Oleh: M Danial
NETRALITAS ASN selalu didengungkan setiap pemilu atau pilkada. Seperti lagu yang selalu diperdengarkan. Tapi pelanggaran netralitas ASN tetap juga terjadi. Ada yang ketahuan, tapi lebih banyak yang tak ketahuan. Atau seolah-olah tak diketahui alias dibiarkan.
Pada pemilu 2024 lalu, beredar isu “mobilisasi” ASN untuk memenangkan caleg tertentu. Pelakunya adalah pejabat kabupaten yang merupakan kerabat caleg DPRD kabupaten dan DPRD provinsi. Modusnya, para ASN yang baru terangkat menjadi PPPK “diperintahkan” mencari minimal sepuluh suara untuk kerabatnya yang menjadi caleg.
“Kami dipanggil berkelompok sampai sepuluh orang. Setiap orang diminta mencari minimal sepuluh suara untuk kerabat pak Kadis, caleg DPRD kabupaten dan provinsi. Kita semua bilang siap (mencari suara) karena diancam ditempatkan di tempat jauh,” cerita seorang guru PPPK pengangkatan 2023 di Kabupaten Polewali Mandar. Ia bercerita sambil meminta identitasnya dirahasiakan karena menyangkut nasibnya sebagai ASN baru.
Memastikan netralitas ASN merupakan tantangan yang tak pernah selesai setiap pemilu, terlebih Pilkada seperti sekarang.
Tak bisa dipungkiri kedekatan emosional ASN dengan kandidat peserta kontestasi untuk memilih pemimpin lokal merupakan salah satu penyebab pelanggaran netralitas ASN di pilkada. Penyebab lain adalah kedekatan atau afiliasi pejabat kepada kandidat tertentu, membuatnya melakukan intervensi dan intimidasi terhadap ASN yang dibawahinya. Para bawahan pun tak berdaya teehadap kemauan atasannya.
Tak dipungkiri pula banyak ASN yang merasa posisinya terancam jika tak mendukung kandidat yang dijagokan atasannya. Apalagi jika sang kandidat adalah petahana dan dianggap memiliki peluang besar untuk menang. Karena itulah banyak ASN mengabaikan netralitas. Berpihak kepada kandidat yang dianggapnya akan lebih menguntungkan posisi dan karirnya, apalagi jika yang bersangkutan berada di zona nyaman atau “tempat basah”.
Kondisi seperti itu akan menyebabkan juga terjadinya iklim tidak kondusif di lingkungan kerja ASN yang memiliki pilihan berbeda-beda. Akan terjadi tekanan bagi ASN untuk berpihak dan melanggar netralitas. Maka jangan berharap adanya profesionalisme pemerintahan.
Berbagai bentuk pelanggaran netralitas ASN pada pemilu atau pilkada. Seperti keterlibatan langsung atau tidak langsung dalam sosialisasi dan kampanye. Pelanggaran lain, penggunaan fasilitas negara atau sarana milik pemerintah untuk kepentingan kandidat tertentu, keberpihakan pelayanan yang berpihak atau menguntungkan kandidat tertentu, hingga mobilisasi massa untuk kepentingan kandidat tertentu.
Netralitas ASN yang tidak terjaga akan berdampak serius terhadap proses demokrasi.
Keterlibatan ASN secara langsung atau tidak langsung dalam politik praktis akan menjadi pintu masuk ketidakadilan dalam kontestasi politik.
Kondisi tersebut akan mendegradasi pula kepercayaan publik terhadap ASN dan lembaga pemerintahan sebagai institusi yang seharusnya menjadi pilar netralitas dan keadilan untuk demokrasi. Pelanggaran netralitas ASN, dalam jangka panjang akan menggerus integritas dan kredibilitas poroses pemilu yang berpotensi menyebabkan instabilitas politik.
Pilkada serentak 2024 akan kembali menjadi ujian kualitas demokrasi di negara kita. Memastikan netralitas ASN merupakan tantangan untuk mewujudkan integritas dan kredibilitas Pilkada 2024. Pengawasan netralitas ASN tak cukup hanya oleh Bawaslu. Para pimpinan atau atasan ASN harus menjadi teladan netralitas.
Pendaftaran peserta Pilkada 2024 yang akan berlangsung 27-29 Agustus di kantor KPU provinsi atau kabupaten/kota harus menjadi perhatian serius untuk memastikan netralitas ASN. Misalnya adanya ASN yang menjadi bagian rombongan kandidat paslon menuju kantor KPU.
Kita tidak menginginkan netralitas hanya sebagai slogan atau jargon yang didengungkan para pejabat. Tapi mereka juga sebagai atasan ASN diam-diam mendukung atau berpihak kepada kandidat tertentu. Malah mengarahkan bawahannya untuk memobilisasi dukungan. Netralitas ASN harus dibuktikan, bukan sekedar diucapkan. Jangan sampai terjadi para pejabat atau atasan ASN seperti pagar makan tanaman. (*)