Sebuah Perjumpaan di Lembah Lore

  • Bagikan
Rumah adat tradisional Tambi, di Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Kamis 12 September 2024. (JASMAN RANTEDODA/ RADAR SULBAR)

Sedikitnya ada empat hal menonjol yang menghubungkan Kalumpang dan Lembah Behoa. Yaitu pertanian, penguburan, pembuatan kain dan seni arsitektur.

OLEH: JASMAN RANTEDODA (Lembah Behoa, Poso, Sulawesi Tengah)

Ada dua penemuan yang mengubah model kehidupan manusia secara signifikan. Pertama adalah api. Homo Erectus adalah jenis manusia purba pertama yang memanfaatkan api sekitar dua juta tahun yang lalu.

Penemuan api kemudian memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan dengan cara membakar, berkembang menjadi memsak dengan wadah bambu, hingga menciptakan senjata.

Api digunakan untuk mengubah sifat mekanis bahan, seperti batu silcrete – batuan yang sangat keras dan terdiri dari butiran kuarsa dan semen silika– yang dipanaskan dan ditempa menjadi bilah berbentuk bulan sabit atau mata panah.

Setelah era api, penemuan kedua yang mengubah model kehidupan maunsia secara signifikan adalah pertanian. Melalui pertanian manusia dapat mengumpulkan kebutuhan pangan.
Kalumpang dan Lembah Behoa dan Lembah Lore secara umum bertemu pada titik ini. Keduanya mula-mula memakai sitem penanaman padi di lahan kering atau padi ladang.

“Namun jika dilihat secara lebih luas, Kalumpang tetap menjadi awal dari moderenisai pertanian, sekira 4000 tahun yang lalu,” kata Arkeolog yang juga salah satu penemu seni figuratif tertua di dunia, Rustan, yang ditemui di Desa Doda, Lembah Behoa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Rabu 11 September.

Ketika orang tidak lagi disibukkan dengan mencari bahan makanan, dia memiliki kesempatan meningkatkan kualitas hidupnya. Orang kemudian menghadirkan hal-hal baru yang sipatnya simbolik.

Yang simbolik itu muncul salah satunya pada penguburan. Penelitian arkeologi di Situ Pokekea Desa Hangngira, Lembah Behoa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, ditemukan penguburan dalam tempayan dengan wadah tembikar dan puluhan Kalamba yang juga sebagai wadah penguburan komunal.

Penguburan dalam tempayan juga ditemukan di Situs Palemba, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

“Wadah pengukuburan itu mengalami perkembangan dari tembikar atau tempayan, kemudian erong atau kayu dan kemudian batu,” jelas Penanggungjawab Cagar Budaya Benteng Roterdam, Leang-leang dan Leang Timpusang, itu.

Pemakaman erong berkembang ke selatan dan ke timur, kemudian ke utara, ke Seko. Namun di Behoa, di Bada, dan Rampi tidak ditemukan pemakaman erong.

Sementara pemakaman dengan wadah batu tidak ditemukan di kalumpang. Di Seko ditemukan satu, di Rampi tidak ada, kemduian masuk Lembah Bada sudah mulai ada.

“Puncaknya keliatannya di sini, di Behoa, lengkap dengan tutup dan ukirannya. Bahkan ada tempat yang diduga sebagai tempat produksi,” jelas Rustan.

Namun dibandingkan di Lembah Bada, lanjutnya, Kalamba di Lembah Behoa jauh lebih maju dari segi ukiran.

Keterkaitan lainnya adalah pada pembuatan kain dari kulit kayu. Peralatan pembuatan kain dari kulit kayu ditemukan di Kalumpang, Behoa, Rampi, dan Seko. “Kalau terkait pakaian kulit kayu, Kalumpang tetap masih jadi prioritas pertama,” simpul arkeolog itu.

Sementara dari sisi arsitektur, Rumah Tradsional Kalumpang yang dikenal dengan Banua Batang pada bagian kaki sama dengan Rumah Tradsional Tambi di Lembah Behoa. Bagian bawah tiang membentuk pola rakit dengan menggunakan batang kayu bundar.

“Banua Batang di Kalumpang dan Seko juga terdiri dari tiga bagian. Sturktur tiang kurang lebih sama,” paparnya.

Rustan menduga bagian kaki Rumah Traditional Tambi adalah pengembangan sitem umpat pada Banua Batang Kalumpang. Namun dari sisi bentuk arsitektur, Tambi lebih maju. Namun dari sisi kompleksitasnya Banua Batang lebih lengkap.

“Banua Batang adalah rumah komunal. Dihuni lebih dari satu kepala keluarga. Pada rumah Tradsional Tambi itu kemudian ada perkembangan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks,” urai Rustan.

Hal lain yang menghubungkan Lore dan Kalumang adalah sisi geografis, sama-sama menepati daerah tengah pulau Sulawesi dan berada di lembah-lembah. Komsep ederhana saja, lembah adalah tempatnya berkummpul segala seuatu. Dan dari sisi geologi, Kalumpang dan Lore menempati daerah yang paling dinamis. “Bergerak terus,” tandasnya.

Pada akhirnya kita tak boleh buru-buru menyimpulkan. Indentifikasi temuan belum juga rampung dan penelitian masih terus berjalan. (***)

  • Bagikan

Exit mobile version