MAMUJU, RADAR SULBAR — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulbar menilai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) memperparah kerusakan lingkungan di Sulbar.
“Pengiriman material seperti pasir, kayu, dan batu dari Sulbar ke IKN berdampak sangat besar terhadap kerusakan alam di Sulbar. Mengurangi keanekaragaman hayati dan mengancam kesejahteraan masyarakat lokal yang bergantung pada lingkungan yang sehat,” kata Direktur Eksekutif WALHI Sulbar, Asnawi, Selasa 17 September.
Hutan-hutan yang gundul, tanah yang tergerus, dan sungai yang tercemar, menurut Asnawi, adalah ancaman nyata.
“Menurut data geologi, Sulbar merupakan zona rawan gempa. Dengan adanya eksploitasi besar-besaran itu bisa jadi pemicu gempa,” jelasnya.
Hemat Asnawi, penyataan Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN, Agung Wicaksono, 6 September lalu, yang bilang, tanpa Sulbar IKN tak akan ada, menurut Asnawi bukan hal yang patut dibanggakan lantaran mesti dibayar dengan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.
Asnawi membeberkan, bahwa Divisi Advokasi Walhi Sulbar mendapati keruakan lingkungan akibat eksploitasi alam. Salah satunya, aktivitas pertambangan golongan C oleh CV Az Zahra, di Desa Kabuloang Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju.
Pertambangan terebut mengakibatkan polusi udara yang disebabkan debu kendaraan mobil dump truck yang berukuran besar, lalu lalang dari lokasi pertambangan melalui rumah warga desa kabuloang.
Aktivitas tambang tersebut juga mengakibatkan banjir disertai lumpur yang memasuki rumah warga.
“Lalu lalang dump truck menimbulkan kebisingan yang mengakibatkan penurunan pendengaran saat berbicara. Saat hujan deras, air dari sungai meluap dan mengakibatkan banjir memasuki rumah warga yang disertai dengan lumpur, padahal sebelumnya tidak pernah seperti itu,” beber Asnawi.
Selain degradasi lingkungan, sambung Asnawi, aktivitas tambang juga mengganggu mata pencaharian petani. Para petani di sekitar wilayah tambang mengaku mengalami penurunan hasil pertanian akibat kualitas air dan kualitas tanah yang menurun.
Begitu juga operasi tambang dari PT Tambang Batuan Andesit, di Desa Lebani, Kecamatan Tapalang Barat. Asnawi mengungkapkan lokasi aktivitas tambang batuan andesit tersebut, merupakan tempat habitat burung maleo mencari makan dan merupakan jalur burung bertelur di bibir pantai.
“Bila aktivitas tambang itu tetap beroperasi, maka burung maleo akan punah,” ungkapnya.
Asnawi mengajak eluruh komponen untuk melindungi alam Sulbar yang kaya akan potensi.
“Sekali rusak, ekosistem tidak akan bisa pulih kembali. Kita tidak bisa terus memandang sumber daya alam sebagai aset ekonomi semata,” tandasnya.(**)