JAKARTA, RADAR SULBAR —PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memproyeksikan dapat menorehkan kinerja positif pada 2024 kendati kondisi ekonomi global masih menantang. Optimisme tersebut tak terlepas dari fundamental bisnis perseroan yang kuat serta ekonomi nasional yang dinilai masih baik.
Direktur Treasury & International Banking BSI Moh. Adib mengatakan kekuatan fundamental BSI yang akan menjadi penopang kinerja perseroan pertama adalah jumlah nasabah. Saat ini BSI adalah bank dengan jumlah nasabah terbesar ke-5 di Indonesia yaitu sebanyak 19,22 juta atau tumbuh 10,9% secara year on year (yoy) hingga kuartal III/2023.
Kedua, BSI kuat dalam pembiayaan konsumer. Hingga September 2023, BSI telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp232 triliun, bertumbuh 15,94% year on year (yoy). Segmen konsumer mendominasi yaitu sebesar Rp117,92 triliun.
Ketiga, BSI pun sangat memperhatikan segmen UMKM. Bahkan hingga September 2023 dari pembiayaan berkelanjutan di BSI yang mencapai Rp53,6 triliun, sebagian besarnya yaitu Rp43,4 triliun diserap segmen UMKM.
“Untuk mendukung perputaran roda ekonomi di sektor riil, BSI terus mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. Harapannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dilihat dari Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), sebesar 34,75% dari total pembiayaan BSI merupakan pembiayaan inklusif. Selain itu, BSI membangun jaringan UMKM Center di Aceh, Yogyakarta dan Surabaya dengan total 2.526 nasabah binaan,” kata Adib di acara BSI Sharia Economic Outlook 2024, yang diselenggarakan di Kantor Pusat BSI Gedung The Tower, Jakarta.
Adib melanjutkan, faktor lainnya yang menopang optimisme perseroan adalah langkah strategi dalam melakukan transformasi digital. Hal ini dalam rangka memperkuat layanan perbankan syariah di era digital.
Adib mencontohkan, BSI Mobile saat ini sudah menjadi pilihan mayoritas para nasabah untuk bertransaksi. Di mana 97% nasabah sudah menggunakan BSI Mobile untuk transaksi harian mereka, dan hanya sekitar 3% nasabah yang masih datang ke cabang untuk bertransaksi.
“Per September 2023, transaksi di BSI Mobile mencapai 438 juta transaksi. Naik dari angka 343,78 juta transaksi pada periode yang sama di tahun 2022,” tutur Adib.
Faktor Makro
Dalam kesempatan yang sama, Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo menjelaskan bahwa di tingkat global ekonomi dinilai masih akan melambat. Faktornya antara lain kebijakan moneter yang ketat dari bank sentral negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Seperti suku bunga acuan bank yang masih dijaga tinggi sejak 2023.
Inflasi global semakin terkendali, tetapi masih ada risiko kenaikan harga komoditas yang didorong oleh ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina atau Israel-Palestina. Selain itu, terdapat risiko dari perubahan iklim dan gangguan cuaca El Nino yang berpotensi menghambat produksi pangan hingga paruh awal 2024.
Hal itu akan membuat pelonggaran suku bunga acuan diprediksi akan dilakukan pada semester kedua 2024. Di saat yang sama, terdapat risiko dari meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global akibat dinamika politik dari pemilihan presiden AS.
Kendati demikian, menurutnya, perekonomian nasional diprediksi masih akan melanjutkan pertumbuhan positif di kisaran 5%-6% seperti yang terjadi selama 2023 ini. “Di tengah ketidakpastian global, tahun depan BSI optimistis perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif di atas 5%. Tingkat konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tumbuh kuat,” kata Banjaran.
Menurutnya, tingkat konsumsi 2024 diprediksi masih bertahan tinggi, dengan kondisi suplai dari manufaktur yang konsisten berada di zona ekspansif (PMI Manufacture >50). Hal ini menandakan keyakinan konsumen yang terjaga. Salah satu pendorongnya adalah aktivitas pemilu yang memutar roda perekonomian karena meningkatkan belanja domestik.
Seluruh lapangan usaha diprediksi tumbuh positif pada 2024, didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga. BSI pun optimistis bahwa perbankan nasional dapat mencapai pertumbuhan DPK 7,65% yoy dan pembiayaan sebesar 8,39% yoy hingga akhir tahun ini.
Sedangkan tahun depan, perbankan nasional diprediksi akan tumbuh sebesar 8-10% yoy untuk DPK dan 9-11% yoy untuk pembiayaan. Adapun kinerja perbankan syariah diproyeksikan masih berada di atas perbankan nasional. Oleh karena itu, lanjutnya, industri perbankan syariah masih berpeluang tumbuh progressif di tengah tantangan ketatnya likuiditas.
“Tahun depan BSI optimis perekonomian tetap tumbuh positif di atas 5%. Karenanya perlu peningkatan peran perbankan syariah dalam proyek strategis nasional, seperti hilirisasi dan pendalaman pasar keuangan,” tutupnya. (*)