MAKASSAR, RADAR SULBAR – Polemik terkait besaran utang Pemprov Sulsel terus menjadi sorotan sejak Pj. Gubernur Bahtiar mengatakan bila utang Pemprov Sulsel sebesar Rp1,5 triliun dan mengklaim bahwa Pemprov Sulsel saat ini sudah bangkrut.
Peryataan Pj. Gubernur ini langsung dibantah keras oleh mantan Staf Khusus (Stafsus) era Gubernur Sudirman Sulaiman, Irwan ST.
Dia mengatakan apa yang dilontarkan Pj. Gubernur Bahtiar merupakan pernyataan yang sangat menyesatkan dan tak paham sistem tata kelola keuangan pemerintahan.
Irwan menjelasan bahwa total utang Pemprov Sulsel sesuai LPH BPK RI sebesar 1,8 triliun rupiah di tahun 2022 yang dibuat sewaktu Nurdin Abdulllah (NA) masih memegang jabatan gubernur.
“Pada tahun 2020, NA melakukan pinjaman Rp 1,1 triliun dengan tenor 8 tahun dari PT. SMI untuk dana PEN Covid-19. Namun sejak masa Andi Sudirman Sulaiman (ASS) utang jangka panjang itu tersisa sisa Rp 600 miliar.”, katanya.
Utang 600 miliar ini, kata Irwan, sudah sesuai perjanjian dengan PT SMI dan akan diansur pembayarannya sampai dengan tahun 2028.
“Ansuran ini selalu disiapkan anggarannya tiap tahun di APBD,” sambungnya.
Kedua, kata Irwan, utang tahun 2020-2023 masa ASS karena proyek luncuran belum selesai fisik ataupun berjalan pada tahun anggaran 2023 sebagai utang jangka pendek sebesar Rp1,2 triliun lebih.
“Utang jangka ini telah dibayarkan saat ASS menjabat yang terdiri dari utang DBH Rp 726 miliar lebih, utang belanja pegawai Rp100 miliar, utang Barjas Rp38 miliar lebih, utang Hibah Rp1,5 miliar, utang modal Rp95 miliar dan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp133 miliar,” urai Irwan.
Sehingga, kata Irwan, dari Rp1,2 triliun tersisa total utang yang belum terbayarkan hanya sebesar Rp54 miliar lebih.
Hal senada juga dinyatakan oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Sulawesi Selatan. Kepala BKAD Sulsel, Salehuddin mengatakan utang Pemprov Sulsel saat ini tersisa Rp54 miliar.
“Di akhir masa jabatan Pak Andi Sudirman Sulaiman yang belum terbayarkan sebesar Rp54 miliar,” kata Salehuddin, Selasa 12 September 2023 lalu.
Salehuddin menjelaskan upaya pelunasan utang itu sementara berproses, masuk dalam perubahan RKPD dan KUPA PPAS 2023.
“Insya Allah siap dibayarkan pada perubahan APBD 2023,” ungkapnya.
BKAD Sulsel juga meluruskan di era Andi Sudirman mendapatkan amanah sebagai Plt Gubernur pada tahun 2021 dan sebagai Gubernur di tahun 2022, tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk berhutang.
“Pada periode 2021-2023, Pemprov Sulsel tidak pernah membuat kebijakan untuk menambah utang,” jelasnya.
Selaras dengan hal tersebut, Ketua Banggar DPRD Sulsel Irwan Hamid juga mengungkap utang Pemprov Sulsel era Andi Sudirman Sulaiman (ASS) menjabat gubernur tersisa Rp 54 miliar dari total Rp 1,2 triliun. Utang itu disebut telah ada sebelum tahun 2022.
“Tersisa kurang lebih Rp 54 miliar dan akan diselesaikan pada APBD Perubahan,” kata Irwan Hamid.
Dia merinci, Pemprov Sulsel awalnya memiliki utang Rp 1,8 triliun. Namun ada Rp600 miliar di antaranya tidak masuk hitungan lantaran dianggap sebagai utang jangka panjang, sehingga yang terhitung hanya Rp1,2 triliun.
Lalu, dari berbagai penyataan tersebut, mengapa Pj Gubernur Sulsel senantiasa ngotot?
Mantan Stafsus era Andi Sudirman Sulaiman Irwan menyebut bila apa yang lontarkan Pj Gubernur Bahtiar adalah penyesatan publik yang luar biasa.
“Suatu yang fiktif dan tak jelas rujukan datanya. Mungkin Pak Pj Gubernur ini memang hanya mau cari panggung sekaligus punya niat mendiskreditkan pemerintahan sebelumnya. Dan kalau ini benar, maka Pj Gubernur ini memang tidak kapabel dan hanya bisa mengeluh kiri kanan menyalahkan orang lain,” katanya.
“Itu karena dia sebenarnya tidak bisa kerja dan tak punya visi sebagai pemimpin tetapi seorang pengeluh,” tandasnya.
Menurut Irwan, kecenderungan ini memang ada benarnya. “Buktinya, baru beberapa bulan, Pj Gubernur ini sudah menuai kritikan dan protes keras karena kebijakannya yang tidak melalui kajian sesuai dengan azas dan prinsip-prinsip pengambilan kebijakan publik,” imbuh Irwan.
Salah satu kebijakannya yang sangat kontroversial adalah program budidaya pisang seluas 2 juta hektar dengan target 500 ribu hektar dengan mengambil alokasi dana dari anggaran desa sebesar 40 persen.
Karena dinilai sangat tidak realistis, tidak mengherankan bila program ini langsung mendapat penolakan dari para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi).
Bahkan Ketua Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sri Rahayu Usmi menegaskan surat edaran yang dikeluarkan Pj Gubernur dinilainya telah membawa keresahan dan kegaduhan kepada seluruh Kepala desa di Sulsel.
Dia bahkan secara tegas meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin dari jabatannya.
“Saya sebagai Ketua Apdesi Sulsel menolak keras kebijakan yang tidak rasional dan meminta agar Presiden untuk mencopot Pj Gubernur Sulsel yang telah membuat keresahan dan kegaduhan,” tegasnya.
Demikian pula, penolakan tegas datang dari aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang menilai kebijakan Pj Gubernur hanya membuat gaduh di Sulsel.
“Belum sebulan menjabat, Pj Gubernur ini telah membuat gaduh dan resah masyarakat lewat kebijakannya yang tidak realistis,” kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi mahasiswa Reynand Pratama saat melakukan aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Sulsel, Jumat (13/10).
Bahkan Reynand menuntut agar Kemendagri mengevaluasi kembali dan mencopot Pj Gubernur Bahtiar karena dinilai tidak becus serta tak paham kultur mayarakat Bugis Makassar, walau dia berasal dari Bugis. (*)