Oleh M Danial
MASA kampanye Pemilu 2024 resmi dimulai Selasa 28 November. Akan berlangsung hingga 10 Februari 2024 atau selama 75 hari.
Masa kampanye identik dengan musim tebar janji kepada rakyat. Berbagai cara dilakukan para politisi peserta pemilu atau tim suksesnya untuk mendapat simpati pemilih. Selain menyampaikan program unggulan dan janji politik di panggung kampanye, melakukan juga berbagai kegiatan, seperti membagi-bagi sesuatu
yang disertai pesan kampanye.
Kampanye menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing untuk memperebutkan kedudukan di parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan pemilih dalam suatu pemungutan suara.
Menurut UU Nomor 7 Tahun 2017, kampanye adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
Sedangkan peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, perseorangan calon anggota DPD, dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pilpres.
Sejatinya kampanye adalah sarana pendidikan politik dengan penyampaian visi, misi, dan program unggulan untuk menjadi referensi pemilih dalam menentukan pilihannya. Namun tidak bisa dinafikan adabya kampanye dengan cara menyebarkan informasi negatif untuk melemahkan lawan politik atau kompetitor.
Dalam dunia politik dikenal istilah kampanye negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign). Dalam hukum kepemiluan, kampanye negatif tidak dilarang. Yang dilarang adalah kampanye hitam, bahkan dapat dikenakan sanksi pidana.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof. Dr. Topo Santoso mengatakan kampanye negatif adalah mengungkap kekurangan lawan atau kompetitor sebagai kelemahan. Sedangkan kampanye hitam menyerang lawan politik dengan tuduhan yang tidak benar, mengungkap hal yang tidak relevan semata dengan tujuan memojokkan.
“Kampanye negatif aspek hukumnya sah, bahkan berguna membantu pemilih untuk membuat keputusan menentukan pilihan. Misal berita yang menunjukan data-data soal utang luar negeri. Itu sah-sah saja dan pemilih akan lebih cerdas memilih,” Topo Santoso, dilansir kompas.com.
Dalam pelaksanaan kampanye sangat mungkin terjadi gesekan. Apalagi persaingan yang terjadi menghadapi Pemilu dan Pilpres 2024 sejak awal sudah hangat. Namun ketenangan masyarakat diharap tetap terjaga untuk mengikuti kampanye dalam suasana riang. Karena itulah para kontestan dan pendukungnya harus bersama-sama menjaga kondusifitas dengan mematuhi aturan. Terutama untuk mencegah polarisasi atau keterbelakangan karena perbedaan pilihan.
Penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu sebagai pengawas pemilu dan jajarannya sangat penting pula menjaga komitmen sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu yang adil dan profesional. Kedua lembaga tersebut harus menjaga kepercayaan dan kehormatan sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu yang netral dan imparsial dengan memperlakukan setara semua peserta pemilu.
Netralitas ASN (Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diragukan berbagai kalangan belakangan ini, begitupun dengan TNI dan Polri, merupakan tantamgan yang harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Bukan sekedar pernyataan sikap dan slogan yang terkesan formalitas. Sekedar menggugurkan kewajiban.
Masa kampanye merupakan ajang pembuktian netralitas ASN, TNI, Polri, maupun para pejabat pemerintah di semua tingkatan. Semua harus patuh pada aturan. Para Penjabat kepala daerah yang ditugaskan pemerintah pusat mengawal transisi kepala daerah menuju Plkada serentak 2024 harus menjadi teladan netralitas.
Para punggawa harus menghindari praktik yang bisa membuat rakyat kehilangan kepercayaan karena netralitas dalam hanya omongan belaka. (*)