Butuh Uluran Tangan, Kakak Beradik Menderita Tulang Rapuh

  • Bagikan
LUMPUH. Kakak Adik, Nur Azizah dan Sri Wulandari hanya bisa terbaring di gubuk milik orangtuanya karena mengalami penyakit tulang rapuh.

*Kakak Beradik Derita Tulang Rapuh
Butuh Uluran Tangan Dermawan

POLEWALI RADAR SULBAR — Kehidupan pilu dijalani Nur Azizah (12) dan adiknya, Sri Wulandari (4). Kedua kakak adik ini tinggal bersama kedua orangtuanya di Desa Banato Rejo, Kecamatan Tapango Polman. Kakak adik ini hidup memprihatinkan karena menderita tulang rapuh membuat keduanya lumpuh.

Ironis, keduanya kini harus bertahan hidup dalam gubuk ukuran 3 x 3 meter karena rumah yang pernah dimiliki orang tuanya telah dijual untuk biaya pengobatannya. Sehingga keduanya butuh uluran tangan dermawan.

Menurut orangtua Nur Azizah dan Sri Wulandari, Lilis anaknya divonis oleh dokter di rumah sakit mengalami tulang rapuh.

“Dokter bilang tulang rapuh,” kata Lilis, Senin 8 Juli 2024

Nur Azizah merupakan anak pertama sedangkan Sri Wulandari anak ketiga dari pasangan suami istri Munir (41) dan Lilis (27).

Meski dalam administrasi kependudukan keluarga kurang mampu ini tercatat sebagai warga Desa Kuajang, Kecamatan Binuang, namun sejak dua tahun terakhir mereka tinggal di Desa Banato Rejo, Kecamatan Tapango.

Menurut Lilis, penyakit yang diderita kedua buah hatinya itu telah pernah diperiksakan ke dokter. Berbagai pengobatan alternatif juga pernah dicoba namun belum membuahkan hasil.

“Sudah pernah ke dokter, bahkan sampai ke Makassar kita berobat. Obat alternatif juga pernah, tapi kondisinya masih seperti sekarang,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, kondisi kedua buah hatinya itu sangat memprihatinkan. Bahkan kerap terdengar suara retakan pada tulang mereka ketika akan digendong.

“Kalau anak pertama baru belajar jalan sudah kena, anak ketiga sejak lahir. Langsung menghitam kaki, bengkak, selalu nangis-nangis, kalau digendong ada suara retak pada tulang,” ujar Lilis.

Akibat penyakit yang dideritanya, membuat Nur Azizah dan Sri Wulandari hanya dapat terbaring. Dia tidak dapat beraktifitas tanpa bantuan. Bahkan pergelangan tangan dan kaki mereka tampak mengecil dan alami pembengkokan.

“Jadi seperti ini saja, tidak bisa bikin apa kalau tidak dibantu. Tangan dan kakinya juga membengkok,” tutur Lilis lirih.

Sementara sang ayah Munir mengaku tidak dapat berbuat banyak untuk membiayai pengobatan kedua buah hatinya itu. Diakui, upah yang diperoleh sebagai buruh pembuat batu merah juga terkadang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.

“Kami sudah tidak punya biaya. Saya hanya bekerja sebagai pembuat bata merah dengan upah pas-pasan,” ucapnya.

Bahkan menurutnya, sebuah rumah layak yang pernah dimiliki juga telah dijual untuk membiayai pengobatan kedua anaknya itu.

“Uangnya hasil jual rumah juga sudah habis untuk biaya pengobatan. Sebagian disisihkan untuk membeli sepetak lahan dan belum lunas sampai sekarang ini,” jelas Munir.

Munir mengungkapkan, jika gubuk tempat tinggalnya saat ini didirikan di atas lahan milik warga. Gubuk berukuran sekira 3×3 meter itu hanya beratapkan rumbia dan menggunakan terpal sebagai dinding. Lantainya terdiri dari batu merah yang disusun kemudian diberi pengalas dari terpal.

Tidak ada barang berharga yang terlihat dalam gubuk keluarga kurang mampu ini. Bahkan sekedar untuk alas tidur mereka hanya menggunakan karpet usang. Tidak jarang mereka harus mengungsi, apalagi saat hujan deras mengguyur.

Munir mengaku memilih bertahan di gubuk tersebut bersama keluarganya karena sudah tidak memiliki rumah. Dia juga mengatakan jika lokasi gubuk yang menjadi istana keluarga kecilnya itu, berdekatan dengan tempatnya bekerja saat ini.

“Sekarang sudah tidak punya rumah jadi tinggal di sini, biar lebih dekat juga dengan tempat bekerja,” ucapnya.

Lebih lanjut Munir menambahkan jika dirinya sengaja belum memindahkan status kependudukannya dari Desa Kuajang ke Desa Banato Rejo, karena khawatir kehilangan bantuan sosial jika status kependudukannya dipindahkan.

“Itu alasannya, jangan sampai kalau saya pindah kartu tanda penduduk (KTP), saya tidak dapat lagi bantuan sosial,” jelasnya.

Baik Munir maupun istrinya Lilis, sangat mengharapkan bantuan agar penyakit yang diderita kedua buah hatinya itu bisa sembuh. Sehingga kelak keduanya tumbuh normal seperti anak lainnya.

“Harapan kami hanya itu, semoga pengobatan Nur Azizah dan Sri Wulandari bisa dilanjutkan sehingga keduanya bisa sembuh,” pungkasnya. (mkb/jaf)

  • Bagikan

Exit mobile version