahgunaan dan konflik kepentingan. 

Akuntabilitas dana kampanye, memastikan semua dana yang diterima legal dan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk penggunaannya. Akuntabilitas bukan hanya merupakan tanggungjawab moral. Tapi juga ketentuan hukum yang harus dipatuhi para kandidat sebagai warga negara yang baik. Dan sebagai calon pemimpin daerah. 

Pengelolaan dana kampanye dengan jujur, transparan dan akuntabel sering tertutup tabir. Sumbernya tidak jelas, pun penggunaannya. Sehingga menimbulkan dugaan penyimpangan, bahkan korupsi. Yang berimplikasi juga pada terjadinya ketidakadilan dalam persaingan politik. Selain itu, akan menggerus kepercayaan publik terhadap proses demokrasi lokal: Pilkada. 

Dana kampanye yang selalu bertabir
merupakan tantangan. Pelaksanaan Pilkada ke Pilkada berikutnya diharap makin berkualitas. Jujur dan adil, serta steril dari pengaruh atau campur tangan pihak-pihak tertentu. Yang memiliki kepentingan di balik dukungan finansial kepada Paslon. Ada udang di balik batu. 

Menegasikan transparansi dana kampanye tidak hanya akan menyebabkan persaingan yang tidak sehat. Akan berdampak juga pada kualitas demokrasi. Persaingan yang tidak sehat dan ketidakadilan karena Paslon yang memiliki keunggulan finansial berpotensi menggunakan berbagai cara untuk menang. Seperti money politics.

Yang memiliki keunggulan finansial biasanya lebih mudah memperoleh akses ke berbagai pihak agar neraih kemenangan. Tentu secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan Paslon yang memiliki kapabilitas dan berintegritas tinggi. Akan tertunggal karena tidak memiliki dukungan finansial yang memadai. 

Dana kampanye yang tidak transparan berpotensi juga menyebabkan terjadinya korupsi dan nepotisme. Banyak kasus korupsi ditangani KPK yang melibatkan kepala daerah. Provinsi kabupaten atau kota. Kasusnya bermacam-macam. Salah duanya penyalahgunaan wewenang dan menerima suap. 

Penyalahgunaan wewenang terjadi karena kandidat yang terpilih dalam Pilkada harus mengembalikan dana yang digunakan hingga meraih kemenangan. Pejabat yang berintegritas rendah dan mengandalkan kekuatan finansial akan cenderung membuat keputusan atau kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. 

Sudah bukan rahasia. Bahwa donatur dana kampanye akan memperoleh keuntungan politik dan materi ketika jagoannya terpilih. Biasanya juga berpeluang mempengaruhi kebijakan. Sehingga lebih mudah mencari pengembalian sumbangan dana kampanye yang telah digelontorkan. Sekaligus mencari keuntungan yang melebihi sumbangan dana kampanye. Ada juga yang turut mengatur pembagian proyek pemerintah daerah. 

Mengutip Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2024 tentang pembukuan laporan dana kampanye Pilkada, laporan dana kampanye ada tiga macam. Yaitu Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Pemerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK). PKPU 14 Tahun 2024 merupakan penjabaran UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. 

Tanggal 26 Oktober lalu adalah jadwal pengumuman LPSDK oleh KPU. Melalui pengumuman tersebut, dapat diperoleh gambaran jumlah dana kampanye yang diterima para Paslon. Pun jumlah yang dikeluarkan.

Kini saatnya masyarakat berpikir kritis untuk mencermati LPSDK. Membandingkannya dengan kegiatan kampanye Paslon dan alat peraga kampanye yang disebar di berbagai tempat.  

Pilkada 2024 adalah momentum yang tepat untuk menghilangkan model LDK yang hanya sekadar formalitas. Demi harapan Pilkada yang demokratis, jujur, dan adil. Semoga LDK Pilkada 2024 tidak bertabir lagi. (*)

  • Bagikan