POLMAN, RADAR SULBAR – Penjabat (Pj) Bupati Polewali Mandar, Muhammad Ilham Borahima merespons adanya oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga melanggar Undang-Undang (UU) Pemilu.
Adapun ASN yang dimaksud adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Polman, Andi Rajab. Di mana Andi Rajab disebut diduga telah mengintervensi guru-guru untuk memilih salah satu kandiidat calon bupati Polman di Pilkada 2024.
Menurut Borahima, untuk membuktikan tudingan tersebut maka bisa dilaporkan ke Bawaslu, selaku penyelenggara pengawas Pemilu.
“Kalau memang terbukti ada seperti itu, silakan laporkan ke Bawaslu agar ditangani,” kata Ilham Borahima saat dihubungi, Senin 30 September 2024.
Dihubungi terpisah, Kepala Disdikbud Polman Andi Rajab dengan tegas membantah bahwa dirinya telah mengintervensi guru-guru untuk mendukung salah satu pasplon. Dia menegaskan bahwa dirinya ASN yang netral.
“Saya sama sekali tidak pernah mengintervensi guru-guru. Saya ASN netral,” ucap Rajab saat dihubungi, Jumat 27 September 2024.
Sebelumnya diberitakan, program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, terus menjadi sorotan publik. Bukan tanpa sebab, dua program ini diduga dimanfaatkan oknum demi meraup suara di pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Terbaru, Kepala Disdikbud Polman, Andi Rajab ikut terseret karena disinyalir mendukung janji-janji PIP-KIP yang dijual oleh kerabat salah kandidat bupati Polman. Bahkan disebutkan, ia melakukan intervensi kepada guru-guru.
Tim Hukum pasangan calon bupati Andi Bebas Manggazali – Siti Rahmawati (BESTI) pun mengaku tidak akan tinggal diam terhadap dugaan penyelewengan jabatan tersebut.
Menurutnya, jika hal ini dibiarkan, maka akan mencederai cita-cita pemilu damai. Disebut, Rajab diduga mengintervensi guru-guru untuk mendukung salah satu kandidat calon bupati Polman.
“Kami menemukan bukti bahwa oknum kadis ini (Andi Rajab) diduga telah mengintervensi guru-guru untuk mendukung paslon nomor urut 4, serta ikut menjanjikan PIP dan KIP-K,” kata salah satu tim hukum BESTI, Ahmad Syahban dalam keterangannya kepada awak media, Jumat 27 September 2024.
Dijelaskan Syahban, dugaan itu terkuak setelah menemukan bukti di lapangan dan laporan dari sejumlah orang tua siswa calon penerima PIP-KIP. Termasuk yang terbaru, beredar adanya calon penerima KIP yang diancam berkasnya tidak akan diloloskan lantaran orang tuanya diduga memilih paslon lain.
“Buktinya kami temukan di lapangan dan termasuk laporan dari orang tua siswa. Apalagi, baru-baru ini juga saya baca berita bahwa calon penerima beasiswa diancam berkas pengajuan KIP Kuliahnya tidak akan diloloskan jika orang tuanya tetap mendukung paslon lain. Nah, cara-cara macam apa ini? Kami menganggap cara-cara seperti ini tidak dibenarkan dan melawan hukum, sebab beasiswa PIP-KIP adalah hak setiap warga Indonesia. Dari hal ini tentu ada aktor di baliknya, dan kami akan terus usut hal ini. Oknum Kadis Pendidikan yang diduga kuat terlibat akan kami laporkan kepada pengawas Pemilu,” tegasnya.
Pentingnya ASN Bersikap Netral di Pemilu
Alasan pegawai ASN harus bersikap netral dalam Pemilu 2024 dijelaskan dengan terang dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014 yang berbunyi: “Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”.
Kemudian, dalam regulasi tersebut juga dijelaskan, bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Aturan ketentuan netralitas ASN dalam Pemilu adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil secara jelas mengatur ketentuan netralitas dalam Pemilu.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 huruf n, yang berbunyi: PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: Ikut kampanye; Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau; Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Netralitas ASN Dalam Pemilu
Aturan netralitas ASN pada Pemilu yang akan digelar pada tahun 2024 ini, berikut penjelasannya:
ASN, atau pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga merupakan dari masyarakat, sehingga punya hak dan kewajiban yang sama dalam memilih ketika pemilu.
Kendati demikian, ASN merupakan bagian dari pelayanan publik yang harus memberikan pelayanan bagi masyarakat secara adil. Oleh sebab itu, sikap netral wajib dimiliki ASN untuk menjauhkan diskriminasi layanan dan kesenjangan dalam lingkup ASN.
Netralitas ASN pada pemilu juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa salah satu penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN mengacu pada asas netralitas.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS disebutkan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden atau wakil presiden, calon anggota DPR, DPD, DPRD, serta calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Selain itu, ASN juga dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan, membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan calon serta mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan pada calon baik sebelum selama dan sesudah masa kampanye. (*)