ASN di Pusaran Kampanye

  • Bagikan

Oleh: M Danial 

DUA pria sedang berbincang serius di sudut ruangan sebuah warkop sederhana. Keduanya bergantian memperlihatkan sesuatu di layar HP masing-masing. Sesekali pula keduanya melakukan “tos” atau salam komando disertai ketawa-ketiwi sambil tagline salah satu paslon Pilkada. 

Saya bersama teman ngopi di tempat yang sama langsung menebak dua pria itu adalah “tim sukses” pilkada. Setidaknya tim pemenangan. Yang membuat saya heran karena keduanya mengenakan seragam ASN.

Teman saya langsung kepo mengingatkan netralitas ASN. Namun keduanya merespon dingin. Tetap bersemangat membeberkan kelebihan jagoannya. Dengan bangga menyebut pemetaan yang telah dilakukan bersama timnya. Terang-terangan pula akan menghadiri kegiatan jagoannya pada kampanye nanti. 

“Tidak usah khawatir bro, aman terkendali.  Pengawas sudah kita pegang,” salah seorang dari keduanya meyakinkan. Saya tidak paham yang ia maksudkan pengawas sudah dipegang. Ia berdalih sudah ada pernyataan Mendagri bahwa ASN boleh kampanye. Untuk mengetahui visi misi calon. Itu aasan klasik yang selalu menjadi perisai ASN melanggar aturan soal kampanye.

Diketahui, Mendagri Tito Karnavian pada sebuah kesempatan kepada media, bahwa ASN boleh saja menghadiri kampanye pemilu atau pilkada. Namun ASN harus netral, tidak boleh berpolitik praktis, atau melakukan dukung-mendukung paslon Pilkada 2024.

“ASN boleh menghadiri kampanye sebab ASN memiliki hak pilih. Berbeda dengan TNI-Polri yang memang tidak memiliki hak pilih. Dengan menghadiri kampanye, ASN memiliki referensi untuk menentukan pilihan. Tapi kehadiran ASN saat kampanye bersifat pasif,” jelas Mendagri, dikutip CNN Indonesia.com (10/7/2024).

Pelanggaran netralitas ASN merupakan persoalan klasik setiap pemilu atau Pilkada. Pemerintah sudah menerbitkan banyak aturan terkait netralitas ASN. Tapi pelanggaran tetap marak terjadi. Malah makin meningkat dari pemilu ke pemilu atau Pilkada.

Bentuk pelanggaran netralitas ASN didominasi keberpihakan di media sosial, seperti melakukan sosialisasi, mengunggah, menyukai dan membagikan (like dan share), mengomentari atau bergabung dalam grup media sosial atau akun pemenangan peserta pemilu atau Pilkada. Ada juga foto bersama dengan bakal calon dan tim pemenangan. 

Pelanggaran netralitas ASN diperkirakan bakal makin banyak lagi pada Pilkada 2024. Apalagi para paslon memiliki kedekatan emosional lebih dalam dengan masyarakat termasuk ASN di daerah. Dan senyatanya banyak ASN yang tidak terjaga netralitasnya. Apalagi integritasnya.

Penyebab pelanggaran netralitas berkaitan erat dengan upaya ASN mempertahankan jabatan, berharap promosi atau mengincar jabatan tertentu. Selain itu ketidakpahaman regulasi, dan sanksi yang tidak memberikan efek jera. Pelanggaran netralitas seolah sudah lumrah.

Ironisnya, yang sering melanggar netralitas adalah pejabat struktural karena merasa aman dari sentuhan penegakan aturan. Terlebih pejabat yang merupakan keluarga atau kerabat paslon. Para atasan harus menjadi contoh penegakan aturan netralitas ASN, lagi-lagi hanya slogan. Akibatnya yang menjadi korban adalah ASN level bawah. Pegawai kecil tidak berdaya menghadapi “perintah” atasannya (melanggar aturan). 

Pengajar hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraeni, berpandangan penegakan netralitas ASN tidak cukup dengan banyaknya aturan. Sangat penting juga pengawasan untuk pencegahan, serta penegakan aturan yang tegas, adil dan konsisten. 

Penetapan paslon Pilkada 2024 dan masa kampanye tidak lama lagi. Para ASN yang menjadi bagian dari tim sukses dipastikan sudah menyiapkan strategi untuk kepentingan idolanya. Mereka sudah menyiapkan pula siasat agar lepas dari bidikan pengawas Pilkada. 

Sejumlah larangan bagi ASN dalam Pemilu dan Pilkada 2024 sudah dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) beberapa menteri dan pimpinan lembaga negara pada 2022. Yaitu Mendagri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

SKB mengatur sejumlah rambu-rambu larangan bagi ASN atau pegawai pemerintah non pegawai negeri. Dilarang memposting, mengomentari, menyukai, membagikan (like dan share) konten yang terkait dengan calon tertentu di media sosial. Dilarang menghadiri acara deklarasi, atau menghadiri kampanye menggunakan atribut ASN. 

Larangan lain, menghadiri acara parpol atau paslon Pilkada, mengadakan kegiatan yang terindikasi sebagai bentuk dukungan atau keberpihakan kepada paslon tertentu. Termasuk foto bersama dengan paslon. 

Keberpihakan ASN dalam Pilkada akan menyebabkan diskriminasi layanan, benturan kepentingan, dan kesenjangan dalam lingkungan kerja. Akan berdampak pula pada integritas dan profesionalisme ASN yang harus terjaga, demi mewujudkan Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis.

Kalau ada ASN ngotot menghadiri kampanye dengan alasan untuk mengetahui visi misi paslon, maka idealnya menghadiri kampanye semua paslon. Itupun harus bersifat pasif, tidak boleh aktif. Tidak melakukan yel-yel, apalagi memobilisasi peserta kampanye. Contoh kecil untuk menjaga netralitas, ASN jangan ikut-ikutan foto bersama, me-like atau membagikan konten kampanye. (*)

  • Bagikan