PASANGKAYU, RADAR SULBAR – Kelapa sawit Indonesia sungguh menjanjikan. Tanaman yang banyak dibudidayakan di Sulawesi ini terbukti memberikan dampak positif, seperti yang dialami Haji Bintoro (58 Tahun) kini hidup tenang dan sangat berkecukupan. Pria asal Jawa yang datang ke Donggala yang dulunya sehari-hari menjadi pedagang alat sepeda ontel di daerahnya di Kabupaten Demak, menginjakkan kakinya di daerah transmigrasi Lalundu, yang kini menjadi desa definitif bernama Polanto Jaya pada 1994.
Namun yang membuat kehidupannya begitu berkecukupan bahkan dapat dibilang kaya raya bukanlah hasil dagang alat sepedanya, melainkan berkat hasil kebun sawit. Ia telah dikenal luas di wilayah perkebunan kelapa sawit, Kabupaten Pasangkayu (Sulawesi Barat) dan Kabupaten Donggala (Sulawesi Tengah), apalagi Bintoro yang memang memiliki kepedulian sosial cukup tinggi.
“Saya bukan transmigran. Saya datang sendiri ke sini untuk berdagang alat sepeda dengan naik kapal kayu dari Kota Palu ke Mamuju, lalu berjalan kaki ke sini melewati hutan yang saat itu sedang dikembangkan menjadi kawasan permukiman transmigrasi,” ujar lelaki yang mengaku memiliki rumah di kampung halamannya di Demak dan juga di Kota Palu itu.
Di teras rumahnya yang juga berdiri kokoh toko bangunan miliknya itu, lelaki yang ternyata memiliki nama asli Ahmad Sutriman ini menceritakan suka-duka keluarganya sejak menginjakkan kaki di kawasan yang dahulu bernama Lalundu tersebut.
Dengan sedikit modal dari daerah asal, Sutriman kemudian membuka kios kecil yang dia beri nama Kios Bintoro. Itulah yang membuatnya dikenal dengan nama Bintoro, hingga kemudian masyarakat tidak mengenal lagi nama aslinya.
Haji Bintoro yang juga menjadi Ketua Kelompok Tani Sawit di Kecamatan Rio Pakava itu menceritakan bagaimana wilayah Lalundu beberapa tahun lalu itu sangat sulit, namun sejak PT Astra Agro Lestari Tbk mulai membuka perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasangkayu dan Donggala pada 2004, perekonomian masyarakat berubah drastis dan jauh sangat terbantu.
“Sampai beberapa waktu lalu, kondisi masyarakat sebenarnya masih cukup sulit. Jalan raya menuju ke sini masih berat karena berlubang-lubang dan belum sepotong pun yang beraspal,” keluhnya menceritakan.
Lalu setelah perkebunan milik PT Astra Agro Lestari masuk, lebih lanjut Bintoro bercerita bahwa kondisi mulai berubah dan makin baik. Jalan raya mulai terbuka meski belum beraspal, saluran air dibangun sehingga banjir tidak lagi menjadi momok bagi masyarakat.
*Merubah Haluan Kebun Kakao Menjadi Sawit
Sebelum beralih menjadi kebun sawit Haji Bintoro berkebun kakao namun ketika perkebunan kelapa sawit masuk, ia ganti seluruh tanamannya dengan sawit karena PT Mamuang salah satu anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk, membantu masyarakat lewat program Income Generating Activity (IGA) berupa pemberian bantuan bibit sawit.
“Saya sangat terbantu dan tertarik pada waktu itu PT Mamuang membagi-bagikan bibit kepada warga yang berminat menanam sawit, tanpa perlu pikir panjang tentunya saya sangat berminat,” ujar Bintoro Antusias.
Program IGA merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra Agro Lestari yang menekankan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, salah satunya dengan memberikan bibit sawit dengan harganya akan dikembalikan secara mengangsur ke perusahaan melalui pemotongan harga pembelian tandan buah segar (TBS) setelah kebun berbuah.
“Kami juga selama program tersebut setiap tiga bulan sekali diberikan pelatihan pertanian bekerjasama dengan berbagai dinas terkait di Kabupaten Mamuju Utara dan Kabupaten Donggala,” tambahnya.
