POLMAN, RADAR SULBAR – Andi Bebas Manggazali dan Siti Rahmawati ziarah ke makam-makam Raja Balanipa Pertama I Manyambungi yang lebih dikenal dengan Todilaling, Rabu 25 September 2024.
Makam ini terletak di puncak gunung Desa Napo, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat.
Tiba di lokasi, Andi Bebas Manggazali terlihat mengenakan baju kemeja dan songkok hitam yang dibalut dengan sarung dengan motif tenun khas Mandar sebagai bawahan.
Bebas mengatakan kunjungan ini sebagai bentuk perhormatan terhadap leluhur dan pejuang yang telah memberikan kontribusi besar bagi Bumi Tipalayo.
Ayah empat ini menyampaikan pentingnya menjaga dan menghargai warisan budaya serta sejarah daerah. “Inilah salah satu ikon di Tanah Mandar yang harus dijaga,” ucap Mantan Sekretaris Daerah Polewali Mandar.
Menurut Bebas melakukan ziarah, bukan hanya menghormati leluhur tetapi juga belajar dari sejarah mereka. Dia berpesan, generasi muda harus mengetahui dan memahami perjuangan serta nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendahulu.
“Sosok beliau harus menjadi panutan bagi kita semua. Bagaimana seorang raja yang sangat mencintai rakyatnya, sehingga masyarakat itu mencintai rajanya,” tuturnya.
Bebas menceritakan semakin cintanya rakyatnya, konon di tempat itu Raja Todilaling dimakamkan bersama dayang-dayang setia yang terdiri dari 7 pria dan 7 wanita.
Kata dia, di balik cerita itu, harus bisa diambil maknanya ketika ingin memimpin sebuah daerah untuk mendapatkan hati masyarakat, harus dimulai dari pemimpinnya.
“Kenapa ini ada manajemen timbal balik, karena di mana raja ini selalu bercita-cita bagaimana rakyatnya sejahtera dan makmur,” sebutnya.
Bebas menyebut I Manyambungi ini adalah seorang raja yang demokratis.
Dia bercerita, saat masa akhir pemerintahannya, I Manyambungi berpesan bahwa setelah wafat “Jika tidak memiliki kemampuan dan etika yang baik, maka jangan pilih dia menjadi raja.”
Secara lengkap amanah itu berbunyi, bahwa “Madondong duambongi anna matea, mau ana’u mau appo’u da’ muannai menjari mara’dia mua tania tonamassayanni lita’na to massayanni pa’banua.”
“Da’ muannai dai di peuluan, mua masuanni pulu-pulunna, mua maddori kedona, apa iyamo ta’u namarruppu-ruppu lita’.”
“Artinya manakala besok lusa saya mangkat, walaupun anak dan cucu saya, janganlah hendaknya diangkat menjadi raja kalau bukan dia orang yang cinta kepada tanah air dan rakyat kecil.”
“Jangan pula diangkat seorang calon raja bila ia mempunyai tutur kata yang kasar, berbuat, bertindak kaku dan kasar pula, karena orang yang seperti itulah yang akan meng-hancurkan negeri.”
“Ada pesannya, besok atau lusa jika saya meninggal, jangan angkat anak saya atau cucu jika tidak bisa memperbaiki sebuah daerah atau negara.
“Apa yang disampaikan itu bahwa tidak harus anaknya, berarti dia cari siapa pun orang yang bisa memperbaiki sebuah daerah lebih,” ucapnya.
“Mudah mudahan pemerintah Polman ke depan bisa seperti itu,” harapnya.
Warisan Leluhur Harus Dirawat dan Dilestarikan
Dalam kesempatan itu, kondisi makam Raja Balanipa Pertama I Manyambungi yang lebih dikenal dengan Todilaling turut menjadi perhatian Andi Bebas Manggazali.
Ketua Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Kabupaten Polman berharap makam leluhur ini harus dirawat dan dijaga kelestariannya.
“Apa yang diwariskan leluhur kita, kita harus pertahankan, paling tidak dilengkapi fasilitas, seperti lampu, tempat parkir di bawah,” ujarnya.
Kemudian, fasilitas buku yang disimpan di tempat ini untuk mudah bagi masyarakat mengetahui tentang sejarah raja Balanipa ini.
Mantan Camat Luyo juga berharap para petugas yang menjaga makam ini agar mendapat apresiasi, berupa kenaikan insentif. “Paling tidak, petugas yang jaga di sini, dibikinkan SK, apakah dari Dinas Pariwisata dan Budaya,” pungkasnya. (*)
Tim Media BESTI