Oleh: M Danial
MUSIM haji 1445 Hijriah makin mendekati puncak, yaitu wukuf di Arafah. Wukuf adalah salah satu rukun haji dan merupakan inti pelaksanaan ibadah haji. Seluruh jemaah haji akan berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf. Dimulai saat tenggelamnya matahari 9 Zulhijah hingga terbitnya fajar 10 Zulhijjah.
Wukuf merupakan momentum bagi para jamaah haji melakukan perenungan dan instrospeksi diri, pertaubatan dan memohon ampunan kepada Allah Swt. Ritual wukuf dilakukan mengenakan pakaian ihram berwarna putih tak berjahit yang merupakan simbol Padang Mahsyar. Tempat manusia kelak dikumpulkan untuk dihisab.
Setiap muslim punya harapan besar untuk berhaji. Untuk melihat langsung Ka’bah dari dekat. Merasakan kebersamaan dengan sesama muslim dari seluruh penjuru dunia melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah. Berharap pula bisa mencium Hajaratul Aswad. Kerinduan itu tak mungkin terobati dengan hanya melihat gambar Baitullah di tayangkan televisi atau medsos.
Cendekiawan muslim Dr. Ali Syariati mengatakan Ka’bah yang merupakan kiblat umat Islam dan menjadi pusat kunjungan jemaah haji mengandung pelajaran kemanusiaan yang sangat berharga. Untuk memahami sejarah Nabi Ibrahim yang membangun ka’bah bersama putranya Ismail.
“Haji merupakan kepulangan manusia kepada Allah yang mutlak. Yang tidak memiliki keterbatasan dan tidak diserupai oleh sesuatu apapun. Kepulangan kepada Allah merupakan gerakan menuju kesempurnaan, kebaikan, keindahan, kekuatan, pengetahuan, nilai dan fakta-fakta,” kata cendekiawan asal Iran yang digelar Rasyanfikr (pemikir yang tercerahkan).
Syariati melalui bukunya “Makna Haji” mengajak untuk menyelami makna ritual haji yang sesungguhnya. Perjalanan haji bukan sekedar ritual wisata yang hampa makna. Melainkan sebuah proses menuju penghambaan kepada Tuhan Yang Sejati. Tuhan yang sesungguhnya.
Memahami makna haji membutuhkan pemahaman tentang sejarah Nabi Ibrahim dan ajarannya. Diketahui bahwa praktik-praktik ritual ibadah haji memiliki keterkaitan dengan proses yang dijalani Nabi Ibrahim bersama keluarganya.
Haji merupakan kepulangan manusia kepada Allah yang mutlak, tidak memiliki keterbatasan dan tidak diserupai oleh sesuatu apapun. Kepulangan kepada Allah merupakan gerakan menuju kesempurnaan, kebaikan, keindahan, kekuatan, pengetahuan, dan fakta-fakta.
Memulai ritual ibadah haji di Miqat Makany dengan berniat memasuki gerbang suci. Berjanji pada diri sendiri untuk melepaskan kesibukan duniawi yang bermakna pelepasan egoisme dan keangkuhan. Semua perbedaan ditanggalkan. Semua harus mengenakan pakaian ihram. Yang melambangkan kesucian dan kesetaraan di hadapan Allah Swt.
Mengenakan kain berwarna putih polos untuk mengingatkan pakaian yang akan membalut tubuh manusia ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini. Dengan berpakaian ihram, diharapkan mempengaruhi jiwa setiap orang yang melaksanakan ibadah haji merenungi kelemahan dan keterbatasannya di hadapan Allah Swt.
Maknanya, semua yang akan menyebabkan pengaruh psikologis karena perbedaan status sosial, ras, pangkat, jabatan, dan harta harus ditanggalkan. Semua harus merasa sama dan setara dalam persaudaraan universal di bawah panji Ilahi.
Jemaah haji mengunjungi Ka’bah melakukan tawaf, bermakna bahwa bangunan berbentuk kubus yang merupakan kiblat umat Islam itu merupakan simbol ketetapan dan keabadian Allah.
Ka’bah dikelilingi bangunan Masjidil Haram yang megah. Di sana ada Hijr Ismail yang arti harfiahnya pangkuan Ismail, putra Ibrahim dalam pangkuan ibunya bernama Siti Hajar, seorang perempuan miskin dari kalangan budak. Maknanya sebagai pelajaran bahwa Allah memberi kedudukan kepada seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya. Melainkan karena kedekatan kepada Allah dan kesungguhannya untuk berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan. Dari keterbelakangan menuju peradaban.
Hajar Aswad atau batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka’bah konon dibawa nabi Ibrahim sebagai simbol sumpah setia kepada Rabb-Nya. Jemaah haji melakukan tawaf mengitari Ka’bah dengan khusyuk sambil memuji kebesaran Tuhan, melambangkan orbit manusia mengelilingi Sang Pencipta.
Di sekitar Ka’bah terdapat Makam Ibrahim. Di tempat itulah Nabi Ibrahim berdiri memimpin dimulainya pembangunan Ka’bah merupakan simbol realita sejarah. Maknanya mengingatkan para jemaah haji atau peziarah mengenai perjuangan para nabi dalam menegakan tauhid. Melakukan Sa’i perjalanan bolak-balik dengan berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah melambangkan optimisme hidup dan tekad pantang menyerah dalam menggapai ridha Allah.
Semoga selalu menjadi perenungan bahwa melaksanakan ibadah haji bukanlah sekadar prosesi lahiriah formal belaka. Melainkan untuk melakukan transformasi lahir dan batin secara revolusioner menuju kesejatian diri sebagi manusia. Orang yang telah berhaji hendaknya menjadi manusia yang ‘tampil beda’ dibanding sebelumnya. Itu adalah kemestian. Kalau tidak, sesungguhnya para jemaah haji tidak berbeda dengan wisatawan yang berkunjung ke Tanah Suci di musim haji. Terlepas dari itu, kita selalu rindu Ka’bah. (*)