Angkat Tema ‘Sando Banua’, Fase Rawat PKN Digelar di Dua Kabupaten

  • Bagikan
KONFRENSI PERS. Tim kerja Fase Rawat PKN Sulbar Muhammad Ridwan Alimuddin (Komunitas Bahari Mandar), Muhammad Rahmat Muchtar (Uwake‘ Culture Foundation), dan Muhammad Dalip (Komunitas Budaya Sossorang) saat mengelar konfrensi pers di Kafe Dondori, Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae, Majene, Rabu 23 Oktober 2024.

MAJENE, RADAR SULBAR — Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Komunitas Bahari Mandar Sulbar melaksanakan kegiatan Fase Rawat Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) Sulbar 2024.

Dua kabupaten akan menjadi lokasi kegiatan Fase Rawat PKN 2024 yakni Polewali Mandar (Polman) dan Majene digelar bulan Oktober sampai November 2024. Kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan di beberapa provinsi terpilih di Indonesia.

“Untuk di Pulau Sulawesi sendiri diadakan di tiga provinsi, yakni Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Ada beberapa kegiatan di Fase Rawat PKN Sulbar. Termasuk telah dilaksanakan FGD di Tinambung, 20 Oktober lalu. Saat ini sedang berlangsung riset di beberapa titik di Kabupaten Polman dan Majene. Lokakarya akan diadakan di SMAN 2 Majene, 10 November. Kemudian residensi dimulai 11 November yang akan berlangsung satu hingg dua pekan di lima titik di Polman dan satu titik di Majene,” jelas pengiat budaya dari Komunitas Bahari Mandar, Ridwan Alimuddin saat konfrensi pers di Kafe Dondori, Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae, Majene, Rabu 23 Oktober.

Lanjut Ridwan, usai residensi diadakan pertunjukan seni yang berlangsung 15 – 17 November.

“Salah satu keunikan kegiatan ini ada pada bentuk pementasannya. Jika selama ini even-even seni budaya kegiatan pementasannya di satu titik dengan panggung yang megah, di kegiatan Fase Rawat PKN ini pementasan dilakukan secara bersahaja di tengah-tengah kampung. Jadi masyarakat bisa langsung berinteraksi dengan seniman. Ini mengambil teladan dari pementasan tradisi Mandar, misalnya pakkacaping yang dulunya duduk di halaman. Rencana kegiatan pentas seni diadakan di Pambusuang (Polman), Renggeang (Polman), dan Teppo (Majene). Pementasan seni menampilkan komunitas dan individu seniman yang mengangkat tema “sando“. Secara spesifik tentang sando apa itu diserahkan kepada seniman bersangkutan,” tambahnya.

Selain itu juga diadakan diskusi buku dan pemutaran film dokumenter di TBM Sulawesi Barat, 29 November 2024. Buku dan film adalah semacam arsip kegiatan Fase Rawat PKN Sulawesi Barat.

“Secara formal, kegiatan Fase Rawat Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) – Sulbar 2024 dilaksanakan atas kerjasama Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Komunitas Bahari Mandar. Tapi sebenarnya kegiatan ini didukung banyak komunitas dan individu yang kalau ditotalkan lebih 20 komunitas dan individu. Sebab memang pada dasarnya kegiatan seperti ini harus berbasis kolaborasi,” tambahnya.

Khusus di tim kerja diwakili tiga individu yang juga berasal dari tiga komunitas, yaitu Muhammad Ridwan Alimuddin (Komunitas Bahari Mandar), Muhammad Rahmat Muchtar (Uwake‘ Culture Foundation), dan Muhammad Dalip (Komunitas Budaya Sossorang).

Dalam Fase Rawat PKN Sulbar 2024, tema yang diangkat adalah “Sando Banua“. Berasal dari kata “sando“ yang secara umum bisa diterjemahkan dukun, dan “banua“ yang berarti kampung atau rumah.

Tapi dua kata tersebut tidak harus dimaknai secara sempit sebagai praktek perdukungan semata. Sando Banua dianggap sebagai orang yang mampu mengobati tubuh/organ manusia dan lainnya, juga sekaligus menjadi perawat alam dan sekitarnya. Interaksi alam, budaya dan manusia menjadi pondasi utama keberadaannya, hingga sampai sekarang aktivitas itu masih berlangsung dan banyak kita jumpai diberbagai wilayah di Sulawesi Barat, dan memiliki generasi-generasi yang akan menjadi pewaris dan pelanjut ilmu pengetahuan tradisional tersebut. Dan apa yang dipraktekkan memiliki banyak kearifan lokal, misalnya praktek “ussul” dan pemali.

Hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam dijadikan sebagai salah satu isu dalam agenda strategi pemajuan kebudayaan, yang dapat menyediakan ruang bagi keberagaman ekspresi budaya, serta mendorong interaksi budaya guna memperkuat kebudayaan yang inklusif serta bertujuan melestarikan budaya Indonesia, khususnya di Sulawesi Barat.

Posisi sosial Sando Banua sangat sakral dan dihormati dalam struktur masyarakat tradisional dan menjadi tokoh penting dalam budaya nusantara yang bersifat kosmosentris, di mana setiap aktivitas kebudayaan selalu dikaitkan dengan perhitungan-perhitungan kosmologis.

Sando Banua merupakan penghubung antara dunia manusia yang tampak secara fisik dengan dunia atas yang tidak terlihat. Pada konsep kosmologi nusantara, dunia manusia berada di dunia bawah, yang perlu menjalin komunikasi dengan dunia atas, menjadi medium yang berada di dunia tengah. Dunia tengah merupakan dunia penghubung antara dunia bawah dan dunia atas. Manusia dengan segala akal budinya menjadi indikator tunggal untuk memahami semua fenomena alam.

Eksistensi Sando pada masa lampau dianggap sebagai salah satu penjaga keharmonisan kosmos, posisinya telah dipengaruhi oleh perkembangan sains dan konsep-konsep kebudayaan baru (termasuk pandangan agama).

Dalam kegiatan, ada enam aktivitas per-sando-an yang diangkat secara khusus, yaitu kelahiran, tentang pembuatan perahu, tentang pembuatan rumah, tentang laut, tentang air, dan tanah atau pertanian. Enam hal tersebut akan diriset oleh periset untuk kemudian hasil awal riset dijadikan referensi awal peserta residensi. Hasil dari residensi akan dituliskan untuk kemudian dimasukkan ke dalam buku dan film dokumenter. Dua hal ini, buku dan film, akan menjadi luaran kegiatan.

Enam bentuk praktek sando di atas, secara umum bisa ditemukan di banyak tempat di Mandar. Tapi untuk memudahkan proses riset dan residensi, akan diwakili di enam tempat, yaitu: Desa Mosso Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar, Desa Batulaya Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar, Desa Renggeang Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar, Desa Sayoang Kecamatan Alu Kabupaten Polewali Mandar, Leppe’ kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene.

“Meski demikian, pengetahuan dari tempat-tempat lain juga dikumpulkan guna memperkaya wawasan pengetahuan tentang sando,” jelas Ridwan.

Ia juga mengatakan tujuan kegiatan Fase Rawat PKN Sulbar untuk menyediakan ruang apresiasi, ekspresi, dan kreasi seni dan budaya yang beragam; mendorong interaksi budaya dan memperkuat kebudayaan yang inklusif; menghidupkan gerakan kebudayaan di tingkat akar rumput; dan menjadi media informasi dan komunikasi kegiatan pemajuan kebudayaan khususnya di Sulbar. (*)

  • Bagikan