Fenomena Deflasi di Sulawesi Barat, Dampak Makro dan Mikro Ekonomi pada Masyarakat

  • Bagikan

Oleh: Jeffriansyah DSA, (Ketua Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Mamuju)

Sulawesi Barat dengan potensi ekonomi yang beragam, mulai dari sektor pertanian hingga perikanan, menghadapi tantangan ekonomi yang menarik perhatian banyak pihak. Sejak Juni hingga September 2024, provinsi ini mengalami fenomena deflasi yang mencerminkan berbagai aspek dinamika ekonomi, baik di tingkat makro maupun mikro. Deflasi ini menunjukkan penurunan harga barang dan jasa secara umum dalam jangka waktu yang cukup lama, berbeda dengan inflasi yang sering kali menjadi sorotan utama.

Deflasi di Sulawesi Barat dalam beberapa bulan terakhir ini menjadi fenomena yang menarik perhatian dalam konteks ekonomi makro dan mikro wilayah ini. Secara umum, Sulawesi Barat mengandalkan sektor-sektor utama seperti pertanian, perikanan, dan perdagangan untuk menopang perekonomian regional. Namun, terjadi penurunan harga-harga secara konsisten yang dikenal sebagai deflasi, yang mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, terutama bagi kelompok menengah ke bawah.

Pengertian Deflasi

Deflasi adalah kondisi penurunan harga barang dan jasa secara umum dalam suatu periode waktu tertentu. Meskipun terdengar menguntungkan bagi konsumen karena harga-harga menjadi lebih murah, deflasi dapat memicu perlambatan ekonomi secara keseluruhan. Ini disebabkan oleh penurunan permintaan barang dan jasa yang akhirnya berdampak pada penurunan produksi, investasi, dan lapangan kerja.

Kondisi Deflasi di Sulawesi Barat (Juni–September 2024)

Data terbaru menunjukkan bahwa Sulawesi Barat selama lima bulan terakhir rata-rata mengalami penurunan harga yang signifikan. Sektor pangan adalah salah satu penyumbang terbesar deflasi, terutama hasil panen lokal seperti cabai dan telur ayam yang mengalami penurunan harga berkat peningkatan produksi dan musim panen yang baik. Kelebihan pasokan menyebabkan penurunan harga, sementara permintaan tetap rendah karena daya beli masyarakat menurun.

Berkaca dari data Statistik pada September 2024, kelompok volatile food (makanan yang harganya cenderung berfluktuasi) mengalami deflasi lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, penurunan harga bahan pangan seperti jagung dan daging ayam turut memperdalam tren deflasi di wilayah ini.

Dampak Deflasi pada Ekonomi Makro Sulawesi Barat

Secara makro, deflasi menunjukkan adanya penurunan permintaan agregat. Hal ini bisa diindikasikan sebagai tanda pelemahan daya beli masyarakat di Sulawesi Barat. Penurunan harga barang-barang terutama di sektor pangan juga dapat berimplikasi pada turunnya pendapatan petani dan pelaku usaha agrikultur yang merupakan tulang punggung ekonomi daerah. Jika kondisi ini berlanjut, dampaknya bisa mengarah pada perlambatan pertumbuhan ekonomi regional karena konsumsi rumah tangga yang berperan penting dalam perekonomian Sulawesi Barat terus menurun.

Pespektif skala makro, deflasi menunjukkan penurunan permintaan agregat. Hal ini dapat dianggap sebagai tanda bahwa daya beli masyarakat di Sulawesi Barat telah menurun. Petani dan pelaku usaha agrikultur yang merupakan pilar ekonomi daerah dapat kehilangan lebih banyak uang jika harga barang turun, terutama di sektor pangan. Konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen penting dari perekonomian Sulawesi Barat terus mengalami penurunan. Jika kondisi ini berlanjut, dampaknya dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Sulawesi Barat.

Melihat dari sudut kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah daerah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi, termasuk intervensi pasar dan kebijakan kredit. Namun, tekanan dari faktor-faktor eksternal seperti ketidakpastian global turut membebani.

​Dampak Deflasi pada Ekonomi Mikro Sulawesi Barat

Perspektif mikroekonomi, deflasi ini menunjukkan situasi di mana pelaku usaha, terutama di bidang perdagangan dan pertanian, menghadapi kesulitan yang signifikan. Sementara biaya produksi tidak turun secara signifikan, keuntungan mereka tergerus oleh penurunan harga hasil panen. Meskipun harga barang turun, daya beli konsumen terutama dari kelas menengah dan masyarakat miskin tetap rendah. Kekhawatiran tentang prospek ekonomi membuat masyarakat cenderung menahan belanja yang berakibat terhambatnya pertumbuhan ekonomi di sektor ritel..

Dampak bagi Kelompok Menengah dan Miskin

Bagi kelompok berpendapatan menengah dan miskin di Sulawesi Barat, deflasi bisa menjadi paradoks. Satu sisi harga yang lebih rendah seharusnya membantu meningkatkan daya beli, tetapi pada kenyataannya deflasi seringkali disertai dengan penurunan pendapatan, terutama di sektor-sektor yang bergantung pada harga komoditas. Petani, nelayan, dan pekerja informal di Sulawesi Barat mungkin menghadapi pendapatan yang lebih rendah karena penurunan harga jual produk mereka. Dengan demikian, alih-alih menikmati harga yang lebih murah, mereka justru harus menghadapi penurunan pendapatan, yang memperparah kondisi ekonomi rumah tangga​ 

Deflasi yang berlangsung di Sulawesi Barat adalah fenomena yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah daerah dan pelaku ekonomi. Meski terlihat sebagai penurunan harga yang menguntungkan konsumen, pada kenyataannya, deflasi menandakan adanya kontraksi ekonomi yang merugikan produsen dan pelaku usaha. Dampaknya terlihat baik di tingkat makro maupun mikro, terutama bagi kelompok pendapatan menengah dan miskin yang kesulitan beradaptasi dengan perubahan ekonomi ini. Kebijakan yang mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan investasi sektor riil perlu segera diterapkan untuk menghindari stagnasi ekonomi yang berkepanjangan di Sulawesi Barat. (***)

  • Bagikan

Exit mobile version