Awalnya pria yang telah berhasil menyekolahkan 3 anaknya sampai jenjang pendidikan perguruan tinggi ini enggan untuk menceritakan kekayaannya hingga saat ini, namun hal tersebut sudah dapat terlihat, bagaimana tidak, di garasinya yang berukuran cukup besar sudah berjejer beberapa jenis mobil mulai dari mobil keluarga jenis terbaru hingga jenis mobil truck dan pick-up yang juga ia gunakan sebagai kendaraan penunjang pekerjaannya.
“Sebenarnya saya juga memiliki beberapa mobil truck lain selain di garasi ini, kalau kebun sawit, saat ini kami punya 30 hektare,” ujar perantau asal Demak, Jateng itu setelah sedikit dipaksa untuk menyebutkan.
Sebelum menjadi 30 hektar Haji Bintoro hanya memiliki dua hektar kebun cokelat. Namun, seiring berjalannya waktu lahan itu terus bertambah setelah secara bertahap membeli lahan-lahan penduduk eks transmigrasi Lalundu, Kabupaten Donggala, yang kembali ke daerah asal mereka di Jawa.
“Semua lahan itu kini menjadi kebun sawit. Hasil panennya setiap tahun rata-rata Rp1 miliar. Untuk mengolah dan memelihara kebun tersebut, saya mengeluarkan biaya sekitar Rp30 juta setiap bulan,” ujarnya kepada jurnalis yang didampingi Hermanto Rudi, Community Development Officer (CDO) PT Mamuang.
Hermanto mengaku bangga atas kesuksesan yang diraih Haji Bintoro serta banyak warga lainnya di Kabupaten Pasangkayu dan Donggala setelah kehadiran perkebunan dan industri kelapa sawit Astra Agro.
“Ini memang tujuan utama perusahaan kami seperti yang termaktub dalam moto perusahaan ‘prosper with the nation’ (sejahtera bersama bangsa),” ucapnya.
*Mengembangkan Berbagai Macam Usaha Berkat Sawit
Sutriman yang ternyata juga melebarkan sayapnya dengan memiliki usaha sarang burung walet ini mengaku bahwa kesuksesannya hingga saat ini masih kalah dengan warga lain di kawasan itu.
“Meskipun listrik dan jaringan telepon saja baru beberapa tahun ini kami bisa akses di wilayah kami, tapi saya bangga sudah banyak warga yang sukses bahkan jauh lebih daripada saya di daerah ini,” ujarnya merendah.
Tak hanya itu, Haji Bintoro yang juga sudah beberapa kali melakukan ibadah umrah ini mengungkapkan bahwa sampai saat ini ia tengah aktif menjadi pengelola Pondok Pesantren dengan santri yang sudah mencapai ratusan orang mulai dari tingkat tsanawiyah (tingkat menengah pertama) sampai aliyah (tingkat pendidikan menengah atas).
“Saat ini saya tidak berambisi besar untuk menambah kekayaan selain memajukan pondok pesantren yang telah saya bangun sejak beberapa tahun lalu agar lebih baik lagi untuk menampung anak-anak dari keluarga tidak mampu,” ungkapnya penuh harap.
Ketika ditanya apa rahasia suksesnya mulai dari menjadi pengusaha bangunan di daerah yang sulit dan terpencil selama bertahun-tahun tanpa listrik dan telepon itu, Haji Bintoro menjawab singkat, “Tidak melalaikan salat, bekerja keras, dan peduli orang lain.”
Selain itu Ia juga sangat berterima kasih atas kehadiran perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari, karena jelas sudah mengubah kondisi kesejahteraan masyarakat dengan sangat drastis menjadi jauh lebih baik.
“Semua warga yang memiliki kebun sawit disini, pasti sudah punya rumah yang layak dan kendaraan bermotor, bahkan banyak yang punya mobil,” katanya.
Dari segi ekonomi, PT Astra Agro Lestari mengeluarkan dana rata-rata Rp50 miliar setiap bulan untuk membeli produksi kelapa sawit rakyat di Kabupaten Pasangkayu dan Donggala untuk memasok dua pabrik CPO dan sebuah pabrik minyak goreng yang sudah berdiri di kawasan itu.
Untuk anak perusahaannya sendiri PT Astra Agro Lestari memiliki enam anak perusahaan yang membangun perkebunan sawit dan industri CPO di Pasangkayu dan Donggala dengan total areal sekitar 30-an ribu hektar.(*)